Respons Kasus Pneumonia China, IDAI Imbau Masyarakat Jangan Panik, Tapi Tetap Waspada
Font: Ukuran: - +
Reporter : Biyu
Ketua Pengurus Pusat IDAI, Dr Piprim Basarah yanuarso, SpA(K) merespons kasus undiagnosed pneumonia di China, bahwasanya hingga kini belum ada data resmi dari Kementerian Kesehatan terkait peningkatan jumlah kasus pneumonia di Indonesia. [Foto: dok. IDAI]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) merespons kasus undiagnosed pneumonia di China, bahwasanya hingga kini belum ada data resmi dari Kementerian Kesehatan terkait peningkatan jumlah kasus pneumonia di Indonesia.
"Pelacakan kuman penyebab pneumonia (kecuali virus influenza) pada anak di Indonesia belum rutin dilakukan, sehingga belum ada data pasti apakah terjadi peningkatan jumlah kasus pneumonia akibat Mycoplasma pneumoniae pada anak di Indonesia," sebut Ketua Pengurus Pusat IDAI, Dr Piprim Basarah yanuarso, SpA(K), dalam keterangan tertulis yang diterima Dialeksis.com, Sabtu (2/12/2023).
Sementara itu, Ketua Unit Kerja Koordinasi Respirologi IDAI, dr. Rina Triasih, M.Med (Pead), Ph.D, Sp.A (K) mengatakan, Mycoplasma pneumonia merupakan salah satu bakteri penyebab pneumonia pada anak yang sudah lama dikenal di dunia kedokteran.
"Bakteri ini terutama menyerang anak usia sekolah, umumnya di atas usia 5 tahun. Gejala pneumonia akibat Mycoplasma pneumonia sama seperti gejala pneumonia pada umumnya. Biasanya didahului oleh gejala infeksi saluran napas atas berupa demam, batuk dan pilek selama 3-5 hari, yang diikuti dengan sesak (napas cepat). Secara umum gejalanya lebih ringan," sebutnya.
Namun, pihaknya mengingatkan, pada anak dengan daya tahan yang menurun dapat menyebabkan kondisi yang berat. Waktu yang diperlukan untuk timbulnya gejala sejak kuman masuk ke dalam tubuh cukup panjang, tidak secepat virus SARS-CoV-2 yang menyebabkan COVID-19.
"Meski demikian, Ikatan Dokter Anak Indonesia perlu menegaskan sejumlah hal," ucap Dr Piprim, Ketua IDAI.
Pertama, meski terjadinya peningkatan jumlah kasus undiagnosed pneumonia yang disebabkan oleh Mycoplasma pneumonia di China merupakan informasi yang perlu dicermati, diwaspadai, dan ditindaklanjuti, tetapi tidak perlu menimbulkan kepanikan di masyarakat.
Kedua, surveilans infeksi sistem pernapasan pada anak (termasuk pneumonia) di Indonesia perlu lebih ditingkatkan, termasuk peningkatan fasilitas dari pemerintah untuk pengadaan fasilitas pemeriksaan untuk mengetahui kuman penyebab pneumonia pada anak, termasuk Streptococcus pneumonia, RSV, Mycoplasma pneumonia, dan lain-lain.
Ketiga, rumah sakit, klinik dan Puskesmas di Indonesia perlu melakukan analisis data jumlah pasien/kunjungan dan kematian akibat infeksi saluran pernapasan/pneumonia dari waktu ke waktu, baik pasien rawat inap, rawat jalan maupun instalasi gawat darurat, agar dapat dilaporkan dan dilakukan antisipasi dini jika ditemukan adanya peningkatan jumlah kasus yang signifikan.
Keempat, Mycoplasma pneumonia bukan merupakan kuman baru, dan pneumonia akibat Mycoplasma pneumoniae biasanya menyebabkan gejala pneumonia yang ringan yang dapat diobati dengan antibiotika.
Kelima, masyarakat perlu meningkatkan kembali perilaku hidup bersih dan sehat, termasuk kebiasaan mencuci tangan dan pemakaian masker.
Keenam, pemberian ASI eksklusif, vaksinasi lengkap dan vitamin A dosis tinggi sangat penting untuk mencegah bayi dan anak dari pneumonia.
Ketua IDAI kembali menekankan bahwa Pneumonia dapat dicegah dan dapat diobati. Perilaku hidup bersih sehat, termasuk kebiasaan mencuci tangan dan pemakaian masker, pemberian ASI eksklusif, vitamin A dosis tinggi, nutrisi dengan gizi seimbang, dan vaksinasi lengkap merupakan beberapa upaya untuk mencegah terjadinya pneumonia pada bayi dan anak.
Pemberian antibiotika yang tepat dan rasional oleh dokter merupakan pengobatan yang efektif pada anak dengan pneumonia yang disebabkan oleh bakteri.
"Jadi, kami mengimbau agar masyarakat jangan panik atas peningkatan jumlah kasus undiagnosed pneumonia di China, tapi tetap waspada," pungkas Dr Piprim. [BY]