Temukan Obat Kanker, Dua Siswa Palangkaraya Raih Penghargaan Ikon Pancasila
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Palangkaraya - Dua siswa SMAN 2 Palangkaraya Aysa Aurealya Maharani dan Anggina Rafitri yang meraih juara dunia atas temuan obat kanker mujarab akan mendapatkan penghargaan 'Apresiasi Pancasila' dari Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).
Dua siswi itu membuat obat kanker berbahan baku alami berupa batang pohon tunggal atau dalam bahasa Dayak disebut dengan bajakah yang diperoleh di hutan Kalimantan Tengah.
Selain dua siswi SMA itu, BPIP rencananya akan memberikan apresiasi terhadap 74 ikon Prestasi Pancasila pada 19 Agustus 2019 mendatang di Colomadu, Jawa Tengah.
"Ini barangkali menjadi inspirasi juga bahwa tiada batas usia untuk tetap berkarya bahkan menginspirasi untuk generasi-generasi muda Indonesia," kata Deputi Pengendalian dan Evaluasi BPIP, Rima Agristina di gedung BPIP, Jakarta Pusat, Selasa (13/8).
Penerima penghargaan itu berasal dari berbagai usia. Mulai dari usia 11 tahun hingga 96 tahun.
Rima mengatakan pemberian penghargaan itu diharapkan bisa menjadi inspirasi bagi masyarakat.
Sejumlah nama yang akan mendapat penghargaan itu, diantaranya, Samantha Edithso, seorang atlet catur berusia 11 tahun. Saparinah Sadli, seorang guru besar dan aktivis perempuan berusia 96 tahun. Saprinah sendiri adalah penggagas Komnas Perempuan.
Selain itu, Sri Rossyati serta Sri Irianingsih yang mendapat sebutan 'kartini kembar' sebagai penggagas pendidikan alternatif bagi masyarakat tìdak mampu.
Di kesempatan yang sama Plt Kepala BPIP Hariyono menjelaskan metode seleksi yang dilakukan terhadap 74 ikon tersebut.
Kata Hariyono, adalah memantau publikasi atau pemberitaan media tentang sejumlah tokoh dan mereka yang berprestasi.
"Kemudian kita juga minta data-data di kelembagaan kementerian, tokoh-tokoh atau warga yang pernah mendapat apresiasi dari lembaga yang bersangkutan," jelas dia.
Setelah itu, dari data yang didapat dipilih kandidat yang paling menonjol. Pemilihan itu dilakukan dengan memilih siapa yang memiliki dimensi ke-Indonesia-an lebih besar. Sehingga tidak semua yang memiliki karya dengan level internasional bisa mendapatkan penghargaan.
"Ada tokoh-tokoh yang menurut kita yang bersangkutan belum internasional, tapi telah memiliki inspirasi yang cukup besar. Bagaimana optimisme kebangsaan itu bisa dibangun," paparnya.
Haryono juga berharap mereka yang terpilih bisa ikut serta dalam proses menanamkan pendidikan pancasila.
"Sehingga guru-guru pendidikan Pancasila ataupun dosen Pancasila saat mengajar tidak harus ceramah saja, bisa memanggil yang bersangkutan untuk bercerita kenapa yang bersangkutan punya prestasi yang semacam itu," katanya. (im/CNNIndonesia)