Mengapa Kawasan Sabang Sulit Berkembang dan Maju
Font: Ukuran: - +
Penulis : Fauzi Umar
Fauzi Umar, Alumni IPB Bogor dan Ketua Divisi Kemitraan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Aceh. Foto: for Dialeksis
DIALEKSIS.COM | Opini - Bulan Maret 2023 tepatnya tanggal 21 Maret 2023 tepat 3 (tiga) tahun saya tidak lagi menjadi bagian dari Manajemen Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS). Tulisan ini merupakan sebuah ikhtiar dan refleksi “Mengapa Kawasan Sabang Sulit Berkembang dan Maju” seperti kawasan di sekitarnya Langkawi di Malaysia, Phuket di Thailand maupun Batam di Kepulauan Riau, padahal dianugerahi letak geografis yang sangat strategis di Selat Malaka. Kondisi ini menyadarkan saya untuk menyampaikan kondisi sesungguhnya atas dasar pengalaman selama saya menjadi bagian dari insan BPKS.
Untuk memperbaiki kondisi dan punya cita-cita untuk mewujudkan harapan masyarakat Aceh dan Sabang ini saya bergabung melalui hasil fit and profer test menjadi bagian dari Manajemen BPKS 2018 “ 2023 dengan SK Gubernur Aceh No. 515/99/2018 tanggal 21 Maret 2018. Namun proses ini tidak berlangsung lama hanya 2 tahun 2 bulan, karena Plt. Gubernur Nova Iriansyah mengeluarkan Surat No. 515/1408/2020 yang memberhentikan manajemen BPKS periode 2018 - 2023 dan mengangkat manajemen baru periode 2020 “ 2025.
Pengangkatan ini tentu cacat hukum atau illegal karena melanggar Undang-Undang No.37 Tahun 2000 Pasal 5 ayat 1, 2 dan 3 yang mengamanatkan bahwa kepala, wakil dan anggota deputi diangkat untuk periode waktu 5 (lima) tahun yang seharusnya manajemen yang ditunjuk adalah meneruskan dan menuntaskan periode 2018 - 2023 bukan malah memperpanjang masa kerja manajemen sekarang menjadi periode kerja 2020 - 2025. Langkah dan tindakan Plt. Gubernur Nova mendapat tanggapan dan protes dari Anggota DPRA Komisi Ekonomi dan Pembangunan Hendriono https//modusaceh.co/news/seleksi-manajemen-bpks-inferiority-complex-nova-iriansyah dan media Analisa aceh.com.
Namun protes anggota DPRA ini tidak mendapat tanggapan Plt. Gubernur Nova. Aneh dan nyata memang Mismanajemen Plt. Gubernur Nova Iriansyah dalam kurun satu periode manajemen BPKS 2018-2023 terjadi 4 (empat) kali penggantian pimpinan BPKS yaitu Dr. Said Fadhil, SH,M.Hum, Ir. Lazuardi, Iskandar Zulkarnaen dan dilanjutkan Junaidi, ST, MT.
Walaupun hanya berlangsung 2 (dua) tahun 2 (dua) bulan, beberapa event besar seperti Sail Sabang 2017 menjadi agenda nasional/internasional dan masuknya beberapa kapal pesiar dan yacht berhasil difasilitasi bersama tim walaupun jumlahnya masih kecil dari potensi yang bisa digarap untuk menggerakkan ekonomi Kawasan Sabang. Tulisan ini sengaja saya persiapkan sebagai bagian dari ikhtiar dari hasil kerja sebelumnya dan menjadi lesson learn untuk pembelajaran dan pengambilan keputusan selanjutnya untuk percepatan pengembangan Kawasan Sabang.
Pandemi Covid 19 ini telah mengubah tatanan kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat secara global yang merupakan ujian terbesar khususnya bagi Indonesia setelah krisis ekonomi pada tahun 1998 dan musibah tsunami yang melanda Aceh pada tahun 2004. Musibah Pandemi Covid 19 telah mengajarkan ummat manusia untuk mengedepankan suatu kejujuran dan solidaritas agar tidak menimbulkan bencana bagi orang lain terutama keluarga, tetangga, komunitas yang lebih besar baik secara bernegara maupun bagian dari komunitas masyarakat internasional.
Pandemi Covid-19 menjadi momentum untuk berbenah kembali menjadi lebih baik dimasa akan datang (best back better), butuh waktu untuk recovery dan pemulihan kembali ekonomi masyarakat yang sudah sangat terpuruk. Pandemi Covid-19 juga mengingatkan saya akan musibah tsunami yang melanda Aceh pada waktu itu sebagai sebuah bencana kemanusian yang menumbuhkan semangat solidaritas terbesar pada abad ke-20 yang melahirkan Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh (BRR NAD-Nias). Pada waktu itu Pemerintah Indonesia belum berpengalaman menangani musibah yang maha dahsyat, apalagi pada saat itu Pemerintah Indonesia terlibat konflik dengan Aceh Merdeka yang memakan waktu cukup panjang, lama dan melelahkan kedua belah pihak.
Sangat tepat sekali Presiden SBY pada waktu itu menunjuk Dr. Kuntoro Mangkusubroto, M.Sc yang terkenal clean dan piawai dengan semua pihak baik lawan maupun kawan termasuk masyarakat internasional untuk menakhodai BRR NAD-Nias. Dr. Kuntoro Mangkusubroto, M.Sc merekrut putra-putri terbaik bangsa pada sejumlah kementerian/lembaga, pemerintah daerah dan lembaga donor untuk membantu beliau membangun kembali Aceh dan Nias yang porak-poranda pasca gempa bumi dan tsunami, diantara lembaga yang yang membantu BRR NAD-Nias mencari bentuk dan manajemen yang ideal adalah MacKinsey (Konsultan Manajemen Internasional) dengan bantuan Presiden Singapura pada waktu itu.
Pengalaman ini mengingatkan saya untuk mengadopsi pola kerja dan manajemen BRR NAD-Nias yang dikenal lincah, ramping dengan orang-orang pilihan untuk menumbuh kembangkan kembali ekonomi Kawasan Sabang yang lokasinya sangat strategis di selat Malaka. Semangat inilah yang mendorong saya Bersama Kementerian Pariwisata RI dan Kemenko Maritim dan Investasi menawarkan konsep Sabang Waterfront Harbour sebagai pintu gerbang dan etalase bangsa pada manajemen dan karyawan BPKS. Konsep ini mendapatkan dukungan dari Bappenas, BPPT, LIPI. Bahkan LIPI telah menyediakan lahan 5 Ha untuk pembangunan pusat oseonografi, begitu juga BPPT telah membantu BPKS menyusun studi pengembangan desa wisataa Krueng Raya sebagai objek destinasi wisata bahari.
Demikian juga Bappenas telah menyetujuai dan mengalokasikan budget Rp 10 Milyar untuk penyusunan Master Sabang Waterfront Horbour, namun lagi-lagi persoalan penggantian Kepala dan Wakil Kepala BPKS ditengah jalan yang telah mencoret budget tersebut dari DIPA BPKS. Begitu juga dukungan penuh dari Kementerian ATR yang telah menyiapkan payung hukum sebagai salah satu Kawasas Strategis Nasional (KSN).
Teluk Sabang yang saat ini masih kumuh dan semberaut terutama pada lokasi areal eks lahan PT. Perikanan Nusantara dan PT. Kodja Bahari ditengah kota yang terus berbenah untuk menyapa pengunjung dan wisatawan internasional. Adalah anugerah Allah SWT akan kelebihan pelabuhan teluk Sabang yang alami dan berada diselat Malaka sebagai lokasi lalulintas laut tersibuk didunia, namun sayangnya hingga saat ini pelabuhan Teluk Sabang masih mati suri dengan aktivitas-aktivitas ekonomi bahari yang masih minim, untung saja ada kapal-kapal pesiar dan kapal yacht yang menjadikan pelabuhan Teluk Sabang sebagai destinasinya walaupun jumlahnya masih sangat kecil, untuk kapal pesiar rata-rata per tahun hanya 10 call pada tahun 2019 padahal kapasitasnya bisa lebih dari 100 call per tahun tertutama kapal-kapal yang menuju Eropa atau Australia yang umumnya homeportnya di Singapura, namun sayangnya mereka hanya singgah sebentar karena kurangnya hospitality dan keterbatasan objek dan antraksi di Sabang.
Akibat Pandemi Covid-19 ini sebanyak 10 call kapal pesiar yang telah terjadwal dan 5 call kapal pesiar diluar jadwal terpaksa membatalkan kunjungan ke Pelabuhan Teluk Sabang dan bahkan pada Januari 2021 sudah ada pemintaan 2 kapal pesiar untuk merapat pada waktu dan jam yang sama yaitu MV Norwegian Spirit dan MV Seaborn Pride sebagaimana pada Desember 2018 lalu juga kedatangan 2 kapal pesiar pada waktu dan jam yang sama yaitu MV.Marella Discovery dan MV. Seaborn Pride. Banyak pelaku usaha resort dan homestay, guide dan sopir-sopir yang selama ini menikmati berkah usaha industri pariwisata menghubungi saya menyampaikan keluhan yang dialami dan kehilangan pekerjaan akibat musibah covid-19.
Teluk Sabang ini harus ditata sebagai satu kesatuan pelabuhan yang terintegrasi dengan jasa-jasa lainnya sedemikian rupa sebagai pintu gerbang dan etalase bangsa yang mengedepankan nilai-nilai dan jati diri ke-Acehan, sebagai bangsa Indonesia dan komunitas masyarakat Internasional yang universal. Kawasan Teluk Sabang ini harus ditata menjadi ruang publik untuk berinteraksi sosial dan menjadi pusat kuliner Aceh Internasional/etalase produk-produk Aceh dengan berbagai antraksi dan event seni budaya.
Saya membayangkan setiap kedatangan kapal biasanya lebih 2000-3000 wisatawan berjubel di sekitar Teluk Sabang, apalagi dengan kapal-kapal megacruise yang penumpangnya mencapai 6000 penumpang dan saya pernah membuktikan pada tahun 2017 pada saat Sail Sabang kedatangan kapal MV. Costa Victoria opensea Singapura dengan tujuan utama membawa 2.200 penumpang ke Mesjid Raya Baiturrahman dan Museum Tsunami, 1000 penumpangnya merupakan wisatawan muslim manca negara.
Untuk mewujudkan cita-cita dan harapan tersebut diperlukan kesamaan visi stakeholder terkait terutama internal BPKS dan bahu-membahu bersama Pemerintah Kota Sabang, Pemerintah Aceh Besar, Pemerintah Aceh dan kementerian/lembaga terkait. Spirit ke-Acehan harus digelorakan kembali untuk membangun ekonomi melalui Kawasan Sabang sesuai amanah UU No.37 tahun 2000 dan UU No.11 tahun 2006. Untuk itu insan-insan BPKS merupakan insan-insan pilihan terbaik seperti miniatur BRR NAD-Nias.
Selanjutnya » Konsep 5-R untuk Percepatan Pengembangan...