Waspadai Propaganda Lewat Medsos
Font: Ukuran: - +
Pol. Ir. Hamli, Direktur Pencegahan BNPT RI
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Direktur Pencegahan BNPT, Brigjen Pol. Ir. Hamli, M.E., mengingatkan para pemangku kebijakan untuk terus mewaspadai propaganda lewat media sosial yang dilakukan oleh kelompok radikal.
"Mereka justru memanfaatkan situasi ketika mayoritas orang diam dirumah serta lebih banyak beraktifitas secara online, dengan meningkatkan propagandanya di dunia maya. Bahkan tidak berhenti di internet, mereka menyerukan serangan teror mumpung pemerintah sibuk menangani Covid-19." sebut Hamli di hadapan para PNS Baru BNPT. Selasa 9 Juni 2020
Pembekalan PNS baru itu dirasakan perlu oleh Deputi Bidang Pencegahan, Perlindungan, dan Deradikalisasi BNPT melalui Direktorat Pencegahan sebagai upaya memberikan semacam kekebalan atau vaksin kepada seluruh pemangku kepentingan melawan serangan virus ideologi radikal dan penetrasi kelompok terorisme di masa pandemi, memperkuat empati dalam bingkai NKRI.
Covid-19 telah ditetapkan World Health Organization (WHO) menjadi global pandemic. Virus ini pertama kali muncul di kota Wuhan, China, pada
akhir tahun 2019. Saat itu, lebih dari seratus warga kota Wuhan terinfeksi virus ini. Jumlah korban terus meningkat hingga pemerintah China menutup kota itu pada tanggal 23 Januari 2020. Namun demikian, penyebaran virus ini terus meluas ke berbagai negara, termasuk Indonesia.
Presiden Joko Widodo pada tanggal 2 Maret 2020 mengumumkan sejumlah Warga Negara Indonesia terjangkit Covid-19. Setelah itu
kecenderungannya terus bertambah. Padahal hingga sekarang belum ditemukan vaksin yang dapat menyembuhkan. "Hal ini menyiratkan bahwa
Covid-19 belum sepenuhnya dapat dikendalikan dan memicu keresahan." Hamli.
Pemerintah Indonesia tidak tinggal diam menghadapinya. Dalam periode paling krusial, jika tidak diambil langkah-langkah yang cepat dan tepat, ledakan krisis multidimensi akan lebih sulit diatasi. Berbagai upaya pencegahan dan mitigasi dilakukan pemerintah. Salah satunya adalah arahan untuk bekerja, belajar, dan beribadah dari rumah, sebagai bagian dari social distancing, yang belakangan diganti dengan istilah physical distancing.
Kondisi pandemi dan kebijakan pemerintah yang populer via tagar #dirumahaja ini bukan berarti memadamkan cita-cita kelompok radikal
terorisme. Mereka justru memanfaatkan situasi ketika mayoritas orang diam di rumah serta lebih banyak beraktifitas secara online, dengan meningkatkan propagandanya di dunia maya. Bahkan tidak berhenti di internet, mereka menyerukan serangan teror mumpung pemerintah sibuk menangani Covid-19. (J)