Program Laptop Rp17 T Nadiem, Sekolah Tanpa Internet Tak Masuk Dalam Daftar
Font: Ukuran: - +
Ilustrasi Internet. [Foto: Ist]
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi mengatakan bantuan laptop dan perangkat teknologi informasi dan komunikasi (TIK) pada program Digitalisasi Sekolah bernilai Rp17 triliun diberikan untuk sekolah yang memiliki jaringan internet.
"Diutamakan untuk sekolah yang sudah ada akses listrik dan internet lebih dulu," kata Kepala Biro Perencanaan Kemendikbudristek Samsuri.
Sebelumnya, Mendikbudristek Nadiem Makarim menganggarkan Rp17,42 triliun untuk bantuan laptop dan perangkat TIK kepada sekolah-sekolah di penjuru daerah. Bantuan yang diberikan berupa laptop, access point, konektor, layar proyektor, speaker aktif hingga internet router.
Untuk sekolah yang berada di area blankspot atau wilayah yang belum terakses listrik dan internet, Samsuri mengatakan pihaknya memberi upaya pendampingan melalui Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP).
"Ada program pendampingan melalui LPMP dan penyediaan buku. Juga ada program Kampus Mengajar," tuturnya.
Sebagai informasi, Kampus Mengajar adalah program yang diinisiasi Kemendikbudristek dengan mengajak mahasiswa mengabdikan diri mengajar di sekolah di daerah 3T (tertinggal, terdepan dan terluar).
Seiring program tersebut, Samsuri juga mengaku terus berkomunikasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk mendorong percepatan penyaluran internet di sekolah pada wilayah blankspot.
Secara terpisah, Direktur Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbudristek Jumeri memastikan penyaluran paket TIK ke sekolah melalui program Digitalisasi Sekolah tepat sasaran.
"Kami punya data lengkap sekolah yang punya dan tidak punya TIK," tuturnya, namun tidak merinci lebih lanjut soal klaim datanya tersebut.
Jika mengacu pada catatan Pusat Data dan Informasi Kemendikbudristek per 2 Juni 2020, 8.522 sekolah belum teralirkan listrik dan 45.159 sekolah tidak memiliki akses internet.
Di pihak lain, Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji khawatir program bagi-bagi laptop berujung sia-sia lantaran ketidaksiapan sumber daya manusia (SDM).
"Menurut saya [program digitalisasi sekolah] ini tidak mendesak. Karena kalau kita berkaca pada program-program sebelumnya, ada bantuan lab bahasa, lab komputer, coba lihat, dipantau di sekolah, dipakai enggak?" sindirnya.
Infografis Kebijakan 'Kampus Merdeka' ala Menteri Nadiem. (Foto: CNNIndonesia/Basith Subastian)
Ubaid mengatakan pihaknya mendapati banyak sekolah pada akhirnya tak bisa memanfaatkan bantuan laboratorium komputer atau laboratorium bahasa yang diberikan pemerintah.
Pasalnya, banyak sekolah belum siap kualitas dan sumber daya manusia untuk memanfaatkan laboratorium tersebut.
"Kami evaluasi, yang pertama pemerintah tidak terbuka terhadap siapa saja yang mengusulkan untuk dapat bantuan itu. Sehingga banyak kasus di sekolah-sekolah, mereka tidak mengajukan tapi dia dapat," tutur Ubaid.
Selain ketepatan sasaran program, Ubaid menilai program ini bisa jadi percuma jika hanya ditujukan untuk mengubah platform belajar di sekolah.
Menurutnya, pemerintah harus mendorong transformasi pendidikan secara menyeluruh berupa keterbukaan informasi pengelolaan pendidikan lewat digitalisasi.
Contohnya, informasi pengelolaan pendidikan masih terpusat di pimpinan sekolah sehingga akses informasi untuk warga sekolah lainnya minim.
"Kalau program digitalisasi di situ hanya mengubah cara [belajar] saja tapi tidak merubah siswa bisa akses informasi, gimana rencana anggaran sekolah bisa dilakukan dengan partisipatif, orang tua, komite, masyarakat bisa awasi melalui platform digital itu, lalu buat apa?," cetus Ubaid. (CNN Ind)