DIALEKSIS.COM | Jakarta - Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Golkar, Galih Kartasasmita, mengusulkan agar Indonesia mempertimbangkan legalisasi kasino sebagai sumber baru penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Gagasan ini disampaikannya dalam rapat kerja dengan Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, Kamis (8/5/2025), dengan merujuk pada langkah Uni Emirat Arab (UEA) yang mulai membuka kasino meski berlatar belakang konservatif.
“Mohon maaf, saya bukannya mau apa-apa, tapi UEA kemarin sudah menjalankan kasino. Mereka bisa berpikir out of the box dalam kebijakan fiskal. Kita perlu belajar dari itu,” ujar Galih.
Usulan ini sebenarnya bukan hal baru. Sejarah mencatat, Indonesia pernah melegalkan kasino pada era Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin (1966“1977). Saat itu, Jakarta terkendala anggaran untuk membangun infrastruktur dasar. Melalui Surat Keputusan Gubernur No. 805/A/k/BKD/1967, Ali Sadikin melegalkan perjudian di Kawasan Petak Sembilan, Glodok, bekerja sama dengan investor WN China, Atang.
Menurut pemberitaan Koran Sinar Harapan (21 September 1967), kebijakan ini bertujuan mengalihkan perjudian ilegal yang marak ke sektor terkontrol. Hasilnya, pemerintah berhasil mengumpulkan pajak hingga Rp25 juta per bulan nilai fantastis di era itu. Dengan harga emas Rp230 per gram (1967), dana tersebut setara dengan 108,7 kg emas atau sekitar Rp200 miliar dalam nilai sekarang.
“Uang hasil judi ilegal sebelumnya mencapai Rp300 juta per tahun, tetapi mengalir ke oknum pelindung. Dengan legalisasi, dana itu bisa dipakai membangun jembatan, sekolah, dan rumah sakit,” ungkap Pemerintah DKI Jakarta saat itu, seperti dikutip Sinar Harapan.
Keberhasilan kasino Glodok mendorong pembukaan cabang di Ancol. Selama satu dekade, pendapatan DKI Jakarta melonjak dari puluhan juta menjadi Rp122 miliar pada 1977. Dana tersebut menjadi tulang punggung pembangunan infrastruktur ibu kota, termasuk Jembatan Semanggi dan Rumah Sakit Sumber Waras.
Namun, legalisasi kasino berakhir pada 1974 setelah pemerintah pusat mengeluarkan UU No.7/1974 yang melarang praktik perjudian. Keputusan ini menuai pro kontra, mengingat dampak positifnya pada APBD DKI.
Galih Kartasasmita menegaskan, usulan kasino bukan untuk mendorong praktik judi, melainkan optimalisasi PNBP. “Kita punya preseden sukses di masa lalu. Jika dikelola transparan, ini bisa jadi solusi tambahan pendanaan pembangunan,” tegasnya.
Meski demikian, wacana ini diprediksi akan menuai perdebatan, mengingat sensitivitas isu perjudian di Indonesia. Pemerintah diharapkan mempertimbangkan aspek hukum, sosial, dan ekonomi sebelum mengambil keputusan.