2019 Presiden Baru untuk Rakyat, Badai Pasti Berlalu
Font: Ukuran: - +
Ilustrasi. (Ist)
Oleh Kuldip Diva Singh
Fenomena gerakan kaos hastag #2019 Ganti Presiden yang belakangan ini menjadi viral di media sosial dan bahkan menjadi perbincangan setiap hari di publik. Tak pelak Jokowi pun memberikan tanggapan yg sinis. Apa sebab fenomena ini terjadi ? Apakah hal ini dapat dikategorikan sikap provokatif atau ini adalah sikap ketidakpuasan publik terhadap kinerja pemerintahan Jokowi ?
Indonesia memasuki babak baru dalam mekanisme pemilihan presiden pada tahun 2004, setalah amandemen UUD terkait pasal pilpres yg tadinya dipilih melalui suara wakil rakyat di DPR/MPR RI menjadi dipilih secara langsung oleh rakyat.
Dampaknya, mulailah rakyat secara aktif turut serta dalam berbagai proses politik tersebut. Bahkan ikut memberikan pengaruh yg kuat dari sebelum pasangan capres dimunculkan oleh partai2 politik. Lalu muncullah lembaga2 konsultan politik swasta dan lembaga2 survey. Kedua hal ini sangat berpengaruh dalam proses pilpres tersebut. Perdebatan2 gagasan dan person yg layak dicapreskan, ikut memberikan pengaruh kepada elit2 partai dalam menentukan siapa capres yg akan dicalonkan dan dgn siapa mrk hrs berkoalisi. Suatu suasana yang belum pernah terjadi pada pilpres2 sebelumnya.
Partisipasi publik pun naik secara signifikan, wlpn masih juga ada angka golput. Publik berbondong2 membentuk relawan sebagai upaya menggalang dukungan bagi capres yang mereka ingin menangkan. Berbeda dgn mesin parpol yg memang telah terbentuk, dan sangat kental fatsunnya, maka gerakan relawan ini lebih condong melakukan branding thp personal si calon presiden dan cawapresnya. Mrk tdk terafiliasi dgn tim bentukan parpol. Mrk bersinergi namun mrk independen dan mandiri dalam melakukan pergerakannya.
Siapakah motor penggerak para relawan ini. Mrk adalah masyarakat kelas menengah yg tinggal di wilayah perkotaan, yg cenderung tdk buta dan awam politik, tingkat pendidikannya baik dan relatif kreatif. Kolaborasi antara parpol dan relawan inilah yang kemudian menjadi kekuatan dahsat bagi pasangan capres memenangkan pertempuran.
Kembali kepada konteks Presiden Baru Untuk Siapa, idealnya ya tentu untuk rakyat, untuk negara dan bangsa. Pilpres adalah sarana pergantian kepemimpinan nasional secara konstitusional yang di Indonesia disepakati berlangsung setiap 5 tahun sekali.
Kenapa perlu dilakukan pergantian? Untuk menghindari adanya otoritarian dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Lalu untuk mencapai tujuan nasional yakni masyarakat yg adil dan makmur, masyarakat yg sejahtera dan berkeadilan sosial. Dalam upaya tersebut tentu layak dilakukan pergantian agar publik mendapatkan pemimpin yg berkualitas dan bercita rasa Indonesia. Dalam setiap pilpres ada harapan baru thdp capres2 yg muncul. Harapan utk melakukan perbaikan2, sehingga cita cita kemerdekaan dapat diwujudkan nyata.
Harapan baru itulah yang disuarakan oleh publik saat ini. Publik merasakan kesulitan dalam hal ekonomi, publik merasakan rentannya kedaulatan negara dalam kebijakan2 politik Jokowi, publik merasakan adanya gesekan2 yang kuat akibat kurang kuatnya leadership Jokowi sbg nahkoda pemerintah. Janji2 masa kampanye 2014, di tahun ke empat berjalan ini blm dapat dipenuhi. Setidaknya kami mencatat ada 66 janji Jokowi yg dianggap publik gagal diwujudkan.
Lantas apakah dengan memilih presiden baru, badai tersebut akan berlalu? Apakah Presiden Baru kelak akan membawa dampak lebih baik bagi publik ? Apakah yg miskin menjadi sejahtera? Apakah yg bodoh menjadi pintar? Apakah perilaku korup dapat dihentikan atau dikurangi signifikan? Kuncinya terletak pada partisipasi publik yg tdk boleh berhenti. Kekuasaan itu memiliki kecendrungan disalahgunakan, sebab itu harus selalu diawasi dan di kritisi. Peran ini tdk hanya ada pada lembaga DPR/MPR namun juga civil society. Trias politika harus benar2 kita wujudkan bkn hanya sbg jargon atau etalase konstitusi semata. Rakyat harus memasuki ruang2 politik dan terlibat dalam proses setiap pengambilan keputusan yg menyangkut hajat hidup orang banyak
Selain itu dibutuhkan pers yang independen yg dpt bersinergi dengan kelompok2 civil society utk penguatan sistem demokrasi. Saat ini media sosial sdh menjadi alternatif arus informasi yang jangkauannya luas dan massif.
Presiden baru pada pilpres 2019 yang akan datang adalah sebuah keniscayaan yang tidak dapat dibendung manakala pemerintahan Jokowi dalam sisa 1 tahun masa jabatannya ini tdk mampu menunaikan janji-janjinya.
Suara rakyat suara Tuhan. Sebagai pameo bahwa keinginan publik menginginkan Presiden Baru adalah sejalan dengan keinginan Tuhan. Rakyat Indonesia yang harus menentukan dalam pilihannya yang tepat pada figur yang dibutuhkan Indonesia saat ini.
*Penulis adalah Aktivis PIJAR dan Jaringan ProDem