Beranda / Opini / Banjir Bandang di Aceh: Perubahan Iklim dan Rekomendasi Mitigasi Berkelanjutan Berbasis Blue Ocean Strategy System

Banjir Bandang di Aceh: Perubahan Iklim dan Rekomendasi Mitigasi Berkelanjutan Berbasis Blue Ocean Strategy System

Rabu, 18 Desember 2024 12:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Penulis :
Sitti Zubaidah, dkk

Sitti Zubaidah. Foto: dok pribadi


“Apakah kamu tidak melihat bahwa Allah menurunkan air dari langit, lalu Dia mengalirkannya menjadi mata air di bumi, kemudian dengan air itu Dia menumbuhkan tanam-tanaman yang bermacam-macam warnanya; kemudian ia menjadi kering lalu kamu melihatnya menguning; kemudian Dia menjadikannya hancur berderai-derai? Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat pelajaran bagi orang-orang yang berakal.” (Surah Az-Zumar: 21)

DIALEKSIS.COM | Opini - Banjir adalah bencana hidrometeorologi yang paling sering terjadi diberbagai wilayah negara Indonesia. Propinsi Aceh mulai diguyuri hujan lebat sampai mengakibatkan banjir bandang yang dapat menimbulkan milyaran kerugian harta benda, sarana dan prasarana publik dan segala asset sektor usaha ekonomi masyarakat dan pemerintah daerah. Belajar dari banjir bandang yang terparah pada bulan Oktober di Kecamatan Seruway Kabupaten Aceh Tamiang dan Kecamatan Trumon Kabupaten Aceh Selatan tersebut. 

Dalam hal ini, Dosen dan Mahasiswa Pascasarjana Prodi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan mengalisis masalah tersebut melalui metode Discussion pada Mata Kuliah Manajemen Mitigasi Lingkungan bahwa penyebab dari kedua banjir bandang tersebut diakibatkan oleh kombinasi antara Faktor Alam dan Faktor Aktivitas Manusia.

Faktor Alam

Curah Hujan Ekstrem (Equatorial Type) terjadi dari bulan September sampai dengan Desember setiap tahunnya, dan pada bulan Oktober merupakan bulan puncak musim hujan di wilayah Aceh terutama wilayah Barat Selatan Aceh, juga dipengaruhi oleh Monsun Asia - perbedaan suhu yang signifikan antara Daratan Asia dan Samudra di sekitarnya atau La Nina dalam durasi lama dapat memicu tingginya curah hujan yang dapat meningkatan debit air Sungai di dua kecamatan secara drastis karena pasang surut laut yang sedang mati (neap tide) sehingga air tertahan dan meluap, hingga mengalir (run off) dengan kecepatan tinggi ke anak-anak Sungai atau Sub DAS. Kedua Kecamatan Trumon dan Seruway memiliki curah hujan yang kategori cukup tinggi rata-rata 2000-2500 mm/tahun.

Kondisi Geografis dan Topografi, Wilayah Trumon dan Seruway memiliki topografi yang berbeda namun memiliki tingkat kemiringan yang rentan terhadap banjir. Topografi yang berbukit bukit dengan kemiringan lereng antar 10-25 % sangatlah rentan terhadap terjadinya bencana, yaitu Kecamatan Trumon memiliki kemiringan lereng antara 8-20% (kategori sebagai wilayah landai) dan didominasi bentuk bergelombang terutama dibagian timur lebih berbukit, mempercepat aliran air dari hulu ke hilir yaitu dari run off akan bertumpu dan mengalir ke sungai Trumon hingga meluap ke wilayah pemukiman setempat tanpa penghambat secara alami., sedangkan Kecamatan Seruway memiliki kelerengan 25% yang lebih datar memiliki sungai besar (Sungai Tamiang) yang rawan meluap dengan cepat dan memiliki karakteristik sungai besar, rentan terhadap limpasan air dari hulu. Perbatasan DAS Kecamatan Trumon dan Sungai Alas memicu penyebab utama banjir di Kawasan Trumon Tengah dan Trumon Timur.

Kedua Faktor tersebut Curah Hujan Ekstrem dan Kondisi Geografis mengakibatkan laju aliran air (run off) membentuk sendimentasi dikarenakan pengendapan material di Daerah Aliran Sungai (DAS) sehingga masalah klasik yang terus memicu banjir di wilayah tersebut setiap tahunnya. Adapun material pengendapan di DAS yang merupakan akumulasi dari hari kehari, minggu ke minggu dan bulan ke bulan berikutnya tanpa ada pembersihan dan pengerukan di sekitar DAS sehingga mempersempit jalur aliran air seperti:

1. Pasir dan Lumpur, aliran sunggai dari daerah pengunungan, perbukitan atau lereng di wilayah tersebut atau tanah yang tererosi mengendap dan menumpuk di DAS saat aliran air melemah/ arus lambat.

2. Batuan dan Kerikil, terbawa saat aliran air yang deras selama hujan dari daerah penggunungan atau perbukitan di wilayah tersebut.

Faktor Aktivitas Manusia (Antropogenik)

“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jalan yang benar.” (Surah Ar-Rum :41)

Kerusakan lingkungan oleh aktivitas manusia merupakan faktor pendukung utama peningkatan risiko banjir bandang dan memperparah kondisi banjir di wilayah Kecamatan Trumon dan Kecamatan Seruway, seperti:

Deforestasi dan Erosi Tanah di kedua kecamatan ini hampir setiap hari meningkat dari penebangan hutan liar dan pembukaan areal baru tanpa adanya sistem pertanian pola konservasi terpadu yang mengikuti norma lingkungan hidup yang berkesinambungan, tanpa izin resmi dari Pemda. Akibat penebangan hutan liar tersebut mudah terjadi sedimentasi yang menumpuk dan merusak ekologi sungai berdampak kepada volume dan daya tampung DAS menjadi dangkal dan terhambat laju air dari hulu ke hilir, dan begitu juga dengan pola pertanian Tanpa konservasi mengakibatkan erosi tanah berakibat tanah longsor dan mampu merusakan infrastruktur publik disekitarnya. 

Aktivitas pembalakan liar dan konversi hutan menjadi lahan perkebunan seperti perkebunan kelapa sawit, perkebunan karet, dan pembukaan araeal HPH / perkebunan baru atau pola pertanian tanpa konservasi mengurangi daya resapan air di kedua wilayah. Sendimen dari kegiatan tersebut di sekitar dan atau dekat sungai yang dapat menyebabkan tanah tererosi lebih mudah dan cepat dan juga sampah organik yang tercipta ikut terbawa arus seperti daun, ranting dan material organic lainnya yang dapat mengendap di dasar dan pinggiran DAS dan mengakibatkan tersumbat pada aliran air dibeberap titik.

Degradasi Ekosistem Sungai di kedua wilayah akibat dari aktivitas ekonomi manusia yang dapat merusak kualitas air seperti pembuangan limbah rumah tangga, industri kecil dan polusi sehingga mengurangi keanekaragaman hayati yang mampu menahan banjir dari akar vegetasi di dasar Sungai.

Perubahan Aliran Sungai dan Pembangunan Infrastruktur seperti pembuatan jalan, pemukiman, dan infrastruktur umum lainnya di sekitar jalur aliran sungai sehingga mengubah pola lairan air dan pengendapatan material lebih cepat dan mempersempit aliran air selama hujan deras di wilayah tersebut.

Ekonomi Sosial Masyarakat, peningkatan kebutuhan ekonomi masyarakat/ kebutuhan pangan cenderung meningkat setiap tahun. Hal ini, tentunya kerusakan lingkungan dan alih fungsi lahan menjadi areal baru aktivitas ekonomi seperti dari perubahan ekosistem hutan menjadi perkebunan, persawahan atau perladangan baru dan lainnya sehingga dapat mengakibatkan tutupan lahan terdegrasi, sendimentasi yang cukup tinggi di DAS begitu pula kegiatan pertambangan.

Regulasi dan Qanun, lemahnya pelaksanaan Qanun, Perda dan atau Undang-Undang terkait dengan Lingkungan Hidup mulai dari tingkat desa, kecamatan, dan atau Kabupaten/ Kota bahkan Propinsi sehingga perlu dikaji ulang/ dipantau kembali agar dapat diimplementasikan secara bijak dan tertib hukum dengan harapan bencana banjir bandang tidak terjadi lagi di kedua wilayah kecamatan tersebut.

Gagalnya Edukasi dan Penyuluhan, kegiatan ini belum maksimal dijalankan sehingga pemahaman kepada masyarakat di sekitar sepadan sungai kurang terhadap konservasi lingkungan hidup, air dan lahan pertanian/ perkebunan HPH baru yang menjadi sumber kehidupan saat ini dan untuk generasi masa depan.

Kurangnya Ruang Terbuka Hijauan (RTH), di kedua kecamatan masih minim RTH atau lahan resapan yang mengurangi kemampuan menahan air hujan sehingga menambah debit air secara tiba-tiba dan meningkatkan risiko banjir.

Kontruksi Engineering Tanggul Air yang telah dirancang dengan baik dengan kapasitas daya tampung maksimal namun musim ekstrim curah hujan (rainfall) tidak dapat diprediks menyebabkan tanggul jebol di kawasan Pekan Seruway - Kampung Muka Sei Kuruk sepanjang 60 meter dari Seruway sebagaimana fenomena yang terjadi diwilayah Kabupaten Aceh Tamiang. Banjir bandang di Kecamatan Seruway Kabupaten Aceh Tamiang selalu terjadi disetiap akhir tahun yang dapat mengakibatkan terhambatnya program pemerintah dan pertumbuhan ekonomi serta mengganggu aktivitas masyarakat sehari-hari.

Jika kita analisis dan belajar dari kedua Banjir Bandang tersebut, maka memiliki Pesamaan dan Perbedaan. Persamaannya, sebagai berikut:

a. Geografis, Topografi dan Iklim yang sama yaitu didominasi oleh pegunungan dan sungai, membuat wilayah ini rentan terhadap banjir bandang. Lereng yang curam dan sungai yang berkelok-kelok mempercepat aliran air dan meningkatkan potensi banjir, sehingga kombinasi dari 3 faktor tersebut terjadilah curah hujan yang ekstrem dan kerusakan lingkungan.

b. Deforestasi dan Degradasi Hutan di sekitar DAS Kecamatan Trumon dan Kecamatan Seruway menyebabkan hilangnya kapasitas tanah untuk menyerap air. Penebangan hutan secara liar yang tidak terkendali di daerah hulu sungai menyebabkan hilangnya vegetasi yang berfungsi sebagai penahan air juga. Hal ini mengakibatkan tanah menjadi mudah tererosi, aliran air menjadi lebih cepat, dan meningkatkan risiko banjir bandang.,

c. Pertumbuhan Ekonomi di sektor pangan dan pemenuhan kebutuhan masyarakat, tanpa mengikuti kaedah norma konservasi lahan dan tidak menjaga ekologi lingkungan serta RT/RW yang ditetapkan oleh pihak PEMDA yang terkait seperti di Trumon, pembukaan hutan untuk pertanian dan perkebunan sedangkan di Seruway, alih fungsi hutan mangrove menjadi tambak dan hutan menjadi Perkebunan sawit dan Perkebunan lainnya. Aktifitas terebut menyebabkan kerusakan lingkungan.

d. Kurangnya Edukasi dan Penyuluhan kepada Masyarakat dan Gagalnya pola Kerjasama antara Stakeholders terkait dan termasuk pada Pengelolaan Sampah yang Buruk yang menyumbat saluran air memperparah banjir di kedua wilayah.

e. Pengelolaan Tata Ruang yang Buruk, yakni Pembangunan di daerah sempadan sungai sering mengganggu aliran alami sungai yang dapat meningkatkan risiko banjir begitu juga Sistem Drainase yang Buruk yang tidak memadai di daerah perkotaan dan pemukiman dapat menyebabkan air hujan tergenang dan memperparah banjir.

f. Pengundulan Hutan dan Aktivitas Sektor Ekonomi Masyarakat dapat memicu terjadi erosi dan sedimentasi yang menyumbat sungai dan mengurangi kapasitasnya. Penggundulan hutan dan aktivitas pertanian memicu sedimentasi yang menyumbat sungai dan mengurangi kapasitasnya. Penggundulan hutan di hulu menyebabkan sedimentasi tinggi di alur sungai. Sedimentasi ini mengurangi kapasitas sungai untuk menampung air, sehingga banjir lebih mudah terjadi.

Sedimentasi adalah aliran sungai yang membawa material tanah dan batuan dari hulu dapat menyebabkan pendangkalan sungai. Pendangkalan ini mengurangi kapasitas tampung sungai dan meningkatkan risiko banjir.

g. Dampaknya melibatkan kerugian material, kerusakan infrastruktur, kerugian ekonomi dan terganggunya aktivitas sosial Masyarakat,.

i. Minimnya Sistem Pengendalian Banjir, ketersediaan infrastruktur pengendalian banjir yang rendah, seperti tanggul, bendungan, atau sistem drainase yang memadai, memperburuk dampak banjir di daerah tersebut.

Perbedaan Banjir Bandang dari kedua Kecamatan ini dapat dilihat pada Tabel 1 dibawah ini:

Rekomendasi Strategi Mitigasi Berkelanjutan Berbasis Blue Ocean Strategy System

Berdasarkan permasalahan yang diatas maka diperlukan sebuah Strategi Mitigasi Berkelanjutan Berbasis Blue Ocean Strategic System untuk kedua kecamatan tersebut bagi Pemerintah Daerah, Pelaku Usaha atau Industri dan Masyarakat. Strategi ini dapat diterapkan dengan berfokus pada Solusi inovatif yang dapat memberikan manfaat kepada semua pihak terkait (Stakeholders) dan lingkungan seperti:

1. Nilai Tambah (Value Creation): Menawarkan solusi yang memberikan manfaat sosial seperti peningkatan kesadaran masyarakat dalam mitigasi risioko bencana; ekonomi yakni transformasi ekonomi hijau tanpa merusak lingkungan, dan lingkungan secara berkelanjutan yaitu mengembalikan fungsi alami ekosistem DAS.

2. Inovasi Ekosistem: Menggabungkan teknologi modern, keterlibatan masyarakat, dan kebijakan yang berpihak pada konservasi.

3. Efisiensi dan Kolaborasi: Mengoptimalkan sumber daya dengan sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta.

Kecamatan Seruway: (a). Adanya reaction plan dalam penata RT/RW Kabupaten Aceh Tamiang dengan penataan Wilayah Hulu, Tengah dan Hilir DAS Tamiang dan sekitarnya agar Konsep Terpadu Pembangunan Wilayah di Perkotaan, Pemukiman, Usaha Industri dan atau Perusahaan mendapatkan izin dan memiliki konsep ramah lingkungan., (b). Pengalihan hilir dari anak sungai tamiang dipindahkan ke kecamatan bendahara dan bermuara kembali ke Sungai Seruway., (c). Konsep lay out muara 2 (dua) arah disamping pembuatan strategic conservation di sepadan sungai dengan pola tanaman penghijau yang menjadi areal konservasi bernilai konsep eco wisata-ramah lingkungan sehingga dapat memberikan pertumbuhan Income Value kepada Masyarakat, Perusahaan, Koperasi Unit Desa dan juga Pajak Pemda Seruway., (d). Melakukan reboisasi tanaman mangrove , reforestasi dan konservasi di area kritis seperti hulu Sungai dengan mengintegrasikan teknologi modern untuk pemantauan DAS (contoh: drone dan sensor IoT)., (e). Edukasi dan Early Warning System kepada Masyarakat sekitar DAS., (f). Inovasi Produk Hijau bagi Perusahaan atau Industri Perkebunan melakukan agroforestry practice yang ramah lingkungan dan mengalokasikan dana Community Social Responsibility kepada Masyarakat dalam pengelolaan DAS serta pembangunan infrastruktur mitigasi banjir yang ramah lingkungan termasuk wilayah usaha ekonomi masyarakat - pasar, dan lainnya.

(g). Restorasi Ekosistem dengan cara menghidupkan kembali fungsi hutan mangrove di wilayah pesisir Seruway sebagai penahan limpasan air (zona konservasi mangrove)., (h). Melindungi hutan sekitarnya sebagai sumber air dan penahan erosi dan peningkatan keanekaragaman hayati melalui Qanun Desa dan Perda setempat., (i). Membangun dan meningkatkan infrastruktur tanggap darurat, seperti posko bencana, tempat evakuasi, dan peralatan penanggulangan bencana serta rehabilitasi pasca bencana bersama Pemda, Masyarakat dan Pelaku Usaha Ekonomi., (j). Transformasi Ekonomi Hijau pada antar Pelaku Usaha Ekonomi Skala Besar, Menengah dan Kecil dalam memanfaatkan hasil hutan., (k). Perbaikan Infrastruktur Hijau tanggul melalui pengerukan sendimentasi secara reguler setiap bulan, dan membangun tanggul-tanggul alami disekitas area pemeliharaannya.

Kecamatan Trumon: (a). Sistem konsep rehabilitasi lingkungan hidup dengan pola pertanian terpadu dan tanaman lokal yaitu konservasi tanah dan air sebagai penyangga tanah di daerah perbukitan bersama Pemerintah dan Masyarakat., (b). Adanya sistem irigasi dan penampungan waduk permanen yang ramah lingkungan., (c). Rekayasa tehnik sipil irigasi berdasarkan kuntur dan alam sehingga pada musim hujan dan curah hujan tinggi volume air dapat terkendali atau melalui tanggul hijau (bioengineering) atau (Artificial Wetland) untuk merendam limpasan air., (d). Eco-wisata terpadu antara hutan dan persawahan., (e). Adanya kontruksi pemukiman baru dan infrastruktur, jalan, areal kantor dan sekolah/ sarana pendidikan/ kesehatan dan pasar bagi penduduk yang melakukan transmigrasi lokal melalui konsep pertanian terpadu dan bekerjasama dengan Pihak Pemda, Kelurahan, Kecamatan, Perusahaan ataupun Investor Luar Daerah yang dapat memberikan nilai tambah ekonomi dan pendapatan daerah aceh umumnya dan risk management dan budaya masyarakat tetap berkelanjutan.

(f). Melakukan rehabilitasi hutan dan DAS yaitu melalui reboisasi dengan menggunakan bibit tanaman local yang cepat tumbuh dan tahan terhadap banjir dan juga sistem konservasi di area kritis dengan mengintegrasikan teknologi modern untuk pemantauan DAS (contoh: drone dan sensor IoT)., (g). Melarang pembangunan di area rawan banjir dan sempadan sungai melalui pengawasan terpadu., (h). Melakukan edukasi, sosialisasi, kampaye dan kesiapsiagaan sehingga dapat meningkatkan kesadaran Masyarakat, Pihak Pemerintah dan Pihak Perusahaan atau Industri melalui pelatihan mitigasi banjir, simulasi evakuasi dan mengurani risiko korban jiwa akibat banjir bandang, informasi peringatan dini masyarakat melalui penggunaan early warning system berbasis komunitas, dan pengelolaan sampah domestik yang baik, dan menjaga kebersihan saluran drainase dan prinsip-prinsip keberlanjutan lingkungan., (i). Inovasi Produk Hijau bagi Perusahaan atau industri Perkebunan seperti agroforestry practice yang ramah lingkungan dan mengalokasikan dana Community Social Responsibility sebagai investasi dalam program reforestasi dan konservasi hutan kepada masyarakat setempat dalam pengelolaan DAS serta pembangunan infrastruktur mitigasi banjir., (j). Melindungi hutan sekitarnya sebagai sumber air dan penahan erosi dan peningkatan keanekaragaman hayati melalui Qanun Desa dan Perda setempat

Berdasarkan rekomendasi diatas diharapkan dapat memberikan edukasi dan informasi kepada Masyarakat sekitar DAS khususnya, Pemda dan Pelaku Bisnis yang ada di Propinsi Aceh, dengan harapan dapat mengantisipasi, mengurangi dan meminimalisir terjadinya banjir bandang dan kerugian di sektor sosial, ekonomi dan lingkungan melalui sebuah Strategi Mitigasi Berkelanjutan Berbasis Blue Ocean Strategic System dari hasil analysis study kedua kecamatan tersebut.

“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi setelah (Allah) memperbaikinya, dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang-orang yang berbuat kebaikan.” (Surah Al-A'raf: 56). [**]

Penulis:

Dr. Ir. Sitti Zubaidah, S.Pt., S.Ag., MM., IPM., ASEAN Eng (Dosen Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan dan Ketua Sentra Inovasi dan HKI Universitas Almuslim)

Kontributor:

M. Nur Arahman, Muhammad Erwin, Ivan Wahyudi Putra, Muhardi, Zakiyya Ramadhan, Dian Afriana dan Astininiar (Mahasiswa Pascasarjana Prodi PSL Universitas Almuslim Angkatan 2023)

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI