Tak Boleh Ada Intervensi Politik dalam Proses Hukum di KPK
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Jakarta – Pimpinan jilid IV Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku selama menjabat menjadi pimpinan telah menghadapi tantangan terberat karena "dikepung" oleh berbagai kepentingan yang ada.
Terkait hal itu, Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) UGM, Zaenur Rohman sepakat dengan pernyataan pimpinan KPK tersebut. Karena di tahun 2019 ini lembaga antirasuah menghadapi beragam macam serangan seperti melakukan revisi Undang-undang KPK.
"Memang 2019 ini KPK berada di titik nadir menurut saya, KPK menghadapi serangan dari berbagai dasar hukum yaitu undang-undang KPK direvisinya sangat melemahkan. Karena membatasi kewenangan yang sebelumnya dimiliki khususnya di bidang penindakan," ungkap Zaenur di Jakarta, Rabu (17/12/2019).
Menurut Zaenur, dikepungnya KPK oleh berbagai kepentingan mulai tekanan politik baik dari eksekutif ataupun legislatif saat melakukan tindakan penegakan hukum.
"Terlebih jika penegakan hukum tersebut melibatkan seorang elite politik," imbuhnya.
Atas dasar itulah dia menilai wajar pimpinan KPK mengakui dikepung dengan berbagai kepentingan yang ada selama menjabat empat tahun belakangan. Mengingat, sejatinya KPK adalah lembaga yang independen.
"Jadi, kalau saya melihat tantangan pemberantasan korupsi paling berat itu memang ancaman intervensi. Kenapa? Karena KPK adalah lembaga independen di mana setiap intervensi yang mengarah ke KPK itu sangat membahayakan kerja-kerja KPK sebagai lembaga independen," imbuh dia.
Zaenur berharap ke depannya KPK tetap menjadi lembaga yang independen di dalam melakukan penegakan hukum. Sehingga tak boleh ada intervensi kepentingan politik terkait sebuah proses hukum yang tengah berlangsung.
"Nah bagaimana menjamin agar KPK tetap menjadi lembaga independen, menurut saya setiap upaya penegakan hukum KPK itu harus dipandang sebagai sebuah proses hukum, dan tidak boleh ada intervensi politik terhadap proses hukum yang berlangsung di KPK," tuturnya.
Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif mengungkapkan, tantangan paling berat itu dihadapi oleh lembaga antirasuah lantaran adanya kepentingan yang seakan-akan tidak mendukung pemberantasan rasuah di Indonesia.
"Di ujung tahun kepemimpinan kami ini, tidak berlebihan jika kami ungkapkan, inilah tahun terberat ketika KPK secara keseluruhan terasa seperti dikepung kepentingan antipemberantasan korupsi," kata Syarif dalam konferensi pers Kinerja KPK 2016-2019 di Gedung Penunjang KPK, Jakarta Selatan, Selasa, 17 Desember 2019 kemarin.(Im/Okezone)