DIALEKSIS.COM | Opini - Kabupaten Aceh Barat, sebuah daerah di pesisir Barat Selatan Provinsi Aceh dengan garis pantai panjang dan tradisi perikanan yang kuat, menyimpan potensi luar biasa untuk bisa dikembangkan melalui skema One District One Product (ODOP) yang berarti Satu Distrik Satu Produk. Dari ikan lumiā‘lumi yang hanya ada di perairan Meulaboh hingga rumpai laut coklat di Lhok Bubon, setiap bahan baku lokal bisa diolah menjadi produk ekonomi kreatif yang bernilai tambah.
Inovasi ODOP bisa menjadi jalan keluar untuk membangkitkan dan memasarkan ekonomi kreatif di Aceh Barat. Intinya, Aceh Barat fokus pada satu produk khas daerah yang punya keunikan tinggi dan nilai tambah yang lalu dikembangkan sampai mampu bersaing di pasar lokal, nasional, hingga internasional.
Di Aceh Barat, bahan baku lokal seperti ikan lumiā‘lumi atau rumpai laut coklat bisa diolah jadi produk baru yang menarik, menyerap tenaga kerja, dan menambah pendapatan masyarakat.
Konsep ODOP sendiri diadopsi dari Jepang pada tahun 1979 di Oita, yaitu One Village One Product (OVOP) yang berarti Satu Desa Satu Produk, dan sudah berjalan di Indonesia sejak 2008 lewat Kementerian Perindustrian. Secara nasional, lebih dari 1.200 produk unggulan telah terpilih dari 767 kabupaten/kota, mulai kerajinan tangan, makanan olahan, hingga tekstil.
Pemerintah Daerah juga menyiapkan pelatihan desain, memfasilitasi masuk ke eā‘marketplace, dan menggelar bazar untuk memperkenalkan produkā‘produk tersebut.
Di tingkat internasional, India punya program serupa yaitu āOne District One Productā yang sukses memadukan branding, pelatihan, dan virtual buyerā‘seller meets untuk menjangkau pembeli luar negeri. Dari sana kita belajar pentingnya kolaborasi antarlembaga, penggunaan platform digital, serta dukungan promosi global.
Di Aceh Barat, ada beberapa potensi bahan baku kreatif yang bisa diangkat. Pertama, ikan lumiā‘lumi yang banyak ditemui di Meulaboh. Riset menunjukkan fillet lumiā‘lumi bisa diolah jadi makaroni dengan kandungan daging ikan 15% hasilnya disukai konsumen dari segi rasa, tekstur, dan gizinya. Ini bisa menjadi produk ODOP unggulan di sektor pangan olahan laut endemik Aceh Barat.
Kedua, alga atau rumpai laut coklat (Sargassum sp) yang melimpah di pantai Lhok Bubon. Masyarakat pesisir sudah mulai diajak membuat tepung alga atau ekstrak bioaktif untuk makanan fungsional atau kosmetik alami dan antusiasme mereka cukup tinggi. Dengan pengolahan yang tepat, produk alga ini bisa menambah variasi komoditas ODOP Aceh Barat.
Jangan lupa, industri perikanan tangkap juga sudah jadi sumber penghasilan penting. Di Gampong Padang Seurahet membuktikan sektor ini mampu meningkatkan kesejahteraan nelayan, terutama dari sisi pemenuhan kebutuhan dasar dan keamanan ekonomi. Mengombinasikan pengolahan hasil laut dengan program ODOP akan semakin menguatkan nilai ekonomi dan sosial di wilayah pesisir.
Untuk mewujudkan itu, Pemerintah Aceh Barat harus memulai dengan memetakan satu atau dua produk unggulan misalnya lumiā‘lumi atau Alga Cokelat bersama UMKM, nelayan, dan akademisi agar benarā‘benar mencerminkan potensi lokal. Tingkatkan desain dan mutu lewat pelatihan kemasan, standarisasi, serta sertifikasi halal atau organik, lalu dorong hilirisasi dengan riset terapan untuk inovasi pengolahan bahan baku.
Sediakan pembiayaan mikro bersyarat rendah bunga dan perbaiki infrastruktur logistik (termasuk cold chain) agar produksi bisa meningkat tanpa menurunkan kualitas. Pasarkan secara terpadu lewat eā‘commerce dan pameran yang diselenggarakan di Provinsi maupun Kabupaten, sambil membentuk forum multiā‘stakeholder untuk koordinasi program.
Terakhir, Pemerintah bersama pelaku UMKM memantau hasilnya secara berkala melalui omzet, serapan tenaga kerja, dan volume ekspor untuk terus menyempurnakan strategi.
ODOP di Aceh Barat bisa jadi motor penggerak ekonomi kreatif yang berkelanjutan. Inovasi berbasis lumiā‘lumi dan alga coklat, ditunjang riset dan desain berkualitas, bukan hanya akan membuka pasar baru, tapi juga mengukuhkan identitas budaya pesisir Aceh Barat dikancah Nasional bahkan Internasional.[**]
Penulis: Muhammad Fawazul Alwi (Ketua PD Gerakan Pemuda Al-Washliyah Aceh Barat dan Mahasiswa Universitas Teuku Umar Meulaboh)