Penolakan Kenaikan Harga BBM Warnai Sidang Paripurna DPR
Font: Ukuran: - +
Sidang paripurna DPR. [Foto: Irwan, Fraksi Partai Demokrat]
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyelenggarakan rapat paripurna untuk menyampaikan pandangan umum 9 fraksi atas Rancangan Undang-undang APBN 2023 beserta nota keuangannya.
Dalam rapat paripurna ke-2 masa persidangan I Tahun sidang 2022-2023 yang berlangsung hari ini, Selasa (23/8/2022). Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa hadir secara fisik ke Kompleks Parlemen, Senayan.
Hampir seluruh fraksi di DPR menyetujui pelaksanaan RAPBN 2023 untuk dilanjutkan ke tahap berikutnya dan dibahas dengan komisi terkait sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
Kendati demikian, sejumlah fraksi banyak memberikan perhatian dan catatan terhadap wacana kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) oleh pemerintah yang telah beredar luas.
Anggaran subsidi energi dan kompensasi energi yang ditetapkan sebesar Rp 336,7 triliun pada RAPBN 2023, diharapkan oleh fraksi PDIP agar pengelolaannya tepat sasaran.
Mengingat anggaran subsidi dan kompensasi di tahun ini yang mencapai Rp 502 triliun banyak digunakan, terutama konsumsi BBM Pertalite dan gas LPG 3 kg justru digunakan oleh masyarakat mampu.
"Pemerintah dalam mengelola belanja subsidi, khususnya sumber energi harus segera mentransformasikan subsidi yang tepat sasaran dan tepat, dalam mempertahankan daya beli rakyat serta semakin menyehatkan fiskal APBN 2023," jelas perwakilan PDIP yang dibacakan oleh Abidin Fikri.
Senada juga disampaikan oleh Fraksi Partai Golkar. Pembacaan yang diwakilkan oleh Dave Akbarshah Fikarno mengungkapkan, agar subsidi energi, baik BBM maupun tarif dasar listrik harus dikelola melalui perhitungan yang cermat dan seksama.
"Jika tidak, maka sebesar apapun anggaran subsidi tidak akan cukup memenuhi kebutuhan energi masyarakat di masa-masa krisis," jelas Dave.
Mulyadi, perwakilan dari fraksi Gerindra menyepakati asumsi minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) yang dipatok sebesar US$ 90 per barel dan mendorong pemerintah untuk meningkatkan lifting minyak bumi untuk menjaga ketahanan energi nasional.
Dengan mencari sumber-sumber minyak dunia dengan harga yang lebih murah, kata Mulyadi, Gerindra berharap harga BBM tidak naik dan bisa terus dinikmati oleh masyarakat miskin dan rentan. "Hal tersebut, untuk menjamin agar BBM subsidi bisa tetap dinikmati oleh rakyat kecil dengan harga yang murah," tuturnya.
Pemangkasan subsidi dan kompensasi energi untuk APBN 2023 juga disoroti oleh fraksi Nasional Demokrat (Nasdem). Menurut mereka, pemangkasan anggaran subsidi dan kompensasi energi mengakibatkan lonjakan inflasi dan akan menggerus daya beli masyarakat yang selama ini menjadi motor pertumbuhan nasional.
Ada pula pandangan dari fraksi PKB yang menilai bahwa belanja subsidi energi yang digelontorkan sebesar Rp 502 triliun dalam APBN 2022 sudah cukup besar. Oleh karena itu pada APBN 2023 diharapkan pemerintah bisa melakukan subsidi yang tepat sasaran dalam penggunaannya.
Hal serupa juga disampaikan oleh fraksi Demokrat. "Pemerintah diharapkan dapat mempercepat perubahan pola penyaluran subsidi energi, sehingga kebijakan belanja subsidi dapat lebih tepat sasaran, sehingga tidak terjadi lagi kuota subsidi yang jebol di tengah tahun anggaran," jelas Mulyadi anggota fraksi Demokrat.
Fraksi PKS juga dengan tegas mengungkapkan, rencana pemerintah menaikkan harga BBM jenis Pertalite akan menurunkan daya beli dan konsumsi masyarakat, sehingga angka kemiskinan akan naik.
"Mengurangi subsidi energi bagi rakyat akan berdampak pada jurang kemiskinan. Kerugian yang ditanggung negara akan jauh lebih besar," jelas Sukamta.
PKS juga mengingatkan pemerintah, bahwa pencabutan atau pengurangan subsidi BBM akan memberikan pengaruh yang besar juga bagi kalangan dunia usaha, terutama sektor UMKM dan usaha informal lainnya, yang seringkali tidak tersentuh oleh program bantuan sosial.
"Kenaikan BBM dikhawatirkan akan semakin membuat pengusaha UMKM dan sektor informal lainnya semakin terpuruk, dikhawatirkan angka kemiskinan dan pengangguran akan semakin meningkat," ujar Sukamta.
"Fraksi PKS menekankan pentingnya subsidi bagi rakyat miskin. Subsidi energi BBM, subsidi LPG 3 kg dan termasuk subsidi non energi harus tetap dialokasikan bagi rakyat yang membutuhkan," kata Sukamta lagi.
Fraksi PAN, meski tak eksplisit menolak adanya kenaikan harga BBM, mereka memandang inflasi pada APBN 2023 yang ditetapkan mencapai 3,3%, mengharuskan pemerintah harus bekerja keras memperbaiki kondisi ekonomi dalam negeri dan menjaga konsumsi daya beli masyarakat.
Fraksi PPP juga mengatakan, belanja pemerintah yang mencapai Rp 3.041 triliun dalam APBN 2023 harus selektif dan berfokus pada belanja perlindungan sosial serta subsidi energi, dalam rangka menjaga ketahanan daya beli masyarakat.
"Belanja subsidi energi berfungsi sebagai daya beli masyarakat tetap terjaga dan terkendali meski harga minyak semakin tinggi. Di tahun 2023, di tengah ketidakpastian risiko global dan tingginya tingkat inflasi, bayang-bayang krisis pangan dan energi menjadi salah satu risiko yang perlu terus diwaspadai," jelas Muhammad Aras.[CNBC Indonesia]