Dampak Kenaikan Harga LPG Non Subsidi Semakin Melonjak
Font: Ukuran: - +
[Foto: Istimewa]
Gas minyak cair dalam bahasa Inggris Liquefied petroleum gas, atau sering di sebut Elpiji adalah campuran mudah terbakar yang terdiri dari gas hidrokarbon, paling sering propana, butana, dan propilena. Dengan menambah tekanan dan menurunkan suhunya, gas berubah menjadi cair. Komponennya didominasi propana (C3H8) dan butana (C4H10).
Penggunaan gas minyak cair adalah sebagai bahan bakar alat dapur (terutama kompor gas). Selain sebagai bahan bakar alat dapur, gas minyak cair juga cukup banyak digunakan sebagai bahan bakar kendaraan bermotor (motor yang sudah dimodifikasi) dan mesin generator listrik.
PT Pertamina (Persero) per 10 Juli 2022 melakukan penyesuaian kenaikan harga Liquefied Petroleum Gas (LPG) non subsidi di masyarakat. Kenaikan harga LPG 5,5 kg hingga 12 kg itu dinilai bisa berkontribusi terhadap inflasi di Indonesia, bahkan angka inflasi diproyeksikan dapat menyentuh 5% sampai 5,5% pada tahun ini.
Direktur Center of Economic and Law Studie (Celios), Bhima Yudhistira menilai semakin tinggi disparitas harga barang subsidi dan non-subsidi maka semakin tinggi pula migrasi penggunanya. Sementara di saat yang bersamaan pemerintah juga berupaya melakukan berbagai pengendalian dan pembatasan dalam penyaluran LPG subsidi agar lebih tepat sasaran.
Pjs Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga, SH C&T PT Pertamina (Persero) Irto Ginting menjelaskan, kenaikan harga itu di lakukan mengikuti perkembangan terkini dari industri minyak dan gas.
“Tercatat, harga Contract Price Aramco (CPA) mencapai 775 dollar AS/metrik ton, naik sekitar 21 persen dari harga rata-rata CPA sepanjang tahun 2021,” ujar Irto.
Terkait apakah harga gas yang naik akibat perang Rusia-Ukraina atau tidak, dia menjawab, pihaknya masih memantau lebih lanjut terkait dampaknya. Namun, dia mengatakan, harga CPA memang sudah tinggi sebelum konflik Rusia-Ukraina memanas.
Dampak dari kenaikan LPG ini tentunya menjadi problematika bagi masyarakat Indonesia, ini menjadi hal yang harusnya mampu di atasi oleh pemerintah.
Aceh khususnya Kota Langsa juga terdampak akan hal ini banyak pedagang-pedagang dan pengusaha yang akhirnya menjadi kesulitan dalam menjalankan usahanya.
Harga LPG di Kota Langsa mencapai Rp 215.000 untuk LPG 12 kg dan Rp 105.000 untuk LPG 5,5 kg. jika di banding dengan harga yang sebelumnya hanya Rp 190.000 untuk LPG 12 kg dan Rp 92.000 untuk LPG 5,5 kg, ini tentunya menjadi problematika yang sangat besar bagi masyarakat. Sampai hari ini pemerintah belum memberikan solusi akan kenaikan LPG non subsidi ini, mengingat kondisi ekonomi masyarakat yang belum stabil di akibatkan Covid19.
Pemilik warung kopi Hola mengatakan “terkejut dengan kenaikan harga yang meningkat hingga Rp 25000, harusnya uang itu bisa digunakan untuk hal-hal lainnya tapi dengan kenaikan ini menjadi problem bagi pengusaha kopi yang memerlukan gas untuk memanaskan kopi.”
Pemilik warung makan memilih pemakaian gas LPG 3 kg dikarenakan harga LPG non subsidi yang terus meningkat “kalau memakai yang 12 kg, harus menaikan harga makanan juga jadinya sepi pembeli jika di naikkan harga, untuk solusinya kita pakai yang 3 kg saja agar harga jualan juga stabil.”
Warung pengecer LPG juga megeluhkan tentang kenaikan harga yang menurutnya relatif tinggi, pemilik warung menuturkan “banyak pelanggan yang mengeluh dikarenakan gas LPG yang terus naik dari bulan Agustus sampai dengan sekarang sudah terjadi tiga kali kenaikan harga, kalau begini terus menerus semakin banyak pelanggan yang memakai gas subsidi.”
Selain meningkatnya harga gas LPG 12 kg dan 5,5 kg, pemerintah juga di tuntut agar lebih ketat dalam pengawasan pemakaian gas subsidi agar tepat sasaran di karenakan banyak masyarakat dan pedagang berpindah ke gas 3 kg yang harganya jauh lebih murah dibandingkan harga yang non subsidi sehingga membuat penjualan para distributor agen gas LPG non subsidi menurun hingga 50%.
Peran Pemerintah dalam hal ini sangat penting, bagaimana pengawasan untuk gas LPG subsidi dan juga yang non subsidi sehingga penjualan tetap stabil.
Pemerintah juga dituntut mampu menurun kan harga gas LPG non subsidi sehingga tidak memberatkan masyarakat dan pedagang yang memakai gas LPG tersebut. Setiap tahunnya harga gas meningkat bahkan menyentuh harga Rp 215.000 tentunya ini menjadi masalah besar mengingat gas LPG juga merupakan bahan pangan yang sering di gunakan oleh masyarakat sehari-hari.
Penulis: Zakiul Fuadi