Kehati-hatian dan Suuzan
Font: Ukuran: - +
Otto Syamsuddin Ishak. [Foto: For Dialeksis]
Serangkaian persidangan dilanjut dengan model E-Court pada 31 Oktober 2022 dengan agenda pengumuman keputusan. Namun, siding tersebut ditunda pada tanggal 14 November, lalu ditunda pada tanggal 18 November.
Anehnya, tiba-tiba beredar keputusan sidang bertanggal 22 November 2022. Pengedarannya justru muncul dari pihak yang dekat dengan tergugat.
Kawan-kawan pun mengecek pada website pengadilan, rupanya nihil alias tidak ada. Lalu, mereka bertanya pada pengacaranya, dan mendapat jawaban pihaknya juga belum menerima pemberitahuan putusan pengadilan tersebut.
Jika demikian rangkaian peristiwanya, teringat pada respon kawan hakim di atas: apakah ada unsur transparan dari pihak peradilan, yang mana tidak tercantum pada website pengadilan? Lalu, apakah ada yang berani intervensi (oleh pihak tergugat), dan atau berani menerima intervensi (di antara penyelenggara keadilan)?
Kedua, saya kembali bertanya pada diri sendiri, jika demikian apakah saya sudah jatuh ke tindakan suuzan? Mengapa belum ada pemberitahuan putusan kepada pengacara penggugat; sementara di pihak tergugat, boleh jadi simpatisannya, sudah mengedarkan keputusan pada medsos?
Kehati-hatian dan suuzan, benar-benar beda-beda tipis. Suuzan, adalah purbasangka (zhan) yang buruk. Bahkan kita diingatkan bahwa hal itu disamakan dengan memakan daging saudaranya yang sudah meninggal. Suuzan merefleksikan adanya sikap pesimis sebelum berikhtiar; bahkan hal itu mencerminkan sikap yang tanpa niat untuk mencari kebenaran.
Selanjutnya » Sebaliknya, maksudnya mengatakan kehati-...