DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Peringatan Hari Santri Nasional 2025 yang mengusung tema “Mengawal Indonesia Merdeka Menuju Peradaban Dunia” terasa semakin bermakna bagi masyarakat Aceh.
Tahun ini, Gubernur Aceh, Muzakir Manaf (Mualem), dinobatkan sebagai salah satu penerima Pesantren Award 2025 untuk subkategori “Kepala Daerah Pendukung Tiga Fungsi Pesantren : Pendidikan, Dakwah, dan Pemberdayaan Masyarakat.”
Penghargaan ini diberikan langsung oleh Ketua Dewan Juri, Alissa Qotrunnada Wahid, putri dari Presiden ke-4 Republik Indonesia, KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Bersama Mualem, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa juga menerima penghargaan serupa, menandai komitmen keduanya dalam memperkuat peran pesantren di daerah masing-masing.
Raihan Mualem dan Pemerintah Aceh ini bukan sekadar simbol, melainkan bentuk nyata pengabdian panjang terhadap dunia pendidikan dayah (pesantren). Sejak terbentuknya Dinas Pendidikan Dayah Aceh pada tahun 2008, pemerintah secara konsisten mengalokasikan sebagian besar Dana Otonomi Khusus (Otsus) untuk memperkuat lembaga pendidikan berbasis pesantren.
Selama 17 tahun terakhir (2008-2025), berbagai program telah diwujudkan diantaranya pembangunan ruang kelas belajar (RKB), asrama santri, aula, bantuan laptop, pelatihan life skill bagi santri, studi banding, hingga peningkatan kapasitas guru dayah. Bahkan, sejumlah pesantren di Aceh menerima bantuan hingga miliaran rupiah per tahun, terbagi untuk dayah putra, dayah putri, dan Ma’had Aly atau dayah manyang.
Kebijakan yang berpihak pada pendidikan dayah ini tentu tidak terlepas dari peran politik dan dukungan Partai Aceh, partai lokal yang telah hampir dua dekade memegang peranan penting di parlemen daerah di bawah komando Muzakir Manaf.
Dayah di Aceh hari ini bukan hanya pusat pendidikan agama, tetapi juga sentra dakwah dan pemberdayaan masyarakat. Santri tidak hanya dididik untuk memahami kitab dan ilmu agama, melainkan juga dilatih agar mampu menjadi agen perubahan sosial.
Mualem memahami bahwa keberadaan dayah adalah fondasi moral Aceh. Pemerintah Aceh terus memperkuat sinergi antara pendidikan keagamaan dan program pemberdayaan ekonomi umat agar nilai-nilai Islam yang rahmatan lil alamin hadir nyata dalam kehidupan masyarakat.
Santri : Penjaga Peradaban dan Cinta Tanah Air
Hari Santri Nasional bukan sekadar seremoni tahunan. Ia merupakan pengingat atas kontribusi besar pesantren dan santri dalam sejarah perjuangan bangsa.
Dari masa penjajahan hingga kemerdekaan, para ulama dan santri telah memainkan peran strategis membangun kesadaran beragama yang harmonis, memimpin perlawanan kultural terhadap kolonialisme, hingga melahirkan Resolusi Jihad 1945 yang menjadi cikal bakal pertempuran heroik 10 November di Surabaya.
Presiden Joko Widodo melalui Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2015 menetapkan 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional, sebagai bentuk penghormatan atas jihad keilmuan dan kebangsaan para santri. Semangat “Hubbul Wathan Minal Iman” -- cinta tanah air sebagian dari iman -- terus menjadi napas perjuangan mereka hingga kini.
Seiring perubahan zaman, jihad santri bertransformasi menjadi jihad intelektual dari perjuangan melawan kebodohan, ketidakpahaman, dan ketertinggalan. Seperti yang kita saksikan selama ini para santri dengan kitab di tangan dan pena di genggaman adalah simbol perlawanan terhadap kegelapan pengetahuan.
Mereka memperdalam ilmu, menyebarkan cahaya pengetahuan, dan berkhidmat untuk kemaslahatan umat. Dalam bingkai etika agama dan kebutuhan sosial, prinsip maslahat lil ummah menjadi pedoman yang tak tergoyahkan.
Penghargaan Pesantren Award 2025 untuk Muzakir Manaf sesungguhnya adalah pengakuan atas keberhasilan Aceh menjaga identitasnya sebagai negeri para ulama. Di tengah tantangan modernisasi dan derasnya arus globalisasi, komitmen Mualem untuk memperkuat pendidikan dayah adalah bagian dari jihad kebudayaan dan keilmuan.
Melalui dukungan berkelanjutan terhadap pendidikan, dakwah, dan pemberdayaan masyarakat, Aceh menunjukkan bahwa santri bukan sekadar pelajar agama namun mereka adalah penjaga peradaban.
Hari Santri Nasional menjadi momentum bagi seluruh umat untuk meneguhkan kembali semangat keislaman, keindonesiaan, dan kemanusiaan. Di bawah kepemimpinan yang berpihak pada pendidikan Islam, Aceh membuktikan bahwa cinta tanah air dan cinta ilmu adalah dua hal yang tak terpisahkan.
“Dari Dayah untuk Nusantara, dari Santri untuk Peradaban Dunia. Selamat Hari Santri Nasional 2025."[]
Penulis : Mirza Ferdian Warga Banda Aceh