Menakar Polemik Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji 2023
Font: Ukuran: - +
Rektor UIN Ar-Raniry Banda Aceh, Prof Dr Mujiburrahman MAg. [Foto: Ist]
DIALEKSIS.COM - Muslim yang mendiami kepulauan Nusantara sejak abad ke 19 merupakan jamaah mayoritas yang setiap tahunnya mengunjungi Mekkah untuk menunaikan ibadah haji sebagai rukun Islam yang kelima. Berbeda dengan ibadah-ibadah rukun lainnya, penyelenggaraan dan pengelolaan ibadah haji sangatlah bergantung pada peran negara.
Bukanlah rahasia jika Arab Saudi yang menjadi penguasa kota suci Mekkah dan bertindak selaku pemegang otoritas pemelihara Ka’bah juga mengacu pada kualitas hubungan bilateral antara monarki tersebut dengan negara asal jamaah.
Turunannya adalah penentuan kuota dan hal-hal lain terkait pelayanan bagi pengunjung. Hubungan diplomasi bilateral antara Indonesia dengan Arab Saudi terkait pelayanan jemaah haji dari Nusantara telah terjalin sejak era kolonial.
Transisi politik ke zaman kemerdekaan Indonesia, dilajutkan dengan berbagai era/orde pemerintahan serta konfigurasi dunia global hingga saat ini tidak pernah mengubah pentingnya posisi negara sebagai penyelenggara, penentu kebijakan pelaksanaan dan penjamin kualitas pelayanan jamaah haji dari Indonesia.
Poin ringkas di atas adalah mukaddimah untuk menggarisbawahi bahwa tidak ada yang berubah dari komitmen negara ini untuk memberikan pelayanan, pembinaan dan perlindungan bagi jemaah haji Indonesia termasuk dalam usulan besaran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) tahun 2023 yang baru saja diajukan oleh Kementerian Agama (Kemenag) RI.
Tulisan ini bertujuan menjawab polemik dan kekeliruan persepsi yang bergulir menanggapi usulan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas tersebut, terutama polemik yang berpusar tentang rerata BPIH tahun 2023 sebagaimana diajukan per orang berjumlah Rp 69.173.733 atau yang di media kerap dibulatkan Rp 69 juta.
Perlu dicatat bahwa pengajuan besaran jumlah BPIH adalah kewajiban pemerintah yang rutin dilakukan setiap tahun dengan turut meninjau aspek ekonomi, sosial, politik, finansial, kesehatan global dan yang paling utama adalah perintah undang-undang yang didalamnya mencakup pemenuhan prinsip keadilan dan keberlangsungan dana haji.
Meninjau Pra-Pelaksanaan Haji 2023
Sebelum kita menakar polemik besaran usul BPIH tahun 2023, penting juga kita meninjau kualitas pelaksanaan penyelenggaraan haji oleh Kementerian Agama RI di era disrupsi ini dan melihat evaluasi capaian sehingga dengan kepala jernih pembaca bisa memahami komitmen Menag Yaqut Cholil Qoumas dalam merumuskan kebijakan-kebijakan selaras dengan undang-undang yang mengamanatkan pembinaan, pelaksanaan, dan perlindungan bagi jemaah haji Indonesia.
Pandemi yang melanda dunia di awal tahun 2020 belumlah sirna dampaknya, perubahan yang ditimbulkan serta penyesuaian-penyesuaian sesuai kesepakatan global terkini. Tahun 2020 dan 2021 menjadi saksi kelam gagalnya pemberangkatan jemaah haji Indonesia karena gelombang pandemi yang mengganas.
Tahun 2022 memberi harapan yang cukup menggembirakan dengan diberinya kuota 100.051 jemaah dan 1.901 petugas haji. Alhamdulillah pelaksanaan haji tahun 2022 meski dengan sejumlah pembatasan dan pengurangan kuota normal Indonesia hingga 50 persen terselenggara sesuai harapan. Untuk mengukur indeks kepuasan jamaah terhadap komitmen pelaksanaan, pelayanan dan perlindungan haji tahun 2022, Menteri Yaqut meminta Badan Pusat Statistik melakukan kajian terhadap kepuasan jamaah haji untuk menemukan hasil yang objektif.
BPS melaporkan bahwa indeks kepuasan jamaah haji meningkat 4.54 poin ke angka 90.45 dari angka tahun 2019 yang berjumlah 85.91. Aspek yang dinilai dalam indeks kepuasan jemaah meliputi petugas haji, ibadah, transportasi, akomodasi, makan, serta pelayanan kesehatan. Indeks kepuasan penyediaan jasa transportasi di kawasan Arafah, Muzdalifah, dan Min naik menjadi 91,54 pada tahun 2022 dari 80,37 pada tahun 2019.
Selanjutnya, indeks kepuasan jasa catering dan penyediaan tenda akomodasi di kawasan Armuzna masing-masing melonjak menjadi 90,08 pada tahun 2022 dari 84,48 pada tahun 2019 dan menjadi 87,91 pada tahun 2022 dari 76,92 pada tahun 2019. Indeks kepuasan layanan bus antar kota, layanan petugas, layanan bus shalawat (angkutan dari hotel jemaah ke Masjidil Haram), dan layanan ibadah meningkat masing-masing menjadi 91,93 poin, 90,32 poin, 90,76 poin, dan 90,31 poin.
Selanjutnya » Selain itu, indeks kepuasan pelayanan ho...