kip lhok
Beranda / Berita / Nasional / Soal Virus Korona, Indonesia Harus Belajar dari Kasus Flu Burung

Soal Virus Korona, Indonesia Harus Belajar dari Kasus Flu Burung

Sabtu, 25 Januari 2020 18:02 WIB

Font: Ukuran: - +

Ilustrasi


DIALEKSIS.COM | Jakarta - Ketua Pelaksana Komite Nasional Pengendalian Flu Burung dan Kesiapsiagaan menghadapi Pandemi Influenza 2006 -2010 (FBPI), Bayu Krisnamurthi, mengungkapkan Indonesia harus belajar dari kasus flu burung untuk menghadapi virus korona Wuhan.

"Indonesia dan dunia telah mengalami SARS, lalu Flu Burung, kemudian Flu Babi, bersambung dengan MERS, dan sekarang korona Wuhan. Semuanya berpotensi wabah. Jadi meskipun virus ini baru dan masih belum banyak diketahui karakter dan perilakunya, sebenarnya kita telah memiliki cukup pengalaman menghadapi situasi seperti ini," kata Bayu dalam keterangan resmi, Sabtu (25/1).

Dirinya menuturkan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk belajar dari pengalaman masa lalu.

Pertama, perlu sikap yang tepat. Serangan korona Wuhan ini riil, nyata terjadi, dan telah ada korban yang terserang dan ada yang meninggal. Karenanya, dibutuhkan sikap siaga yang penting ditunjukkan terutama oleh pemerintah, baik pusat maupun daerah.

"Tidak perlu mengelak atau menolak (denying), tetapi tidak perlu panik atau bersikap berlebihan. Jangan juga jumawa dan menganggap tidak akan terkena. Perlu sikap yang tepat: siaga, dan terus memperkuat kesiap-siagaan kita," ucapnya.

Kedua, diperlukan adanya otoritas penanganan. Meskipun korona Wuhan adalah zoonosis (penyakit bersumber hewan yang menyerang manusia) seperti flu burung, tetapi mengingat tidak ada ternak yang terlibat, maka pemerintah dapat fokus pada kesehatan masyarakat.

Dirinya menilai, Menteri Kesehatan Agus Terawan Putranto yang memiliki latar belakang militer tentu punya kapasistas untuk membangun sistem komando penanganan.

"Jika memerlukan koordinasi terkait dampak pariwisata atau perdagangan, dapat dilakukan melalui Kemenko Perekonomian atau Kemenko PMK. Sedangkan langkah-langkah kesiap-siagaan respon cepat darurat dapat dikoordinasikan dengan BNPB," imbuhnya.

Ketiga, salah satu yang mendesak terkait otoritas ini adalah sumber informasi yang otoritatif. Informasi menyebar sangat cepat dan dari sumber yang sangat banyak. Informasi dari otoritas dibutuhkan sebagai rujukan, juga arahan untuk langkah selanjutnya.

Keempat, informasi yang otoritatis itu sangat perlu didukung oleh pendapat ilmiah berbasis sains. Virus Corona Wuhan masih perlu dikaji, perilaku virus ini perlu diteliti, mutasinya perlu ditelusuri. Dirinya menilai, peneliti yang memiliki kapasitas dalam bidang tersebut harus terus mengembangkan informasi mengenai virus misterius ini agar dapat diketahui masyarakat luas.

"Jaringan litbang Kemkes punya ahli-ahli dan laboratorium yang sangat baik, didukung pula oleh kapasitas yang baik di lembaga penelitian-lembaga penelitian seperti di Lembaga Eijkman, IPB, Univ Airlangga, Univ Udayana, UGM, Univ Indonesia dan banyak lembaga lain. Laboratorium di beberapa rumah sakit juga telah cukup kuat untuk melakukan berbagai analisa," bebernya.

Kelima, tentu sangat disadari bahwa Indonesia itu besar dan luas, pintu masuknya banyak. Oleh sebab itu, kesiap-siagaan perlu dilakukan tidak hanya di Jakarta tetapi juga didaerah-daerah. Denpasar, Surabaya, Medan, Menado, dan Pontianak tampaknya perlu menjadi perhatian selain Jakarta.

"Dan jejaring yang telah terbentuk sejak Flu Burung dapat diaktifkan kembali," tambahnya.

Keenam, perlu dilakukan sosialisasi dan komunikasi publik terus menerus dengan berbagai bentuk untuk membangun kesadaran dan pemahaman yang benar serta membangun kesiap-siagaan.

"Dan langkah peningkatan daya tahan tubuh serta kebersihan dan sanitasi pribadi dan keluarga (cuci tangan, memakai masker, dan sebagainya). Iklan layanan masyarakat yang terdengar di radio sangat baik dan perlu disebarkan juga melalui media lain," tandasnya. (Im/mediaindonesia)



Keyword:


Editor :
Im Dalisah

riset-JSI
Komentar Anda