Terkait Penghapusan Formasi CPNS Guru, Ketua Komisi X DPR RI Tolak Tegas
Font: Ukuran: - +
Ketua Komisi X DPR RI, Syaiful Huda. [Dok. DPR]
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Rencana pemerintah menghapus formasi penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) guru dalam skema rekrutmen Aparatur Sipil Negara (ASN) ditolak banyak kalangan. Salah satu pihak yang secara tegas menolak adalah Ketua Komisi X DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Syaiful Huda.
Menurutnya, penghapusan formasi CPNS bagi guru dikhawatirkan akan menurunkan minat kalangan muda untuk memilih profesi sebagai pendidik. "Kami menolak wacana penghapusan jalur CPNS bagi guru dalam seleksi ASN. Kami berharap hal itu masih rencana bukan suatu keputusan. Jika masih rencana kami harap segera dicabut," ujar Syaiful Huda, Sabtu (2/1/2021).
Dia menjelaskan, guru merupakan profesi yang membutuhkan stabilitas hidup tinggi bagi pelakunya. Mereka dituntut tidak hanya dari skill mengajar saja, tetapi juga mampu menjadi teladan dari sisi moral maupun spiritual. Standar tersebut, lanjutnya, tidak mungkin tercapai jika tidak ada jaminan kesejahteraan maupun karier bagi para pendidik di negeri ini.
“Status PNS bagi guru harus dipandang sebagai upaya negara untuk menghadirkan jaminan kesejahteraan dan karier bagi para guru. Dengan demikian mereka bisa secara penuh mencurahkan hidup mereka untuk meningkatkan kemampuan mengajar dan menjadi teladan bagi peserta didik,” tegas Huda.
Berangkat dari pemikiran itu, kata Huda, skema Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) sebenarnya tidak cocok untuk para guru. Dengan skema ini, mereka setiap tahun harus dievaluasi dan sewaktu-waktu bisa mendapatkan pemutusan hubungan kerja jika dinilai tidak mumpuni.
Menurut Huda, jika saat ini ada rencana rekrutmen sejuta guru honorer dengan skema PPPK harus dibaca sebagai upaya terobosan perbaikan nasib bagi jutaan guru honorer yang lama terkatung-katung nasibnya karena tak kunjung diangkat sebagai PNS oleh negara. "Jadi jangan hal itu dijadikan legitimasi untuk menutup pintu jalur PNS bagi guru. Semua ada konteksnya tidak bisa semena-mena dicampur adukkan,” tandasnya.
Politikus PKB ini menegaskan, pemerintah tidak bisa begitu saja beralibi jika skema PPPK sudah jamak dilakukan dibanyak negara maju. Bahkan PPPK di negara-negara tersebut begitu mendominasi dibanding PNS dengan komposisi 30:70.
Kendati demikian, komposisi itu harus dikontekstualisasikan dengan kondisi Indonesia. Apakah memang cocok atau membutuhkan afirmasi. Jika komposisi tersebut memang cocok, kata Huda, pertanyaan lebih jauh apakah guru termasuk tepat diambil dari pegawai kontrak.
“Guru itu output-nya bukan produk atau dokumen yang bisa diukur secara matematis. Guru itu output-nya adalah skill sekaligus karakter dari peserta didik. Jika mereka dengan mudah diambil dan dibuang karena status kontrak, bisa dibayangkan bagaimana output peserta didik kita di masa depan,” pungkasnya. (SINDOnews)