Senin, 24 Maret 2025
Beranda / Opini / Belajar dari Mudik

Belajar dari Mudik

Kamis, 20 Maret 2025 11:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Penulis :
Hafizhuddin Islamy

Hafizhuddin Islamy, alumni Prodi PAI UIN Ar-Raniry Banda Aceh. [Foto: dokumen untuk dialeksis.com]


DIALEKSIS.COM | Opini - Sudah bukan hal baru setiap menjelang hari raya, ratusan ribu bahkan jutaan orang dari berbagai daerah di Indonesia melakukan perjalanan pulang ke kampung halamannya masing-masing untuk mengunjungi atau sekedar bertemu dan bersilaturahmi dengan keluarga yang sudah lama ditinggalkan.

Perjalanan yang biasa kita kenal dengan istilah mudik atau pulang kampung. Mudik bagi beberapa orang menjadi hal wajib saat hari raya tiba. Bagi mereka yang menjalani hidup di kota yang tidak terlalu jauh dari tempat asalnya, mudik akan mudah tentunya tanpa harus mempersiapkan banyak hal. Namun bagi beberapa orang yang menghidupi diri serta keluarga jauh dari tempat asalnya tentu mudik akan terasa lebih sulit untuk dilakukan.

Hal ini dikarenakan ada banyak hal yang harus dipersiapkan sebelum mudik. Persiapan-persiapan itu mulai dari izin tempat bekerja, akomodasi biaya yang mencukupi untuk mudik dan balik, kesiapan kendaraan atau pemesanan tiket bagi yang memilih mudik dengan transportasi umum dan masih banyak lagi. 

Kesiapan bekal dalam melakukan mudik akan sangat menentukan berhasil dan nyamannya perjalan mudik tersebut. Semakin bagus dan matang sebuah persiapan maka akan semakin lancar juga perjalanan mudiknya.

Berbicara tentang mudik, ada hal yang jarang orang-orang sadari. Bahwa kehidupan ini pada dasarnya juga adalah perjalanan mudik yang paling panjang. Bagaimana tidak, perjalanan hidup dari sejak awal penciptaan hingga berapa kali berpindah alam mulai dari alam arwah, alam kandungan hingga alam dunia yang sedang kita jalani sekarang. Tidak berhenti disitu, perjalanan manusia masih berlanjut ke alam barzakh hingga terakhir alam akhirat yang kita yakini akan kita lalui. 

Sungguh sebuah perjalanan panjang yang mengantarkan semua manusia sampai ke tujuan akhir yaitu surga atau neraka. Tentu sebagai manusia normal semua kita pasti ingin bisa sampai ke surga. Sebuah tempat yang penuh dengan kenikmatan sebagai hadiah dari Yang Maha Kuasa kepada hambanya yang taat beribadah semasa hidupnya.

Jika ditanyakan ingin ke surga atau neraka pasti tidak akan ada yang menjawab ingin ke neraka. Karena neraka merupakan tempat penuh kesengsaraan, azab dan siksaan bagi mereka yang selama hidup di dunia lupa terhadap tujuan utama mereka diciptakan.

Di dalam Al Qur'an Allah Swt sudah dengan tegas mengingatkan bahwa tujuan manusia itu diciptakan adalah untuk senantiasa beribadah kepada Allah. Hal ini sesuai dengan makna dari Al Qur'an surat Adz Zariyat ayat 56 yang artinya "Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku".

Setelah mengetahui tujuan ia diciptakan, sudah seharusnya manusia mengisi hari-harinya dengan ibadah-ibadah sebagai bekal perjalanan yang akan ditempuhnya. Sebuah renungan tentunya karena masih banyak dari kita yang lalai untuk mendekatkan diri kepada Allah sedangkan hari demi hari terus berjalan membawa kita semakin dekat menuju tempat pemberhentian berikutnya.

Perjalanan hidup ibarat mudik. Ibadah-ibadah dan amalan-amalan baik yang dilakukan semasa hidup ibarat minyak bahan bakar kendaraan penunjang lancarnya perjalanan. Tidak cukup hanya minyak, sepanjang perjalanan juga dibutuhkan bekal makanan untuk mengganjal kelaparan dan yang paling penting adalah pembiayaan yang mencukupi.

Sudahkah kita berpikir atau sekali-kali coba merenung betapa masih panjangnya perjalanan kita ke depan? Sejauh mana sudah persiapan kita untuk melewati perjalanan panjang itu. Satu-satunya hal yang bisa dilakukan untuk menghadapi perjalanan tersebut adalah memperbanyak amal saleh dan tidak mengerjakan kemungkaran. Mengerjakan hal-hal yang mendatangkan ridha Allah dan tidak mengerjakan hal-hal yang mendatangkan murka-Nya.

Sebagaimana kata para ulama bahwa dunia adalah tempat bercocok tanam yang hasilnya akan kita petik nanti di hari akhirat. Dunia adalah tempat berinvestasi dan menanamkan modal untuk menunjang kesejahteraan hidup di hari akhirat kelak. Dengan demikian sudah sepantasnya kita sebagai hamba Allah agar tidak lagi dilalaikan oleh hal-hal yang sia-sia dan tidak ada pengaruhnya untuk kehidupan akhirat kita. 

Sudah saatnya kita berbenah dengan memperbanyak amal saleh untuk suksesnya perjalanan mudik panjang kita yang sebenarnya. [**]

Penulis: Hafizhuddin Islamy (Alumni Prodi PAI UIN Ar-Raniry Banda Aceh)

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
dishub