Tak Kooperatif, KPK Jemput Paksa Mardani Maming
Font: Ukuran: - +
Mardani Maming tak kooperatif dengan KPK hingga akhirnya dijemput paksa. [Foto: Istimewa]
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penggeledahan dalam rangka menjemput paksa tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait izin usaha pertambangan (IUP) Mardani Maming.
Tindakan itu dilakukan KPK lantaran Maming dinilai tidak kooperatif. Penggeledahan dalam rangka jemput paksa ini diatur dalam Pasal 1 Angka 17 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Hal itu diungkapkan oleh Plt Juru Bicara Penindakan KPK, Ali Fikri pada Senin (25/7/2022).
Ia mengatakan, bahwa KPK telah mengirimkan surat panggilan kedua terhadap Maming untuk hadir pada pemeriksaan tanggal 21 Juli 2022. Namun, yang bersangkutan tidak kooperatif dengan mangkir dari panggilan.
Ali kemudian menjelaskan tak ada dasar hukum apa pun yang menyatakan praperadilan dapat menghentikan proses penyidikan.
Diketahui, sejauh ini Maming mengajukan Praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan agar lolos dari proses hukum di KPK.
Melalui kuasa hukumnya, Maming menegaskan tidak akan memenuhi panggilan penyidik KPK sebelum putusan Praperadilan dibacakan pada Rabu (27/7/2022).
Menanggapi itu, Ali menjelaskan bahwa proses Praperadilan hanya untuk menguji syarat formil keabsahan, bukan untuk menguji substansi penyidikan.
"KPK pastikan dalam setiap penyelesaian perkara yang ditanganinya tetap patuh pada ketentuan dan proses hukum yang berlaku," ucap Ali.
Sebelumnya, Mardani Maming diproses hukum KPK lantaran diduga telah menerima uang sebesar Rp104 miliar terkait pemberian izin usaha pertambangan (IUP) di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.
Hal itu menjadi bukti permulaan penyelidikan KPK hingga menetapkan Maming sebagai tersangka. Maming kala itu menjabat sebagai Bupati Kabupaten Tanah Bumbu periode 2010-2018 dan disebut-sebut menerima uang yang dimaksud dalam rentang waktu 2014-2021. (CNN Indonesia)