kip lhok
Beranda / Berita / Nasional / Tren LGBT di Bandung Barat Meningkat

Tren LGBT di Bandung Barat Meningkat

Selasa, 22 Mei 2018 12:13 WIB

Font: Ukuran: - +

Ilustrasi

Fenomena lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) di Kabupaten Bandung Barat mengalami tren peningkatan, hingga kini terdapat ribuan komunitas. Penduduk berusia produktif pun banyak yang terjangkit virus HIV/AIDS, karena terkena penularan melalui hubungan LGBT.


Ketua Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) KBB Lili Koesmadi Antoro mengatakan, berdasarkan data KPA Bandung Barat hingga Desember 2017 terdapat 280 warga yang terkena HIV/AIDS. Dari jumlah tersebut, 14 persen di antaranya merupakan kalangan ibu rumah tangga. Sebanyak 10 persen dari penderita HIV/AIDS berusia produktif.


"Dari 280 pengidap HIV/AIDS, enam orang di antaranya meninggal dunia. Sebanuak 280 kasus itu data sampai Desember 2018. Untuk data 2019, kami sebetulnya sudah ada, tapi belum divalidasi, belum diakurkan dengan data dari Dinas Kesehatan," kata Lili di Ngamprah, Senin 21 Mei 2018.


Lili mengaku prihatin dengan banyaknya kasus HIV/AIDS di Bandung Barat, karena jumlah rilnya kemungkinan lebih banyak. Temuan kasus KPA kebanyakan berada di daerah Padalarang dan Lembang. Menurut Lili, fenomena LGBT berpotensi meningkatkan jumlah penderita HIV/AIDS, karena penularan dapat terjadi melalui hubungan seksual LGBT.


Pendekatan agama

Lili menjelaskan, KPA berupaya mencegah peningkatan LGBT di Bandung Barat dengan melakukan pendekatan malalui agama. "Kami ajak bicara satu persatu, jadi enggak sporadis. Penanganan LGBT ini harus dengan kepekaan. Jadi, kami dekati mereka agar dapat membuka hatinya untuk mengikuti ajaran agama yang mereka yakini," ujarnya.

Mengenai penanganan bagi penderita HIV/AIDS, dia menjelaskan, KPA membentuk Warga Peduli AIDS di tingkat desa. WPA itu, kata dia, menjadi wadah untuk menjaring penderita HIV/AIDS sekaligus melakukan penyulihan. Keberadaan WPA di desa dianggap sangat positif untuk mencegah penularan HIV/AIDS pada masyarakat.

"Buat penanganan kasus HIV/AIDS, kami berupaya mengoptimalkan WPA dan peran serta masyarakat. Jadi, kami dibantu WPA untuk memfilternya di tingkat desa. WPA itu efektif untuk menjaring penyandang HIV/AIDS. Namun, kami baru mampu membentuk WPA di 22 desa, dari 165 desa yang ada di Bandung Barat. Artinya, tugas kami masih cukup berat," tutur Lili.

Lili menambahkan, pada tahun ini KPA Bandung Barat berencana menambah pembentukan WPA di desa-desa lainnya. "Kalau dana hibah dari pemerinyah turun, kami akan bentuk WPA yang baru. Hibahnya ini kan belum turun, makanya saya menghadap ke Pak Bupati juga. WPA ini bisa mencakup banyak orang, bahkan ada WPA yang mampu membiayai kegiatan mereka," katanya.***. (pikiran rakyat)

Keyword:


Editor :
HARIS M

riset-JSI
Komentar Anda