Mengenali Sejarah tanpa Batasan
Font: Ukuran: - +
Oleh Rozal Nawafil*
Indonesia saat ini telah banyak mengumpulkan khazanah ilmu pengetahuan melalui sejarah perkembangannya dari masa ke masa. Memiliki banyak konteks, peristiwa, fenomena, realitas dan kejadian yang tak akan pernah ada habisnya bila terus dibahas serta didiskusikan. Namun Indonesia masih sangat cukup muda dibandingkan sejarah klasiknya pada masa-masa kerajaan, nusantara dan kisah-kisah para pendahulu.
Kemajuan zaman ternyata berbanding terbalik dengan konteks sejarah, saat ini masyarakat kebanyakan lebih mengenali dan bangga terhadap sejarah bangsa lain dan menghidupkan nilai sejarah asing terhadap Indonesia itu sendiri.
Semacam adanya pergeseran nilai secara ontologi sekaligus dikotomi sejarah kebangsaan Indonesia. Hal inilah yang menyebabkan lemahnya generasi muda yang orientasinya saat ini adalah instan sehingga tak lagi memiliki semangat historitas dan proses dalam mengenali konteks terdahulu.
Memang sudah seharusnya kembali merevitalisasi studi dan realitas kehidupan Indonesia dengan berbasis sejarah maupun historitas kehidupan. Agar tidak terjadi dikotomi sejarah dan terputusnya values, falsafah, pedoman, dan karya klasik.
Sehingga perlu adanya sebuah gagasan baru dan terobosan yang sangat fundamental untuk melakukan rehistoris dengan baik agar tidak terjadinya ahistoris terhadap aspek sejarah. Sebab dengan demikian sejarah bangsa Indonesia akan semakin besar, jaya dan berkesinambungan mulai dari awal hingga sampai puncaknya.
Fenomena ahistoris terhadap sejarah terjadi karena banyaknya faktor yang ada. Salah satunya ialah melalui inklusivitas yang sangat tinggi hingga akhirnya melonggar tidak bisa memfilterisasi dan memberi batasan secara kekuatan hukum maupun politik yang sesuai dengan konteks keindonesiaan.
Hal ini terjadi karena lemahnya pengawasan, pudarnya semangat kebangsaan, minimnya nilai sejarah sebagai dasar pengetahuan, dan kecenderungan terhadap ketergantungan kepada sesuatu yang lain di luar nilai keindonesiaan yang dipaksakan.
Itulah kenapa terkadang negera ini hanya dianggap tempat persinggahan sementara bagi sebagian kelompok masyarakat berkelas, tempat melakukan transaksional bisnis semata, tempat mengeksploitasi sumber daya yang ada sebagai kepentingan individual, tempat mencari keuntungan yang hasilnya untuk kesenangan di kancah internasional.
Tempat kesempatan untuk membuang sesuatu yang telah menjadi buruk, bahkan menjadi tempat pelarian sementara karena masih lemahnya sistem kehidupannya, tempat yang hanya dijadikan seperti kandang hewan maupun pembuangan kotoran, tempat untuk melakukan diskriminasi, tempat eksperimental kerusakan sebagai lahan kepicikan, tempat yang dijadikan kambing hitam kerusakan-kerusakan dan tempat yang kemungkinan bisa dijadikan ritualitas hidup maupun tempat yang secara terpaksa akan dihabiskan untuk segera dihancurkan.
Hal-hal itu dapat terjadi karena hilangnya nilai sejarah dalam kehidupan saat ini di era milenial. Sehingga tidak memiliki kepedulian, kepekaan, dan kekuatan dalam memperjuangkan sebagai bentuk pertahanan. Semakin acuh terhadap fenomena yang konteksnya adalah ciri khas dan keadaan alam sesungguhnya yang ada serta bukan ditiadakan maupun diada-adakan.
Maka pentingnya mengenali sejarah tanpa batasan apapun, apalagi menyangkut pada sejarah kebangsaan baik konteksnya maupun dinamikanya. Aspek apapun itu, bila ia lepas dan melepaskan diri dari sejarah maka akan kehilangan nilai, arah dan esensinya. Sehingga kenangan tinggal kenangan, kisah hanya sebatas kisah, legenda menyisakan luka dan hikmah sejarah hanya pada musibah serta kehancurannya semata. []
*Penulis adalah mahasiswa Teknik Arsitektur Fakultas Teknik Unsyiah.