kip lhok
Beranda / Opini / Refleksi Sikap Masyarakat Aceh terhadap Pengungsi Rohingya

Refleksi Sikap Masyarakat Aceh terhadap Pengungsi Rohingya

Senin, 11 November 2024 08:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Penulis :
Teuku Alfin Aulia

Penulis: Teuku Alfin Aulia, Founder Forum Halaqah Aneuk Bangsa. Foto: Dialeksis.com


DIALEKSIS.COM | Opini - Dengan penuh rasa hormat, tulisan ini kami persembahkan kepada seluruh masyarakat Aceh. Di tengah berbagai permasalahan yang sedang melanda Aceh tercinta, kami merasa terpanggil untuk menyampaikan sebuah pesan mendalam mengenai fenomena yang telah menjadi perhatian masyarakat Aceh selama beberapa tahun terakhir, terutama menjelang penghujung tahun.

Gelombang kedatangan pengungsi Rohingya yang berlabuh dengan perahu sesak di berbagai wilayah pesisir Aceh dalam dua tahun terakhir telah memicu beragam reaksi keras dari masyarakat. Baik masyarakat pesisir maupun perkotaan, hampir seluruhnya menolak kehadiran para "manusia perahu" Rohingya di wilayah mereka. Berbagai alasan dikemukakan, mulai dari ketidakadilan, beban negara, status imigran gelap, hingga potensi kriminalitas. Bahkan, beberapa kelompok tidak segan melakukan tindakan agresif untuk mengusir para pengungsi, seperti yang terjadi di Balee Meuseuraya pada akhir tahun lalu oleh sekelompok mahasiswa.

Penolakan terhadap pengungsi Rohingya masih berlangsung hingga kini. Kasus terbaru menunjukkan sekitar 152 pengungsi yang mendarat di Aceh Selatan harus terlunta-lunta karena ditolak warga dari satu tempat ke tempat lain.

Bila dicermati lebih dalam, terdapat perubahan sikap yang signifikan dalam cara masyarakat Aceh menanggapi kehadiran pengungsi Rohingya. Sebelumnya, opini masyarakat Aceh terhadap pengungsi Rohingya cenderung sangat positif. Mayoritas masyarakat Aceh kerap menunjukkan empati atas penderitaan yang dialami saudara seiman mereka ini.

Menariknya, berdasarkan analisis data yang dipublikasikan oleh Tempo, ditemukan beberapa fakta penting terkait fenomena penolakan pengungsi Rohingya di Aceh. Pertama, terjadi perubahan drastis dalam sentimen publik di media sosial. Awalnya, sekitar 80% sentimen masyarakat terhadap pengungsi Rohingya bersifat positif. Namun, dalam hitungan bulan di tahun yang sama, sentimen tersebut berubah menjadi 80% negatif.

Perubahan ini dipicu oleh maraknya penyebaran disinformasi, seperti klaim bahwa pengungsi Rohingya akan "menjajah" Indonesia atau tuduhan bahwa UNHCR terlibat dalam perdagangan manusia. Konten-konten negatif ini disebarkan secara terorganisir melalui akun bot dan mikro-influencer di platform seperti TikTok. Dua influencer utama teridentifikasi telah memproduksi konten anti-Rohingya secara masif, yang berhasil menarik jutaan penonton dan interaksi.

Hasil analisis juga mengungkap adanya koordinasi dalam penyebaran ujaran kebencian di media sosial, khususnya di Twitter dan TikTok. Tren percakapan di media sosial menunjukkan lonjakan signifikan pada akhir November dan Desember 2023, ketika isu pengungsi Rohingya dimanfaatkan sebagai topik kampanye Pilpres 2024. Amplifikasi konten kebencian di Twitter didominasi oleh akun-akun anonim.

Sebelum munculnya laporan tersebut, MPU Aceh (Majelis Permusyawaratan Ulama) telah menghimbau agar masyarakat Aceh tidak terpengaruh berita provokatif yang sengaja disebarkan oleh pihak-pihak tertentu. Melalui berbagai media massa, Ketua MPU Aceh Tgk H Faisal Ali (Lem Faisal) menyatakan, "Kita sudah sampaikan bahwa kita berkewajiban untuk menerima mereka. Namun permasalahannya ada pihak yang memprovokasi masyarakat."

Sayangnya, himbauan dari lembaga ulama tersebut kurang diindahkan oleh mayoritas masyarakat Aceh yang telah terpengaruh berbagai informasi provokatif dari media massa. Ironisnya, masyarakat Aceh yang selama ini dikenal sangat Islamis dan menjadikan fatwa ulama sebagai rujukan utama, kini justru mengabaikan himbauan tersebut.

Salah satu isu provokatif yang kerap disebarkan adalah klaim bahwa pemerintah memberikan gaji kepada para pengungsi Rohingya. Padahal, ini adalah informasi yang sangat menyesatkan. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD telah menegaskan, "Ini tidak ada alokasi anggarannya di APBN, tidak ada di pemda [APBD]. Mereka masuk ke daerah-daerah yang tidak memiliki anggaran untuk itu."

Pemerintah hanya menyediakan lokasi penampungan sementara demi alasan kemanusiaan. Kebutuhan hidup sehari-hari para pengungsi atau pencari suaka di Indonesia – bukan hanya Rohingya – sepenuhnya ditanggung oleh UNHCR. Seperti yang ditegaskan oleh Perwakilan UNHCR untuk Indonesia, Mitra Salima Suryono, "Setiap biaya dan kebutuhan pengungsi akan di-cover atau ditanggung oleh UNHCR dan mitra-mitra kerja... Sama sekali tidak menggunakan pendanaan dari negara atau APBN/APBD."

Al-Qur'an mengajarkan umat Muslim agar tidak mudah menerima mentah-mentah setiap berita yang datang. Allah berfirman dalam Q.S. Al-Hujurat Ayat 6, "Wahai orang-orang yang beriman, jika seorang fasik datang kepadamu membawa berita penting, maka telitilah kebenarannya agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena ketidaktahuan(-mu) yang berakibat kamu menyesali perbuatanmu itu."

Perlu diingat bahwa etnis Rohingya merupakan kelompok Muslim yang mengalami diskriminasi sistematis dari pemerintah Myanmar. PBB sendiri telah mengakui adanya unsur ethnic cleansing yang dilakukan terhadap minoritas Muslim Rohingya di provinsi Rakhine, Myanmar.

Dalam konteks solidaritas Muslim, masyarakat Aceh memiliki sejarah panjang dalam membela dan membantu saudara seiman. Seperti disebutkan dalam Q.S. Al-Hujurat ayat 10, "Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu perbaikilah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat."

Rasulullah SAW juga bersabda, "Perumpamaan kaum mukminin dalam saling mencintai, saling mengasihi, dan saling menyayangi bagaikan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh anggota tubuhnya yang lain ikut merasakan sakit juga dengan tidak bisa tidur dan merasa demam." (HR Muslim)

Sungguh ironis ketika sebagian masyarakat begitu serius menanggapi krisis kemanusiaan yang menimpa saudara Muslim di Palestina dan mengkritik kelambanan negara-negara Arab dalam menanganinya, namun pada saat yang sama, kita sendiri lamban dalam membantu pengungsi Rohingya yang berada tepat di hadapan kita.

Melalui tulisan ini, kami mengajak seluruh masyarakat Aceh untuk kembali merenung dan mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan serta persaudaraan Islam yang telah lama menjadi bagian dari identitas kita. Mari bersama-sama menolak provokasi dan disinformasi yang dapat memecah belah persatuan umat Islam.

Penulis: Teuku Alfin Aulia, Founder Forum Halaqah Aneuk Bangsa.

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda