Ribut Atlet Sea Games Dipulangkan Karena Tak Perawan, Aktifis: Itu Pelanggaran Hak Atlet
Font: Ukuran: - +
Deputi Sekretaris Jenderal Koalisi Perempuan Indonesia, Sutriyatmi. Foto: VOA/Sasmito
DIALEKSIS.COM | Jakarta – Atlet senam SEA Games 2019 asal Kediri, Shalfa Avrila Siani (17), yang dipulangkan karena diisukan tidak perawan, meski belakangan KONI membantah isu itu. Aktivis perempuan menilai, isu tersebut melanggar hak atlet untuk berprestasi.
"Itu pelanggaran hak atlet. Kita butuh atlet buat apa? Untuk melakukan peran, dia kan atlet senam, kita butuh keterampilan dan prestasi dia pada senam. Nggak ada hubungan selaput dara masih utuh atau tidak. Itu tidak ada hubungannya dan itu pelanggaran," kata Deputi Sekretaris Jenderal Koalisi Perempuan Indonesia, Sutriyatmi, di Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) Cipinang Besar Utara, Jakarta Timur, Minggu (1/12/2019).
Sutriyatmi tak setuju apabila urusan prestasi atlet dihubungkan dengan keperawanan seseorang. Menurutnya, yang seharusnya jadi fokus yakni tes kemampuan, bukan tes keperawanan.
"Kami tidak setuju, urusan prestasi dihubungkan perawan atau tidak. Ini harusnya dilakukan ke atlet pria juga, dia perjaka nggak. Tapi saya tidak ingin ada tes ini ke laki atau perempuan. Yang benar, harusnya dites kemampuan," ujarnya.
"Buat kami, buat apa sih tes itu? Keperawanan itu buat apa? Lalu di pegawai negeri, tes keperawanan, buat apa. Dan tidak ada gunanya. Keperawanan itu definisi dan fungsinya apa? Kita semua sudah tahu, selaput darah pecah ada berbagai macam hal penyebab nya, jadi buat apa lagi. Tes itu nggak ada gunanya," imbuhnya.
Dia menuturkan, jika terkait olahraga dan prestasi, yang harus ditekankan adalah bicara soal kemampuan atlet. Pemerintah, lanjut Sutriyatmi, harus melakukan pendidikan bahwa keperawanan bukanlah suatu standar dalam suatu pekerjaan.
Sementara itu, Direktur Yayasan Kesehatan Perempuan (YKP) Nanda Dwinita menambahkan, mengatakan, atlet yang dipulangkan karena isu tidak perawan ini harus jadi tantangan Indonesia supaya lebih baik.
Nanda menganggap, tes keperawanan tidak relevan dengan masa depan seseorang. Apalagi, dia menilai, hal tersebut merupakan ranah pribadi yang seharusnya tidak menjadi konsumsi publik.
"Karena dari sisi kesehatan, keperawanan itu kan ada lapisannya, lapisannya sangat tipis. Kita jatuh saja bisa sobek. Dan semua perempuan itu berbeda-beda, ada yang keeratannya sangat erat, ada yang tidak," paparnya. (im/detik)