Varian Corona Delta: Mutasi Ganda, Infeksius, dan Gejalanya
Font: Ukuran: - +
Varian virus corona delta menyita banyak perhatian. Kenali virus corona varian delta (Foto: iStockphoto/Ovidiu Dugulan)
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Varian virus corona delta menyita banyak perhatian. Pasalnya varian delta disebut-sebut lebih menular (infeksius) dibanding varian sebelumnya. Selain itu, virus corona varian delta ini juga disebut memiliki gejala klinis yang lebih berat dan beragam.
Varian delta merupakan mutasi pada virus corona B.16.17.2. Mutasi ini ditemukan pertama kali di India. Kini varian delta menyebar luas hingga ke 74 negara, bahkan transmisi lokal virus corona varian delta juga sudah ditemukan di Indonesia.
Dokter Spesialis Penyakit Dalam Eric Daniel Tenda, mengatakan sejatinya virus memang akan selalu bermutasi sebagai cara dia beradaptasi pada lingkungan layaknya makhluk hidup.
Pada kasus varian delta, virus SARS-CoV-2 gagal melakukan 'fotokopi' dirinya sehingga beberapa struktur protein virus tidak terbentuk dengan baik. Alhasil, virus yang terbentuk berbeda dengan virus awalnya sehingga terjadi mutasi. Diketahui ada empat jenis mutasi Covid-19 yang menjadi varian of concern (VOC) Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Pertama varian alfa B117, varian beta, gamma, dan terakhir varian delta.
Varian alfa sebelumnya dikatakan 70 persen lebih infeksius dari virus aslinya. Sedangkan varian corona delta 40 persen lebih infeksius dari varian alfa.
"Jadi kalau pakai matematika sederhana, varian delta bisa 100 kali lebih infeksius dari varian alfa," kata Eric, kepada CNNIndonesia.com, Senin (21/6).
Varian delta memiliki angka pertambahan kasus atau basic reproductive number(R0) 6-8. Angka tersebut mengindikasikan betapa virus cepat menyebar dari satu penularan.
Pasalnya, pada varian corona lainnya seperti varian alfa hanya memiliki R0 sekitar 2-3.
"Kenapa dia lebih infeksius? Karena varian delta ini terjadi akibat ada mutasi ganda (double mutation)," ucap Eric.
Melansir Science Media Center, varian delta diduga muncul sebab mutasi dua varian L452R dan P681R pada virus SARS-CoV-2 yang gagal terbentuk dengan baik.
Meski demikian, penelitian soal asal muasal varian delta masih harus dilakukan lebih lanjut.
Eric menjelaskan, mutasi ganda pada virus SARS-CoV-2 dapat mengakibatkan angka infeksi semakin meningkat. Sebab virus menjadi lebih kuat dan mudah menginfeksi individu.
"Orang yang terinfeksi juga kondisi klinisnya jadi lebih berat," kata Eric.
Namun varian delta juga tetap bisa menginfeksi orang yang telah menerima vaksin Covid-19. Hanya saja, bagi orang yang telah divaksin, gejala klinis yang dialami cenderung tidak lebih berat ketimbang mereka yang belum menerima vaksin Covid-19.
Gejala lebih banyak
Terkait dengan gejala, Eric menjelaskan infeksi varian corona Delta masih memiliki kesamaan gejala dengan varian lainnya.
Umumnya, orang yang terinfeksi Covid-19 akan menderita demam, sesak napas, dan batuk. Beberapa pasien Covid-19 juga dilaporkan mengalami gangguan pencernaan.
Pada pasien Covid-19 yang terinfeksi varian delta, ada gejala tambahan yang biasa ditemukan. Beberapa di antaranya seperti sakit kepala, sakit di saluran pendengaran, telinga berdenging atau linu di bagian dalam.
"Pada varian corona delta, sakit jadi lebih berat, kalau dia sesak napas akan lebih sesak, ada juga ditemukan gejala berupa sakit telinga," ujar Eric.
Meski ditemukan gejala sakit telinga, Eric belum bisa menjelaskan lebih lanjut mengapa infeksi Covid-19 juga berdampak hingga saluran pendengaran.
"Diperlukan penelitian lebih dalam untuk menjelaskan penyebab sakit telinga pada pasien Covid-19 varian delta," ujarnya.
Anosmia juga bisa menjadi salah satu gejala Covid-19 yang disebabkan oleh varian delta. Selain itu, Eric juga menemukan jumlah trombosit yang lebih banyak pada pasien yang terinfeksi varian delta. Trombosit yang tinggi pada tubuh bisa menyebabkan penggumpalan darah hingga mengganggu kerja sistem kardiovaskular.
Trombosit yang tinggi juga bisa jadi penyebab gangrene atau kematian jaringan pada anggota tubuh. Beberapa jenis penyakit komorbid lebih memungkinkan terjadinya gangrene.
"Pada pasien varian delta sering ditemukan kadar trombosit lebih banyak yang dapat menyebabkan gangrene," ujarnya.
"Jadi sekali lagi kalau ngomong mengenai gejala, pada varian delta akan lebih berat," sambung Eric.
Dikhawatirkan mempengaruhi tes antigen
Sampai saat ini belum ada laporan bahwa varian delta bisa mempengaruhi akurasi tes antigen. Namun rapid test PCR untuk mendeteksi Covid-19 lebih disarankan karena akurasinya yang lebih tinggi.
Dalam beberapa kasus yang dijumpai Eric, pasien yang dicurigai terinfeksi varian delta memiliki kadar CT Value yang rendah. Sementara CT Value digunakan untuk mengukur jumlah siklus yang dihasilkan saat mencari material genetik virus SARS-CoV-2 pada lendir dalam pemeriksaan swab antigen atau PCR.
CT Value yang rendah pada pasien corona varian delta dikhawatirkan bisa tak terbaca jika dites menggunakan antigen.
"Tapi ini baru laporan saja, belum ada publikasi ilmiah bahwa varian delta itu CT Value rendah. Hanya kalau bisa mengakses tes PCR, maka disarankan pakai PCR karena itu gold standar pemeriksaan Covid-19," pungkasnya. (CNN Ind)