Senin, 15 September 2025
Beranda / Pemerintahan / Dana Hibah Parpol di Aceh Naik 400 Persen, Imran Mahfudi: Harus Ada Pengawasan Ketat

Dana Hibah Parpol di Aceh Naik 400 Persen, Imran Mahfudi: Harus Ada Pengawasan Ketat

Senin, 15 September 2025 08:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Praktisi hukum dan pengacara Aceh, Imran Mahfudi. Foto: doc pribadi/dialeksis


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Pemerintah Aceh pada tahun 2025 ini mengalokasikan dana hibah sebesar Rp29 miliar lebih untuk partai politik. 

Anggaran fantastis itu tertuang dalam Keputusan Gubernur Aceh Nomor 200.2/1020/2025 tentang Penetapan Alokasi Hibah Berupa Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik Nasional dan Partai Politik Lokal Tingkat Provinsi Aceh di Dewan Perwakilan Rakyat Aceh Tahun 2025, yang ditandatangani pada 14 Agustus 2025.

Dalam kebijakan tersebut, nilai bantuan keuangan untuk partai politik mengalami lonjakan signifikan. Jika sebelumnya hanya Rp2.000 per suara, tahun ini naik menjadi Rp10.000 per suara. Artinya, terjadi peningkatan hingga 400 persen.

Praktisi hukum dan pengacara Aceh, Imran Mahfudi, menilai kenaikan anggaran ini patut mendapat perhatian serius, baik dari publik maupun lembaga pengawas.

“Rp29 miliar itu bukan angka kecil. Itu uang rakyat yang bersumber dari APBA, yang semestinya benar-benar dimanfaatkan untuk memperkuat demokrasi, bukan untuk kepentingan sesaat elit partai,” ujar Imran kepada media dialeksis.com, Senin (15/9/2025).

Imran mengingatkan, kebijakan menaikkan dana hibah parpol sebesar 400 persen ini muncul di tengah kondisi ekonomi masyarakat yang masih sulit.

“Harus diingat, masyarakat Aceh sedang menghadapi tekanan ekonomi. Harga kebutuhan pokok naik, daya beli menurun. Di tengah kondisi seperti itu, pemerintah justru menaikkan dana parpol sampai empat kali lipat. Publik tentu berhak mempertanyakan prioritas kebijakan ini,” ungkapnya.

Menurutnya, setiap rupiah dari anggaran publik seharusnya dialokasikan dengan prinsip keadilan dan kebermanfaatan. "Kalau pun ada kenaikan, mestinya disertai dengan mekanisme pengawasan yang lebih kuat, serta tolok ukur yang jelas mengenai dampak penggunaan dana tersebut,” kata Imran.

Lebih jauh, Imran menegaskan bahwa anggaran jumbo ini harus diawasi ketat. Sebab, tanpa kontrol yang memadai, rawan disalahgunakan untuk kepentingan yang tidak ada kaitannya dengan penguatan partai.

“Bantuan negara untuk partai politik sejatinya digunakan untuk pendidikan politik, kaderisasi, dan penguatan kelembagaan. Itu mandat undang-undang. Tapi dalam praktiknya, ada kekhawatiran dana ini hanya jadi bancakan elit, atau bahkan dikorupsi dengan berbagai modus,” ujarnya.

Karena itu, Imran menyerukan agar LSM, masyarakat sipil, dan lembaga pengawas internal pemerintah ikut aktif memantau realisasi penggunaan dana tersebut. 

“Jangan sampai uang rakyat Rp29 miliar lebih ini hanya berakhir sebagai dana operasional elite, sementara kaderisasi dan pendidikan politik yang seharusnya menjadi tujuan utama justru terabaikan,” tambahnya.

Menurut Imran, kontrol publik sangat penting agar bantuan keuangan parpol benar-benar tepat sasaran. “LSM yang konsen pada isu akuntabilitas dan demokratisasi harus bersuara. Media juga punya peran untuk mengawal transparansi. Kalau tidak, publik akan sulit tahu ke mana uang sebesar itu dipakai,” ujarnya.

Ia juga menyarankan agar Pemerintah Aceh membuat mekanisme laporan terbuka. “Setiap partai yang menerima dana harus menyampaikan laporan penggunaan secara transparan dan bisa diakses publik. Itu bagian dari pertanggungjawaban moral sekaligus hukum,” tegasnya.

Meski demikian, Imran mengakui bahwa dana hibah parpol adalah kebutuhan untuk memperkuat demokras. "Demokrasi yang sehat butuh partai politik yang kuat dan transparan. Dana publik bisa menjadi instrumen, tapi kalau disalahgunakan justru memperburuk citra partai,” pungkasnya.

Keyword:


Editor :
Redaksi

perkim, bpka, Sekwan
riset-JSI
sekwan - polda
bpka - maulid