DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Kota (DPRK) Banda Aceh, Irwansyah, mengkritik kinerja Badan Usaha Milik Negara (BUMN), khususnya PLN dan Pertamina, dalam merespons dampak bencana banjir dan longsor yang melanda Aceh.
Ia menilai, lambannya kebijakan strategis dari jajaran manajemen atas BUMN telah membuat masyarakat Aceh menderita berkepanjangan.
Kritik tersebut disampaikan Irwansyah melalui unggahan di akun Instagram pribadinya, @irwansyah_st2, yang dilansir media dialeksis.com, Senin (15/12/2025).
Dalam unggahan itu, Irwansyah menyebut kondisi Aceh saat ini sebagai double duka atau duka ganda, akibat bencana alam yang belum sepenuhnya pulih, ditambah persoalan krisis listrik dan kelangkaan LPG.
“Di saat BUMN kita seakan tidak berdaya ‘memanusiakan’ kita, PLN dengan listriknya, Pertamina dengan LPG-nya, masyarakat Aceh justru dibuat menderita berkepanjangan tanpa adanya kebijakan strategis yang sigap untuk mengatasi dampak bencana,” tulis Irwansyah.
Ia juga menyinggung belum terbukanya akses bantuan asing yang dinilai dapat meringankan beban masyarakat Aceh.
Padahal, menurutnya, Aceh memiliki kedekatan geografis dengan Malaysia serta relasi internasional, termasuk dengan negara-negara Timur Tengah.
“Bantuan asing tidak bisa masuk, padahal Malaysia sangat dekat dengan Aceh. Timur Tengah juga banyak yang memiliki relasi dengan Gubernur Mualem. Tapi semua itu seakan tak bergerak. Inilah yang membuat Aceh mengalami duka berlapis,” ujarnya.
Meski menyampaikan kritik keras, Irwansyah tetap memberikan apresiasi kepada para pegawai BUMN di level bawah yang dinilainya telah bekerja maksimal di lapangan. Ia menegaskan, kritiknya bukan ditujukan kepada pekerja teknis, melainkan kepada jajaran pimpinan dan pengambil kebijakan.
“Apresiasi setinggi-tingginya saya berikan kepada seluruh pegawai BUMN di level bawah, baik di PLN maupun Pertamina, yang sudah pontang-panting bekerja. Kerja kalian luar biasa. Tapi yang kami tunggu adalah kerja dengan HATI dari level atas, dari para pimpinan yang bergaji tinggi dan punya kewenangan membuat kebijakan,” tegasnya.
Terkait kelangkaan LPG, Irwansyah menyoroti distribusi gas yang dinilai tidak responsif terhadap kondisi darurat. Ia menyebut, terputusnya jalur darat seharusnya sejak awal diantisipasi dengan kebijakan pengalihan distribusi melalui jalur laut secara masif, termasuk penambahan armada kapal pengangkut.
“Kalau sudah tahu jalur darat putus dan distribusi harus lewat laut, maka sejak awal kapal itu harus ditambah. Tidak cukup satu atau dua. Bahkan kapal milik Pemerintah Aceh harus dilibatkan, ditambah lagi satu atau dua unit kalau perlu,” katanya.
Menurut Irwansyah, kebutuhan LPG di Banda Aceh dan Aceh Besar sangat besar. Dengan jumlah rumah tangga yang mencapai lebih dari 50 ribu unit di Banda Aceh saja, pasokan LPG yang hanya mengandalkan dua kapal dinilai tidak akan pernah mencukupi.
“Gas melon 3 kilogram itu hanya cukup untuk konsumsi 3-5 hari. Setelah habis, orang akan kembali antre mencari gas. Yang belum dapat tetap sabar mengantre. Begitu terus lingkarannya. Ini belum termasuk gas non-subsidi 5 dan 12 kilogram yang sangat dibutuhkan rumah tangga dan pelaku usaha,” jelasnya.
Ia juga mengingatkan dampak serius kelangkaan LPG terhadap pelaku UMKM dan sektor usaha kecil. Menurutnya, banyak pelaku usaha yang terpaksa menutup toko karena tidak mampu beroperasi tanpa pasokan energi yang stabil.
“Kita sedang bicara soal orang-orang yang berjuang agar tokonya tidak tutup. Tapi faktanya, sudah banyak yang akhirnya gulung tikar,” ungkapnya.
Irwansyah berharap para pimpinan BUMN benar-benar menempatkan Aceh sebagai wilayah yang setara dan bermartabat.
Ia menegaskan bahwa masyarakat Aceh bukan sekadar angka statistik, melainkan manusia yang harus diperlakukan secara manusiawi.
“Semoga para pimpinan puncak manajemen BUMN masih menganggap kami di Aceh sebagai manusia yang harus dimanusiakan. Ada kerja berbasis hati yang harus diwujudkan dalam bentuk kebijakan nyata, bukan sekadar kerja teknis di lapangan,” tegasnya.
Ia pun menutup pernyataannya dengan menunggu langkah konkret berupa kebijakan strategis dari jajaran direksi BUMN, seperti penambahan kapal distribusi, penambahan skid tank, serta langkah antisipatif lainnya.
“Kami menunggu kerja strategis Anda. Karena memang itulah tugas Anda dan Anda digaji untuk melakukan hal tersebut,” pungkas Irwansyah. [nh]