Wacana Aktifkan Kembali Sekolah, Pakar Ingatkan Potensi Klaster Covid-19
Font: Ukuran: - +
Para siswa mengenakan masker saat mengikuti kelas di sebuah sekolah di Vientiane, Laos. [Xinhua/Kaikeo Saiyasane]
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Pakar epidemiologi Universitas Indonesia, Syahrizal Syarif, mengatakan pemerintah harus lebih bijak dalam menerapkan konsep new normal atau kenormalan baru di dunia pendidikan, khususnya sekolah.
"Normalitas baru di satuan pendidikan harus dijaga dengan baik agar tidak menjadi sumber klaster baru penularan Covid-19 di masyarakat," kata Syarif melalui pesan singkat mengutip Tempo, Senin (1/6/2020).
Menurut dia, kompleksitas penerapan new normal di fasilitas pendidikan seperti sekolah dan pesantren bakal lebih sulit ketimbang di transportasi umum atau pusat perbelanjaan.
Sebab, pembukaan tempat belajar akan meningkatkan jumlah kontak orang per satuan waktu, salah satu dari tiga faktor penting dalam upaya menurunkan angka reproduksi aktual virus.
Sehingga dua faktor lainnya, yakni kemungkinan tertular jika ada yang sakit dan lama waktu potensi penularan, harus dapat dikurangi dengan protokol kesehatan dan deteksi dini terhadap mereka yang sakit.
"Sudah jelas anak-anak tidak mempunyai kerentanan yang lebih rendah dibanding orang dewasa, walau gejala klinis yang muncul lebih ringan jika mereka terinfeksi," ucapnya.
Pemerintah, menurut dia, perlu menyusun kesiapsiagaan yang baik untuk menghadapi normal baru di dunia pendidikan. Mulai dari orang tua murid, pihak sekolah, fasilitas sarana prasarana hingga sistem pemantauan dan respons yang tepat sebelum membuka sekolah dan pesantren di tengah wabah ini.
Selain itu, lanjut Syahrizal, perlu ada jaminan kesiapsiagaan satuan pendidikan untuk melaksanakan protokol kesehatan mulai dari cek suhu tubuh, pencegahan infeksi, dan jaga jarak dalam ruang belajar.
"Termasuk meniadakan ekstra kurikuler yang menyebabkan perkumpulan dan bersentuhan seperti kegiatan seni, olahraga, dan budaya di sekolah," ujarnya.
Yang tidak kalah penting, tutur dia, adalah menjaga tidak terjadinya stigma terhadap murid, guru, staf admin yang kemungkinan tertular Covid-19.
"Di samping itu dukungan psikososial bagi yang membutuhkan akibat ketakutan situasional," kata Syahrizal. (Tempo)