Beranda / Opini / PT PEMA sebagai Super Holding Aceh

PT PEMA sebagai Super Holding Aceh

Selasa, 18 Februari 2025 20:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Penulis :
Muhammad Ridwansyah

Muhammad Ridwansyah. [Foto: dokumen untuk dialeksis.com]


DIALEKSIS.COM | Opini - Artikel ini ingin memberikan gagasan bagaimana PT. Pembangunan Aceh (PT. PEMA) sebagai super holding Aceh yang harus direalisasikan pada masa kepemimpinan H. Muzakir Manaf dan H. Fadhulullah selaku pemimpin pemerintahan Aceh 2025-2030. 

Agenda penguatan PT. PEMA sebagai super holding Aceh sebenarnya sudah diinisiasi sejak tahun 2011 dengan dibentuknya Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2011 tentang Pembentukan Perseroan Terbatas Investasi Aceh. Tahun 2017, PDPA berubah status menjadi PT. PEMA melalui Qanun Aceh Nomor 16 Tahun 2017 tentang Perubahan Bentuk Hukum Perusahaan Daerah Pembangunan Aceh menjadi Perseoran Terbatas Pembangunan Aceh. Keinginan ini terbentuk secara kelembagaan pada tahun 2019 melalui akta pendirian PT. PEMA No. 06 tanggal 05 April 2019 yang dibuat oleh Notaris Cut Era Fitriyanti S.H., M.Kn. Sekaligus Pemerintah Aceh mengeluarkan kebijakan penyertaan modal pada PT. PEMA melalui Qanun Aceh Nomor 5 Tahun 2019 tentang Penyertaan Modal Pemerintah Aceh pada Badan Usaha Milik Aceh.

Regulasi penyertaan modal kepada PT. PEMA sebanyak 25% dari modal dasar yang disetorkan oleh Pemerintah Aceh, hal ini secara langsung memberi harapan baru bagi PT. PEMA untuk tumbuh sebagai company holding di Aceh.

Perjalanan PT. PEMA semakin mengembirakan bagi rakyat Aceh karena belakangan, PT. PEMA semakin membangun jangkar perusahaanya. Sebut saja, PT. PEMA bersama PT. EMP membangun konsorsium bersama dengan wujud entitas yakni PT. PEMA Global Energi (PGE) yang mengelola Blok B bekas PT. Arun LNG dulu. 

Tidak tanggung-tanggung nilai investasi atau pemberian pinjaman pembiayaan awal kerjasama sebesar 50. 000.000 USD dengan mekanisme pembagian revenue yang dihasilkan pasca production sharing contract (PSC). PGE, pun berjalan sejak dari tahun 2021 sampai dengan sekarang.

PEMA semakin membanggakan, dalam rencana bisnisnya: ada 23 program pritotas PT. PEMA antara lain: komersialisasi perikanan, revitalisasi ICS DKP Aceh, truk box berpendinginan, pengelolaan kopi arabika Gayo, perdagangan pupuk, pabrik minyak goreng, peternak ayam petelur, alokasi gas, tambang batubara, PI NSO 10%, penyetoran 30% saham PT. Arun Gas, Pendirikan gedung kerjasama WIKA, trading condensate, efisiensi energi di KEK Arun, pembangkit listrik tenaga bayu (PLBT-Angin, pabrik asam sulfat (H2S04), JV WK Pase, carbon credit, komersialisasi sulfur, revitalisasi teknik kondensat F-6104 Kilang Arun, PEMA-Telco KSO, pengembangan BMN KEK Arun dan pengelolaan hutan berimbang PEMA-CHL.

Rencana-rencana bisnis di atas harus didukung oleh Gubernur Aceh H. Muzakir Manaf dan Wakil Gubernur Aceh H. Fadhulullah SE., untuk mendukung itu dibutuhkan politic will dari dukungan kedua pimpinan tersebut. Kebijakan-kebijakan yang segera dan mendesak dilakukan oleh Pemerintah Aceh sebagai berikut:

Pertama, Pemerintah Aceh harus segera memberikan sisa penyertaan modal sebanyak 75% yang belum disetor atau setidaknya ada penambahan 25% lagi untuk PT. PEMA shingga secara kelembagaan PT. PEMA semakin kuat dan berjangkar. Karena konsepsi penyertaan modal pada dasarnya pengalihkan kepemilihkan kekayaan Aceh yang semula merupakan kekayaan yang tidak dipisahkan menjadi kekayaan yang dipisahkan, untuk diperhitungkan sebagai modal Aceh pada BUMA dengan prinsip saling menguntungkan. 

Penyertaan modal tidak pernah akan rugi karena ada konseptual deviden. Gubernur Aceh selaku pemilik mayoritas saham tunggal akan selalu menerima deviden setiap tahun, sehingga akan selalu menguntungkan dan terhitung sebagai pendapatan asli Aceh.

Kedua, Pemerintah Aceh dan DPRA sebaiknya memberikan catatan positif agar PT. PEMA menjadi super holding Aceh sejalan dengan perubahan UU BUMN yang melahirkan lembaga baru yakni Badan Pengelola Daya Anagata Nusantara yang fokus pada investasi dan lain-lain. Pemerintah Aceh, jauh sebelum itu sudah memulai dasar konseptual seperti lembaga Danantara dengan mengesahkan Qanun No. 6 Tahun 2011 wajib membentuk PT. Investasi Aceh. Perusahaan ini bertugas membentuk induk perusahaan (holding company) sebagai wadah untuk menciptakan dan mendorong BUMA (PT. PEMA). 

Artinya, Gubernur Aceh H. Muzakir Manaf tinggal injak gas saja karena wadahnya sudah tersedia dengan baik. Lalu, yang harus dilakukan Gubernur Aceh H. Muzakir Manaf agar segera merasionalisasikan APBA 2025 agar memberikan peluang pembiayaan investasi Pemerintah Aceh dalam postur APBA-P 2025 nantinya. Jika ini dilakukan dengan baik, maka super holding Aceh akan tercapai dan kelembagaan PEMA akan menjadi solusi subtansi untuk mengentaskan kemiskinan di Aceh.

Ketiga, restrukturisasi PT. PEMA agar manajemen, keuangan, dan operasi perusahaan agar segera membentuk anak-anak usaha PT. PEMA. Super holding PT. PEMA harus diperkuat secara lini sehingga yang akan diperbanyak atau dilahirkan adalah anak-anak perusahaan sesuai dengan isu bisnis dan investasi yang akan dibangun di Aceh dan di luar Aceh. PT. PEMA bahkan, dapat memperoleh sumber pendanaan dari sumber modal lainnya maupun pinjaman dengan syarat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pinjaman itu untuk menunjang PT. PEMA secara kontiniu memberikan dampak perekonomian di Aceh meningkat dengan drastis. 

Anak-anak usaha PT. PEMA harus dilahirkan atau joint venture dengan perusahaan nasional dan internasional. Gubernur Aceh selaku pemegang saham tunggal dapat memberikan kesempatan bagi PT. PEMA sebagai perusahaan yang go publik supaya PT. PEMA secara kelembagaan memiliki akses terhadap pendanaan di pasar saham, memiliki tambahan kepercayaan untuk akses pinjaman, menumbuhkan professional perusahaan dan lain-lain.

PT. PEMA sebagai super holding bagi Aceh adalah sebuah keniscayaan bagi Aceh, karena Aceh wajib mandiri secara fiskal. Gubernur Aceh H. Muzakir Manaf sangat pantas untuk memulai itu, kapasitas beliau sebagai Panglima Perang Aceh yang akan bermigrasi sebagai Panglima Pembangunan Aceh inheren dengan kebijakan strategis super holding itu. Beliau juga sudah ingin membuka jalur penyeberangan pelabuhan Lhokseumawe-Penang. Langkah itu sudah tepat karena kewenangan bandar udara dan bandar laut menjadi rezim Pemerintah Aceh. 

Karena PT. Pelindo dan PT. PEMA dapat bekerja sama untuk memaksimalkan pelabuhan Krueng Geukeuh yang di Aceh Utara tersebut. Dua entitas besar ini bisa memulai dan menerjemahkan bagaimana keinginan Gubernur Aceh H. Muzakir Manaf untuk membuka jalur penyeberangan tersebut, akan banyak tenaga kerja terserap ketika jalur penyeberangan diaktivasi. Perekonomian akan tumbuh dengan sendirinya.

Dengan demikian, PT. PEMA sebagai super holding Aceh harus dilihat secara komprehensif dan bijak. Banyak hal yang bisa dilakukan oleh PT. PEMA sebagai super holdingnya Aceh. Terakhir, PT. PEMA dari aspek hukum tata negara dapat dibangun dengan privatisasi, holdingisasi, kontrol dan pengawasan. Artinya keberadaan PT. PEMA sebagai entitas bisnis harus mencari keuntungan sebanyak-banyak bagi rakyat Aceh dan memberikan pembangunan yang harus melayani kepentingan publik. 

Tujuan bisnis plat merah dan darah rakyat Aceh ini diharapkan dapat memberikan value bagi kepentingan Aceh, bagi perjuangan rakyat Aceh, bagi syuhada-syuhada pejuang Aceh dan leluhur bangsa Aceh nantinya.

Semoga.[**]

Penulis: Muhammad Ridwansyah (Dosen Tetap Fakultas Hukum Universitas Sains Cut Nyak Dhien)

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI