kip lhok
Beranda / Berita / Nasional / Wapres Minta Pembahasan RUU Cipta Kerja di DPR Terbuka

Wapres Minta Pembahasan RUU Cipta Kerja di DPR Terbuka

Minggu, 16 Februari 2020 17:06 WIB

Font: Ukuran: - +

Wapres Ma'aruf Amin. Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas


DIALEKSIS.COM | Jakarta - Wakil Presiden Ma'ruf Amin meminta pembahasan omnibus law  RUU Cipta Kerja di Dewan Perwakilan Rakyat terbuka untuk publik. Menurut dia, pemerintah ingin publik banyak terlibat dalam pembahasan ini. 

"Publik harus tahu dan publik harus bisa memberikan pendapat-pendapat," katanya usai meresmikan pembukaan Jelajah Nusantara Pameran Artefak Rasulullah SAW dan Para Sahabat Nabi RA di Museum Situs Kepurbakalaan Banten Lama, Serang, Banten, Ahad, 16 Februari 2020.

Ma'ruf tampak enteng menanggapi sejumlah kritik dari masyarakat, terutama terkait omnibus law Cipta Kerja yang beberapa hari lalu draf rancangannya telah diserahkan ke DPR. Menurut dia, rancangan UU itu memang harus keluar ke publik sehingga mereka bisa memberi tanggapan.

Di sisi lain, Ma'ruf Amin  meminta publik memahami tujuan pemerintah yang ingin menerbitkan beberapa omnibus law. Pemerintah, kata dia, semata-mata ingin memperbaiki kekurangan yang ada selama ini. "(Untuk) mempermudah usaha, menghilangkan birokasi yang... deregulasi, semua itu. Mana aturan-aturan yang selama ini menghambat kita harus hilangkan," ucap dia.

Sebelumnya, sejumlah kalangan seperti buruh, aktivis, jurnalis, mengkritik rancangan RUU Cipta Kerja dari pemerintah. Ketua Umum Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Nining Elitos, misalnya, mengkritik penghapusan cuti khusus atau izin tak masuk saat haid hari pertama bagi perempuan.

Sekretaris Jenderal Serikat Pekerja Kreatif Sindikasi, Ikhsan Raharjo, mengkritik pemerintah yang ikut menyasar mengubah sejumlah pasal pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dalam RUU Cipta Kerja itu. Alasannya perubahan ini dilakukan secara eksklusif, dan tidak melibatkan stakeholder dari pihak pers.

Sementara itu, aliansi buruh menilai sejumlah aturan dalam RUU Cipta Kerja itu dianggap merugikan mereka. Contohnya aturan ini memungkinkan skema pengupahan dengan meniadakan upah minimum kabupaten/kota (UMK), upah minimum sektoral kabupaten/kota (UMSK), dan menjadikan UMP sebagai satu-satunya acuan besaran nilai gaji.

Pemerintah juga hendak memangkas besaran pesangon yang wajib dibayarkan pengusaha jika melakukan pemutusan hubungan kerja. Ada pula aturan yang dianggap membuat nasib pekerja alih daya atau outsourcing semakin tidak jelas. (Im/tempo)



Keyword:


Editor :
Im Dalisah

riset-JSI
Komentar Anda