Ternyata, Petai Sudah Jadi Komoditas EKspor
Font: Ukuran: - +
Ilustrasi petai. (Shutterstock)
Dialeksis.com, Jakarta - Di balik baunya, ternyata petai digemari dunia. Terdapat orang-orang di berbagai Negara seperti Arab Suadi, Singapura dan Malaysia sangat setia mengkonsumsi petai, dan ternyata komoditas ini sudah diekspor ke mancanegara. Harian Trubus mengungkapkan, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten rutin mensuplai 420 kilogram petai tiap bulannya dalam bentuk papan maupun kupas. Tapi para eksportir ini belum memiliki perkebunan sendiri, sehingga mereka mencari ke para pengepul yang rajin blusukan ke sentra petai.
Menyikapi fenomena tersebut,maka petai menjadi salah satu komoditas hortikultura yang mulai akhir 2017 lalu mendapatkan perhatian. Petai termasuk salah satu dari 13 komoditas hortikultura yang mendapat anggaran untuk produksi benihnya pada 2017 dan dilanjutkan 2018. Menurut Direktorat Sayuran dan Tanaman Obat Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian, luas kawasan yang menjadi target pengembangan kawasan petai yaitu 1.067 hektare. Pengembangan petai ini tidak membutuhkan benih yang sedikit, sedangkan tanaman petai ini masih menggunakan varietas local serta tidak ada penangkarnya.
Lagi-lagi Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian mendukung pengembangan kawasan petai ini melalui produksi benih petai. Dukungan Balitbangtan melalui produksi benih bermutu ini untuk meningkatkan daya saing komoditas petai yang sudah menembus pasar ekspor. Melalui Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Balitbangtan mendapatkan mandat untuk memproduksi benih petai yang akan didistribusikan ke kawasan pengembangan.
Kepala Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Haris Syahbuddin menjelaskan, BPTP pada tahun ini akan memproduksi 70 ribu batang petai yang tersebar di empat BPTP.
"Empat BPTP yang mendapatkan tugas memproduksi benih petai, yaitu BPTP Sumatera Barat sebanyak 20 ribu batang, BPTP Banten sejumlah 20 ribu batang, BPTP Bengkulu 10 ribu batang dan BPTP Jawa Barat sebanyak 20 ribu batang. Produksi ini merupakan kelanjutan dari 2017 dan ada juga yang baru dimulai 2018 ini," tambahnya.
Pada 2017 lalu, BPTP sudah menghasilkan 30.910 batang bawah yang akan dilanjutkan penyambungannya pada 2018. Kendala di daerah adalah tidak tersedianya mata tempel petai ini, sehingga kemungkinan besar benih petai akan didistribusikan tanpa diokulasi. Selain itu, penggunaan varietas lokal dalam produksi petai akan sedikit menghambat proses sertifikasi. Namun hal ini sudah dapat diatasi dengan didaftarkannya varietas ini seperti di Banten dan alokasi benih petai tersebut.
"Harapan kita, petai Indonesia bisa mendunia dengan kuantitas eksport yang semakin meningkat," kata Haris. (Rilis.id)