Sabtu, 19 Juli 2025
Beranda / Berita / Nasional / Respons Fatwa MUI Jatim Soal Sound Horeg, DJKI: Seni Tetap Harus Taat Norma

Respons Fatwa MUI Jatim Soal Sound Horeg, DJKI: Seni Tetap Harus Taat Norma

Jum`at, 18 Juli 2025 22:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Indri

Sound horeg di Malang [Foto: Dok. Istimewa]


DIALEKSIS.COM | Jakarta - Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) menanggapi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur yang menyatakan penggunaan sound horeg dengan volume berlebihan dan unsur maksiat adalah haram.

Menurut DJKI, ekspresi seni seperti sound horeg secara hukum berhak mendapat perlindungan hak cipta, tetapi pelaksanaannya harus mematuhi norma agama, sosial, dan ketertiban umum.

“Sebagai bentuk ekspresi seni, sound horeg harus mengikuti norma agama, norma sosial, dan ketertiban umum. Jika sudah menimbulkan kerusakan atau permasalahan, tentu bisa dibatasi,” ujar Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual, Razilu, dalam keterangannya, Jumat (18/7/2025).

Razilu menegaskan, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta sudah memuat batasan terhadap karya yang melanggar norma atau merugikan masyarakat.

“Pasal 50 UU Hak Cipta dengan jelas menyatakan bahwa setiap orang dilarang melakukan pengumuman, pendistribusian, atau komunikasi ciptaan yang bertentangan dengan moral, agama, kesusilaan, ketertiban umum, atau pertahanan dan keamanan negara,” tambahnya.

Fatwa MUI Jatim Nomor 1 Tahun 2025 yang diterbitkan 12 Juli lalu memang tidak serta-merta melarang penggunaan sound horeg, tetapi menekankan pentingnya penggunaan yang wajar dan steril dari konten yang bertentangan dengan syariat.

DJKI juga mendorong agar pengaturan sound horeg segera dituangkan dalam regulasi resmi seperti Peraturan Daerah (Perda) atau Peraturan Pemerintah (PP), mengingat tingginya eskalasi penggunaannya di masyarakat.

“Yang terpenting adalah mengatur perizinan dan melakukan monitoring saat pelaksanaan sound horeg, sehingga keterlibatan instansi-instansi yang lebih berwenang menjadi sentral,” kata Razilu.

Selain itu, DJKI juga menyoroti aspek perlindungan hak cipta dalam praktik sound horeg, yang kerap memutar lagu-lagu milik pihak lain untuk tujuan komersial.

“Event organizer sound horeg sebaiknya mengurus perizinan dan membayar royalti atas lagu yang digunakan. Ini bentuk penghargaan terhadap hak cipta,” ujar Razilu.

Sebelumnya, Fatwa MUI Jatim mengatur bahwa penggunaan sound horeg harus dalam intensitas suara yang wajar, tidak melanggar hak orang lain, tidak membahayakan kesehatan, serta tidak menimbulkan mudarat. Penggunaan yang menyebabkan kerugian juga diwajibkan memberikan ganti rugi.

Koordinasi antara MUI Jatim dan Kanwil Kemenkumham Jatim juga telah dilakukan pada 16 Juli 2025 untuk menyamakan persepsi dan mencari solusi agar praktik sound horeg bisa diarahkan ke kegiatan yang lebih positif. [in]

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI