Sistem Pemilu 2024 Tak Perlu Diubah, Jimly Asshiddiqie: Karena Tahapan Sudah Berjalan
Font: Ukuran: - +
Jimly Asshiddiqie Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) periode 2003-2008
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) periode 2003-2008 Jimly Asshiddiqie mengatakan sistem Pemilu 2024 tidak perlu diubah. Melihat aturan pemilu sudah ada, peraturan pelaksana KPU sudah terbit, dan tahapan pemilu yang sudah berjalan, salah satunya penetapan peserta pemilu.
Melihat rekam jejak perubahan sistem pemilu yang dilakukan MK pada tahun 2009 menjadi proporsional terbuka, Jimly menilai hal tersebut kurang tepat. Pasalnya, perubahan sistem pemilu baru dilakukan tujuh hari jelang pemungutan suara.
Anggota DPD RI DKI Jakarta ini meminta agar kedepannya dalam pengambilan putusan harus melihat pemilu sebagai satu kesatuan proses tahapan. Apabila tahapan pemilu sudah berjalan maka tidak boleh ada perubahan sistem pemilu.
"Kalaupun akan ada perubahan ketentuan undang-undang, berlakunya untuk pemilu berikutnya bukan untuk pemilu yang (prosesnya) sudah berjalan," ujar Jimly saat wawancara via daring, Senin (29/5/2023).
Putusan penggunaan sistem proporsional terbuka pada Pemilu 2009 dikarenakan tidak adanya mekanisme demokrasi internal. Tolok ukur yang dipakai saat itu ialah penentuan calon legislatif di 2004 yang ditentukan secara sepihak oleh ketua umum partai.
"Makanya diputuskan harus dibuat proporsional terbuka. Maksudnya terbuka itu pemilih memilih calonnya (caleg). Jadi, yang suaranya banya itu yang menang," tuturnya.
Merujuk kepada undang-undang dasar, tambah Jimly, yang menegaskan bahwa peserta pemilu itu partai politik, maka kewenangan menentukan siapa caleg yang akan duduk di DPR sepenuhnya urusan partai. Hal ini baik untuk menekan biaya pemilu yang terlampau mahal, tetapi beresiko menurunkan kualitas demokrasi.
Ia mengusulkan apabila akan kembali ke sistem proporsional tertutup harus ada kajian yang komprehensif agar terjadi demokrasi internal di partai politik. Sehingga diharapkan pemilihan anggota legislatif bukan sekedar kemauan ketua umum, tapi berdasarkan pemilihan internal di dalam partai politik.
"Harus ada modernisasi dan demokratisasi pelembagaan politik partai," ucap Jimly.