kip lhok
Beranda / Berita / Nasional / PPKM Berakhir, Berikut Arahan dari Mantan Direktur WHO Asia Tenggara

PPKM Berakhir, Berikut Arahan dari Mantan Direktur WHO Asia Tenggara

Minggu, 25 Juli 2021 18:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Presiden Joko Widodo Memberikan Pernyataan tentang Perkembangan Terkini PPKM Darurat. [Foto: Tangkapan Layar Youtube Sekretariat Presiden]


DIALEKSIS.COM | Jakarta - Mantan Direktur Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) Asia Tenggara, Prof. Tjandra Yoga Aditama memberikan masukan kepada pemerintah di tengah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat yang kini berubah nama menjadi PPKM Level 4.

Prof Tjandra Yoga Aditama (Foto: Liputan6)

PPKM berakhir pada Minggu 25 Juli dan Presiden Indonesia, Jokowi pun sudah memberi sinyal akan melonggarkan secara bertahap aturan ini mulai Senin 26 Juli dengan catatan jika kasus Covid-19 RI melandai.

Guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia itu menilai keputusan PPKM itu bisa menjadi buah simalakama, yakni berada di tengah-tengah antara kepentingan ekonomi dan kesehatan.

Ia menilai ada beberapa poin yang perlu menjadi perhatian sebelum pemerintah mengambil keputusan.

Pertama adalah harus mengikuti anjuran WHO agar pengetatan pergerakan (Public Health and Social Measure atau PHSM) dilakukan lebih ketat.

"Yang dianjurkan dari kacamata kesehatan pengetatan atau pembatasan sosial diteruskan, jadi saya setuju dengan melanjutkan pembatasan," kata Tjandra dalam penjelasannya kepada CNBC Indonesia, dikutip Minggu (25/7/21).

Pertimbangan lain adalah mengenai potensi padatnya fasilitas kesehatan hingga pasien yang tidak tertampung. Kondisi ini pernah terjadi pada awal Juli lalu, di mana banyak pasien tidak mendapatkan slot penanganan karena terbatasnya kapasitas rumah sakit.

"Memang harus dihitung keseluruhan termasuk beban kesehatan yang kewalahan. Sekarang BOR [bed occupancy rate] relatif sudah menurun ini, karena bed ditambah makanya BOR turun. Kalau kasus bisa dikendalikan bagus-bagus aja. Kalau kasus terus bertambah maka bed juga akan penuh," jelas pakar Pulmonologi (penyakit dalam) dan Ilmu Kedokteran Respirasi ini.

Oleh karena itu, jika memang ada pertimbangan akan dilakukan pelonggaran, maka perlu dihitung betul dampaknya. Setidaknya, kata dia lagi, pemerintah melihat korban yang mungkin akan jatuh sakit dan bahkan meninggal, beban Rumah Sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes).

"Pada ujungnya kemungkinan [akan ada] dampak pada roda ekonomi juga kalau kasus jadi naik tidak terkendali," tegasnya.

"Jangan sampai pelonggaran diberikan karena alasan ekonomi dan lalu situasi epidemiologi jadi memburuk maka dampak ekonominya malah bukan tidak mungkin jadi lebih berat lagi.".

Namun ia tak menampik dari sisi ekonomi harus ada penyesuaian. Selagi sektor formal yang menerima gaji bulanan diminta bekerja dari rumah, sektor informal bisa mulai dilonggarkan.

"Asal jangan kontak dekat langsung dengan pelanggan, artinya sektor informal mulai dilonggarkan bertahap. Namun, sektor esensial dan kritikal yang beroperasi hanya dalam bangunan tersendiri, tidak boleh bersama," tegasnya.

Menurutnya bentuk PPKM idealnya memang tetap seperti sekarang. Tetapi semua sektor terdampak harus mendapat bantuan sosial.

"Positivity rate dalam beberapa hari terakhir masih sekitar 25%. Bahkan kalau berdasar PCR maka angkanya lebih dari 40%. Itu juga berhadapan dengan varian Delta yang angka reproduksinya (Ro atau mungkin Rt) nya dapat sampai 5,0 - 8,0," ujarnya.

Sebagai informasi, angka reproduksi ada dua bagian yakni basic reproduction number (Ro) dan effective reproduction number (Re/Rt). Ro adalah jumlah kasus baru yang tertular dari satu kasus infektif pada populasi sepenuhnya rentan, sedangkan sedangkan Re/Rt adalah jumlah kasus baru yang tertular dari satu kasus terinfeksi pada populasi yang memiliki kekebalan sebagian atau setelah adanya intervensi.

"Artinya potensi penularan di masyarakat masih amat tinggi sekali, sehingga pembatasan sosial masih amat diperlukan untuk melindungi masyarakat kita dari penularan dan dampak buruk penyakit Covid-19," tutupnya.

Dia menjelaskan ada lima poin yang perlu diperhatikan. Pertama, meningkatkan test adalah komponen amat penting karena kita bisa menemukan kasus yang positif, lalu ditangani untuk pulih kesehatannya dan diisolasi/dikarantina agar memutuskan rantai penularan.

Kedua, tes bukan hanya menemukan kasus tetapi juga akan memutus rantai penularan. Jadi peningkatan test akan berperan amat penting menyelesaikan masalah Covid-19. Kalau tes hanya sedikit maka Covid-19 jadi terus menular di masyarakat.

Ketiga, target yang harus dicapai untuk tes sudahlah jelas, minimal 1 kasus per 1000 penduduk per minggu, jadi targetnya terukur jelas dan tinggal dilakukan saja.

Keempat, selain tes, maka juga harus diikuti dengan telusur untuk setiap kasus yang ditemui, dan sudah ditentukan pula berapa target yang harus dicari dan ditemukan dari setiap kasus positif.

Kelima, pelaksanaan tes dan telusur relatif banyak melibatkan kegiatan kesehatan, tidak berdampak bermakna pada aspek sosial ekonomi.

"Untuk itu, diperlukan tiga sumber daya utama untuk melakukan kegiatan tersebut yakni petugas, alat pemeriksaan dan sistemnya," jelasnya. (CNBC Ind)

Keyword:


Editor :
Alfatur

riset-JSI
Komentar Anda