Jum`at, 07 November 2025
Beranda / Parlemen Kita / Ketua Fraksi Golkar DPRA: Pemerintah Aceh dan Multi-Stakeholder Harus Tegas Kendalikan BBM Non-Subsidi

Ketua Fraksi Golkar DPRA: Pemerintah Aceh dan Multi-Stakeholder Harus Tegas Kendalikan BBM Non-Subsidi

Kamis, 06 November 2025 17:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Ratnalia

Ketua Fraksi Partai Golkar Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Muhammad Rizky, yang akrab disapa Adek, mendorong Pemerintah Aceh bersama seluruh pemangku kepentingan untuk segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap tata kelola dan pengawasan distribusi BBM non-subsidi di Aceh. [Foto: dokpri]


DIALEKSIS.COM | Aceh - Ketua Fraksi Partai Golkar Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Muhammad Rizky, yang akrab disapa Adek, mendorong Pemerintah Aceh bersama seluruh pemangku kepentingan untuk segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap tata kelola dan pengawasan distribusi BBM non-subsidi di Aceh.

Menurutnya, selama ini masih ditemukan indikasi penyalahgunaan dan ketidaktepatan sasaran dalam penggunaan BBM non-subsidi, baik oleh perusahaan besar maupun kalangan pengusaha tertentu. Hal ini, kata Adek, berpotensi menimbulkan kebocoran anggaran dan ketimpangan distribusi energi di daerah.

“Pemerintah Aceh bersama multi-stakeholder harus menyusun langkah nyata dan terukur untuk mengontrol distribusi BBM non-subsidi agar tidak disalahgunakan. Kita ingin peruntukannya jelas: tepat sasaran, tepat manfaat, dan tepat guna,” tegas Muhammad Rizky kepada Dialeksis.com saat dihubungi, Kamis (6/11/2025).

Adek menilai bahwa lemahnya pengawasan selama ini membuka celah bagi oknum-oknum tertentu untuk mengambil keuntungan pribadi. Bahkan, tak jarang muncul “backing” dari pihak tertentu yang melindungi praktik penyelewengan BBM non-subsidi.

“Masalah lain yang juga perlu disoroti adalah adanya pihak-pihak yang menjadi backing dalam praktik penyimpangan distribusi BBM non-subsidi. Ini harus ditindak tegas. Tidak boleh ada ruang toleransi terhadap perilaku seperti ini,” ujarnya.

Ia menegaskan bahwa Pemerintah Aceh, aparat penegak hukum (APH), dan Pertamina harus duduk bersama untuk merumuskan langkah konkret dan berdampak nyata. Sinergi lintas sektor, katanya, sangat penting agar pengawasan distribusi BBM non-subsidi berjalan transparan, akuntabel, dan dapat dipertanggungjawabkan.

“Semua pihak harus serius. Jangan hanya berhenti pada rapat dan seremonial. Kita butuh kebijakan yang implementatif, sistem yang bisa dilacak, serta sanksi tegas bagi pelanggar. Masyarakat menunggu bukti, bukan janji,” tambah Adek.

Lebih jauh, politisi muda Golkar ini juga mengusulkan agar Pemerintah Aceh membangun sistem digital pemantauan distribusi BBM non-subsidi, bekerja sama dengan pihak Pertamina dan lembaga pengawasan independen. Langkah ini dinilai akan meningkatkan transparansi dan mencegah penyimpangan di lapangan.

“Era sekarang harus berbasis data dan teknologi. Kita dorong penggunaan sistem digital agar setiap liter BBM non-subsidi bisa dipantau ke mana disalurkan, siapa penerimanya, dan berapa jumlahnya. Dengan begitu, pengawasan menjadi lebih efisien dan kebocoran bisa ditekan,” jelasnya.

Di akhir pernyataannya, Adek menegaskan bahwa kebijakan pengawasan BBM non-subsidi bukan sekadar soal ekonomi, tetapi juga soal keadilan sosial dan keberpihakan pemerintah terhadap masyarakat kecil.

“BBM non-subsidi bukan untuk disalahgunakan demi keuntungan segelintir orang. Pemerintah dan kita semua punya tanggung jawab moral untuk memastikan energi dikelola secara adil, berkelanjutan, dan memberi manfaat bagi masyarakat Aceh secara menyeluruh,” tutupnya. [ra]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI