kip lhok
Beranda / Pemerintahan / Aktivis dan Cendekiawan Yudi Latif Soroti Tantangan Tata Kelola Negara Indonesia

Aktivis dan Cendekiawan Yudi Latif Soroti Tantangan Tata Kelola Negara Indonesia

Sabtu, 27 Januari 2024 11:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Nora

Aktivis dan cendekiawan terkemuka, Yudi Latif, PhD. [Foto: Ig @yudi.latif]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Aktivis dan cendekiawan terkemuka, Yudi Latif, PhD, mengemukakan kritik pedas terhadap tata kelola negara Indonesia, menyoroti ketidaksesuaian antara perkembangan demokrasi pasca-Reformasi dengan prasyarat fundamental liberalisme klasik.

Yudi Latif menilai bahwa prinsip rule of law, meritokrasi, dan akuntabilitas tampaknya terabaikan dalam sistem politik yang sedang berlangsung saat ini.  

"Perwujudan demokrasi Orde Reformasi tampaknya tak disertai prasyarat fundamental yang ditekankan para pemikir liberalisme klasik. Prasyarat yang dimaksud adalah rule of law, meritokrasi dan akuntabilitas. Yang terjadi di sini, rule of law ditepikan rule by law; meritokrasi ditepikan mediokrasi; akuntabilitas ditepikan kleptokrasi dan personalisasi kekuasaan," ujar Yudi Latif kepada Dialeksis.com, Sabtu (27/1/2024).

Menurut Yudi, dua patokan penting harus diperhatikan untuk menciptakan tata kelola yang baik. Pertama, gerak progres itu memerlukan dukungan stabilitas, maka jangan merobohkan semua tiang tradisi. Kedua, gerak progres juga memerlukan usaha penyesuaian secara terus-menerus seiring dengan perkembangan zaman.

"Dalam tata sejahtera, setidaknya ada dua persoalan yang melemahkan negara kita. Pertama, kesenjangan yang makin lebar karena pengabaian prinsip keadilan dalam distribusi harta, kesempatan dan privilese sosial (hak istimewa sosial)," sambungnya.

Selanjutnya, kata Yudi, persoalan yang dapat melemahkan negara adalah ketidakmampuan Indonesia dalam memenuhi kebutuhan dasarnya secara berdaulat, terperangkap dalam paradigma ekonomi lama yang mengandalkan impor dengan biaya murah.

Menurutnya, Indonesia harus berusaha mengembangkan kemandirian dengan jiwa merdeka, mengolah dan mengembangkan nilai tambah potensi sumberdaya alam sendiri.

"Kita harus mengembangkan kemandirian dengan jiwa merdeka. Harus dipastikan bahwa yang berkembang di negeri ini bukan sekadar pembangunan di Indonesia, tetapi pembangunan Indonesia--pembangun dari, oleh, dan untuk bangsa Indonesia, seraya tak lupa memberi pada dunia," tegas Yudi Latif.

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI
Komentar Anda