Magnet Mualem: Masihkah Tajam di Pilkada 2024?
Font: Ukuran: - +
Penulis : Aryos Nivada
DIALEKSIS.COM | Opini - Pada Pilkada 2024, eksistensi Muzakir Manaf (Mualem) kembali diuji dalam percaturan politik lokal Aceh. Pertanyaannya, apakah ia masih memiliki "efek magnet" untuk mempengaruhi keterpilihannya di mata masyarakat Aceh?
Berdasarkan hasil survei Jaringan Survei Inisiatif pada Januari 2024, dengan responden sebanyak 1.167 orang di 23 kabupaten/kota dan margin error 2%, Mualem masih menempati posisi teratas dibandingkan kandidat lainnya seperti Sudirman (H Uma), Nasir Djamil, dan Tgk Muhammad Yusuf A Wahab (Tu Sop). Meskipun survei lain seperti Saiful Mujani Research & Consulting menempatkan Mualem di posisi kedua setelah Sudirman, sosoknya tetap berada dalam radar kuat.
Fenomena ini dapat dijelaskan melalui teori kepemimpinan karismatik yang dikemukakan oleh Max Weber. Weber mendefinisikan kepemimpinan karismatik sebagai "kualitas kepribadian individu yang dianggap luar biasa dan diperlakukan seolah-olah memiliki kekuatan atau kualitas supranatural, manusiawi, atau setidaknya sangat istimewa." Mualem, dengan latar belakangnya sebagai mantan panglima GAM, memiliki karisma yang kuat di mata masyarakat Aceh.
Selain karisma, kekuatan Mualem juga terletak pada kemampuannya sebagai perekat, modal ekosistem, kontrol jejaring, dan pengaruh ibadah. Ia juga menunjukkan kemampuan adaptasi yang baik, sesuai dengan teori pembelajaran transformatif yang dikemukakan oleh Jack Mezirow. Teori ini menekankan bahwa orang dewasa dapat mengubah perspektif mereka melalui refleksi kritis dan dialog.
Mualem telah bertransformasi dari perilaku militeristik ke intelektualitas, yang tercermin dalam kemampuannya mengendalikan politik lokal Aceh melalui kekuasaan di parlemen dan pengaruhnya di eksekutif. Ia juga menunjukkan kematangan politik dengan mengakui kesalahan dan memperbaiki manajemen partainya.
Menjelang Pilkada 2024, Mualem berhasil mempengaruhi partai-partai nasional seperti PKS, Gerindra, dan Demokrat untuk mendukungnya. Hal ini sejalan dengan teori koalisi minimal yang dikemukakan oleh William Riker, yang menyatakan bahwa partai-partai politik akan membentuk koalisi untuk memaksimalkan peluang kemenangan mereka.
Meskipun demikian, kemenangan Mualem di Pilkada 2024 bukanlah hal yang pasti. Teori kompetisi elektoral yang dikemukakan oleh Anthony Downs menekankan bahwa pemilih cenderung memilih kandidat yang paling dekat dengan preferensi kebijakan mereka. Oleh karena itu, Mualem perlu memastikan bahwa visi dan misinya sejalan dengan aspirasi masyarakat Aceh.
Untuk meningkatkan peluang kemenangannya, Mualem perlu memperhatikan beberapa aspek, yaitu mengatasi potensi masalah seperti kasus dana hibah 650 M, polemik Sabang, dan coba dikaitkan urusan Badan Reintegrasi Aceh, terus meningkatkan kapasitas intelektualnya, mengelola tim pemenangan dengan adil dan efektif, dan memilih wakil yang tepat dengan kriteria yang jelas.
Jika Mualem berhasil mengatasi tantangan-tantangan ini, probabilitas kemenangannya di Pilkada 2024 akan semakin tinggi. Namun, perlu diingat bahwa politik adalah seni yang dinamis, dan hasil akhirnya akan ditentukan oleh pilihan masyarakat Aceh. [**]
Penulis: Aryos Nivada (Dosen FISIP USK)