DIALEKSIS.COM | Opini - Pada tanggal 27 April 2025, Kabupaten Aceh Singkil bertambah usianya menjadi 26 Tahun. Kabupaten yang berada paling jauh dari Ibu Kota Provinsi Aceh ini dimekarkan dari Kabupaten Aceh Selatan pada tahun 1999 di masa Kepresidenan Bacharuddin Jusuf Habibie, teknokrat agung yang pernah dimiliki Indonesia.
Tujuan pemekaran kabupaten ini tentu dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mempercepat pembangunan melalui pelayanan publik lebih efektif, efesien, dan mandiri.
Di usia yang ke-26 Tahun, Kabupaten Aceh Singkil telah mengalami berbagai perkembangan. Kabupaten ini terus memastikan ketersediaan insfrastruktur fasilitas pelayanan publik seperti akses jalan, transportasi publik, sarana prasarana pendidikan dan kesehatan.
Sebagai gambaran, daerah ini memiliki pelabuhan penghubung antar pulau, bandara penerbangan antar daerah, terminal, bendungan irigasi, rumah sakit, perguruan tinggi, serta jaringan internet dan listrik yang dapat diakses masyarakat hingga pelosok.
Namun demikian, Aceh Singkil masih saja dihadapkan pelbagai persoalan dan tantangan pembangunan yang menyebabkan Aceh Singkil masih dalam jerat kemiskinan dan ketertinggalan.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), sekalipun secara umum persentase kemiskinan di Aceh Singkil mengalami penurunan dalam beberapa tahun ke belakang, Kabupaten Aceh Singkil masih menjadi kabupaten termiskin dari 23 Kabupaten/Kota di Aceh. Pada tahun 2024 per bulan maret, persentase kemiskinan di Aceh Singkil sebesar 19,06%, kemudian disusul oleh Pidie sebesar 18,59%, Gayo Lues sebesar 18,3%, dan Pidie Jaya sebesar 18,28%.
Kondisi ekonomi Aceh Singkil masih dihadapkan pada minimnya mata pencaharian, minimnya pendapatan, rendahnya daya beli, inflasi dan meningkatnya pengangguran. Di samping itu, Aceh Singkil juga kerap mengalami bencana alam. Dampak dari bencana ini sangat mempengaruhi kondisi sosial dan ekonomi masyarakat serta agenda pembangunan daerah.
Banjir di Aceh Singkil seperti agenda pasti tahunan, bahkan dalam setahun bisa terjadi 3-4 kali. Intensitas hujan tinggi membuat sungai meluap ke pemukiman, Aceh Singkil menjadi hilir bagi dua sungai, yaitu sungai Soraya yang mengalir dari Aceh Tenggara dan Sungai Cinendang yang mengalir dari Sumatera Utara.
Abrasi pantai menjadi persoalan tersendiri bagi masyarakat pesisir, apalagi mengakibatkan kerusakan fasilitas umum, tempat usaha masyarakat, dan tempat wisata.
Sebagai pengingat, di tanah Aceh Singkil saat ini terdapat banyak perusahaan kelapa sawit (PKS). Pohon-pohon kelapa sawit hampir tumbuh di setiap jengkal tanah di Aceh Singkil. Perusahaan-perusahaan tersebut mengantongi izin usaha untuk puluhan tahun ke depan, bahkan ada perusahaan tersebut sudah beroperasi di Aceh Singkil sejak puluhan tahun ke belakang.
Akses pelayanan publik juga harus menjadi perhatian serius, tidak bisa dipungkiri bahwa banyak persoalan terkait pelayanan dasar seperti persoalan jalan, sistem air bersih, sanitasi, dan pelayanan kesehatan. Masih terdapat banyak jalan yang rusak, air bersih tidak tersedia, pengelolaan sampah yang belum tertib, serta pelayanan kesehatan yang perlu ditingkatkan.
Bangkit Bersama Pemerintahan Baru
Sebagaimana terjadi di daerah lain, Kabupaten Aceh Singkil juga melaksanakan pemilihan kepala daerah (pilkada) pada tahun 2024 lalu. Sejak 15 Februari 2025 Kabupaten Aceh Singkil dipimpin oleh Safriadi Oyon dan Hamzah Sulaiman masing-masing sebagai Bupati dan Wakil Bupati untuk periode 2025-2030.
Pada momen pelantikan Bupati dan Wakil Bupati yang berlangsung di kantor DPRK Aceh Singkil tersebut, Gubernur Aceh Muzakir Manaf menyampaikan salah satu pesan khusus. “Sesuai visi misi dan sumpah kita akan mensejahterakan masyarakat, memakmurkan masyarakat, bukan sebaliknya, ini tugas kita” ucap Muzakir.
Sejurus dengan Gubernur Aceh pada saat pelantikan, Bupati Aceh Singkil kemudian menekan pentingnya kerja keras dan kerja sama dalam memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat. Hal itu disampaikan saat apel gabungan perdana bagi para Aparatur Sipil Negara dan perangkat desa di Lapangan Alun-Alun Pulo Sarok pada hari pertama masuk kerja.
“Setiap tindakan harus demi kepentingan masyarakat, jangan sampai ada keluhan pelayanan yang kurang maksimal, layani dengan cepat” tegas Bupati yang akrab dipanggil Oyon itu.
Sebagai gambaran, Safriadi Oyon merupakan Bupati Aceh Singkil periode 2012-2017, sedangkan Hamzah Sulaiman merupakan mantan Ketua Pengadilan Negeri Sinabang dan Pengadilan Negeri Singkil. Kedua sosok ini mempunyai pengalaman dalam bekerja dan memimpin, tentu mempunyai strategi dalam melaksanakan pembangunan daerah.
Menarik dari apa yang disampaikan Bupati pada hari pertama masuk kerja, semangat kerja keras dan kerja sama memang menjadi sangat penting hari ini. Bahwa tidak banyak yang bisa dikerjakan jika tidak dikerjakan secara serius dan bersama-sama. Diperlukan kolaborasi dari berbagai pihak dan pemangku kebijakan, hal ini menjadikan kita akan bangkit secara bersama, bangit bersama pemerintahan baru.
Efisiensi Anggaran Bukan Penghalang
Kembali ke isi pidato saat apel gabungan perdana, Bupati Aceh Singkil juga mengingatkan akan efisiensi anggaran yang diintruksikan presiden. Efisiensi tersebut dimaksudkan untuk membatasi belanja pada hal-hal yang tidak terlalu penting seperti seremonial, studi banding, seminar dan lain sebagainya. Dalam pengelolaan anggaran dan prioritas belanja kedepan harus lebih selektif, dan sejalan dengan program visi misi serta program nasional.
Efisiensi anggaran jangan dijadikan pula sebagai penghalang untuk meningkatkan pembangunan daerah dan pelayanan publik. Kita harus lebih adaptif dengan situasi saat ini, maka diperlukan startegi handal dalam pengelolaan anggaran.
Dalam upaya mengejar ketertinggalan, diperlukan juga strategi dalam meningkatkan anggaran pendapatan belanja kabupaten (APBK). Peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) harus digenjot, penyerapan pajak dan retribusi daerah secara efektif. Kemudian tidak kalah penting, pengoptimalan perusahaan umum daerah (Perumda) harus terus diupayakan.
Strategi “jemput bola” ke pusat harus dilakukan, sampaikan kondisi nyata daerah, sampaikan bahwa Aceh Singkil butuh perhatian, Aceh Singkil sedang tertinggal, Aceh Singkil perlu bantua. Ini bukan saatnya lagi duduk di “zona nyaman”, sebab kita tidak ingin kabupaten ini terus tertinggal dari daerah lainnya. Tujuan dari strategi “jemput bola” ini tentu untuk mendapatkan dukungan dan membangun kemitraan. Strategi ini tampaknya menjadi andalan Bupati, semoga saja membuahkan hasil dan dapat memberikan stimulus bagi pembangunan Aceh Singkil di masa mendatang.
Pada akhirnya, di usia ke 26 Tahun dan dengan pemerintahan baru ini, benar-benar dijadikan sebagai momentum bagi Kabupaten Aceh Singkil untuk berbenah. Kita semua masyarakat Aceh Singkil tentu mempunyai cita-cita yang sama terhadap kabupaten ini, yaitu terwujudnya kesejahteraan. Mari bangkit bersama pemerintahan baru, melepaskan Aceh Singkil dari jerat ketertinggalan.
Selamat hari jadi ke-26 Kabupaten Aceh Singkil, Bangkit Bersama Pemerintahan Baru yang Berbudaya dan Religius. [**]
Penulis: Suhardin Djalal, S.H (Founder Komunitas Singkel Muda Chinquelle)