Potensi Gempa Besar di Jakarta ternyata Telah Diprediksi Ahli
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Jakarta dilaporkan baru saja diguncang Gempa berkekatan magnitudo 7,8 Skala Richter . Titik gempa berada di 147 kilometer barat daya Sumur, Banten. Kedalaman pusat gempa adalah 10 km. BMKG memastikan gempa yang terjadi sekitar pukul 19.03 WIB itu berpotensi tsunami di beberapa daerah di Banten, Lampung, hingga Jawa Barat.
"Potensi tsunami cukup besar," kata Kepala Bagian Humas BMKG Taufan Maulana seperti detikcom, Jumat (2/8/2019).
Sebelumnya, sejumlah penelitian telah mengungkapkan bahwa pulau jawa, dimana ibukota Indonesia berada ini berpotensi dilanda gempa besar di masa mendatang. Para pakar menyebut potensi tersebut berasal dari zona kegempaan atau seismic gap yang ada di sekitar Jakarta.
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati kepada awak media tahun lalu, sempat mengutarakan bahwa Jakarta memiliki potensi megathrust atau patahan lempeng naik, yang menjadi menjadi ancaman besar bagi ibu kota negara dilanda gempa.
Menurut Dwikorita, sumber gempa besar yang mengancam Jakarta berasal dari patahan lempeng yang ada di Selat Sunda. Yakni antara lempeng Indo-Australia dengan lempeng Eurasia.
"Posisinya tepat di bawah pulau Jawa dan Sumatera. Sekitar 300 kilometer dari Jakarta," kata Dwikorita sebagaimana dilansir BBC Indonesia pada tahun 2018.
Sementara itu, sejumlah kajian ilmiah mengidentikfikasikan ancaman potensi gempa besar dipulau jawa.
Dua kajian ilmiah telah dipublikasikan di jurnal internasional yang berbeda pada Januari 2019 yaitu oleh Endra Gunawan dan Sri Widiyantoro di Journal of Geodynamics dan Mudrik R. Daryono bersama Danny H. Natadwidjaja, Benjamin Sapiie, dan Phil Cummins di jurnal Tectonophysics.
"Riset kami telah mengidentifikasi tektonik deformasi aktif di Jawa menggunakan data GPS (global posititioing system) menerus dari tahun 2008 sampai 2013. Kami menghitung strain rate (laju regangan)," kata Endra Gunawan, peneliti dari Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan, Institut Teknologi Bandung (ITB), seperti dikutip tribun news, minggu (6/1/2019).
Dari kajian itu, ditemukan secara umum terjadi laju regangan yang besar di Pulau Jawa, yaitu lebih dari 1 mikrostrain per tahun hingga mencapai sekitar 5 mikrostrain per tahun di kawasan yang mengalami deformasi setelah gempa tahun 2006.
Kajian tersebut juga menemukan adanya laju tekanan dilatasi zona patahan yang besar (< -3 mikrostrain per tahun) di sepanjang patahan Cimandiri dan Cipamingkis di Jawa Barat, patahan di selatan Jakarta, patahan Kendeng yang memanjang dari Semarang ke Jawa Timur hingga masuk ke Selat Madura.
Kajian itu menguatkan riset sebelumnya oleh A. Koulali dari Australian National University (ANU) pada 2016 tentang keberadaan jalur patahan di Pulau Jawa.
Catatan sejarah menunjukkan, gempa kuat pernah terjadi di Jakarta pada 22 Januari 1780 yang guncangannya dirasakan hingga tenggara Sumatera dan Jawa Barat. Gempa ini diperkirakan berkekuatan M 8,5.
Kajian Arthur Wichman (1918) juga menyebut, gempa amat kuat dirasakan di Jakarta pada 5 Januari 1699, pukul 01.30. Selain merobohkan banyak bangunan, gempa itu menyebabkan longsor besar di Gunung Gede Pangrango dan Gunung Salak, Jawa Barat.
Menurut Endra, jarangnya kejadian gempa di Pulau Jawa termasuk di Jakarta, dibandingkan Sumetara,bisa dibaca sebagai terjadinya pengumpulan energi.
"Semakin lama tidak gempa, potensi gempa ke depan bisa semakin besar" pungkasnya. (pd/dbs)