Sabtu, 29 Maret 2025
Beranda / Pemerintahan / Direktur RSUZA Wajib Menjamin Keadilan bagi Tenaga Medis

Direktur RSUZA Wajib Menjamin Keadilan bagi Tenaga Medis

Sabtu, 22 Maret 2025 10:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Arn

Dr. Nasrul Zaman, Pengamat Kebijakan Publik sekaligus Direktur Eksekutif E-Trust. Foto: doc Nukilan.id


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Dr. Nasrul Zaman, Pengamat Kebijakan Publik sekaligus Direktur Eksekutif E-Trust, menilai belum diterimanya Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) atau jasa medis oleh pegawai Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin (RSUZA) mencerminkan kegagalan dalam menerjemahkan Pergub Aceh Nomor 15 Tahun 2024. Pergub tersebut seharusnya memberi pilihan antara TPP atau jasa medis bagi tenaga kesehatan, namun hingga kini implementasinya dinilai tidak adil dan tidak transparan.

“Masalah utama terletak pada ketidakjelasan skema pembagian. Selama ini, tidak ada transparansi mengenai berapa besar pendapatan jasa medis yang dibagikan ke seluruh pegawai, dari level manajemen hingga staf lapangan. Akibatnya, muncul ketimpangan,” tegas Nasrul Zaman saat Dialeksis menghubunginya, Minggu (22/03/2025).

Menurutnya, TPP seharusnya menjadi batas minimal pendapatan tambahan bagi seluruh pegawai RSUZA, mengingat TPP juga diterima oleh pegawai di Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA) lainnya. Sementara jasa medis, meski merupakan hak tenaga medis, tidak boleh disamaratakan untuk petugas administrasi yang tidak terlibat langsung dalam pelayanan pasien.

 “Jasa medis harus proporsional, hanya diberikan kepada tenaga yang bekerja siang-malam melayani pasien. Tidak adil jika staf non-medis mendapat bagian yang sama,” ujarnya.

Nasrul menegaskan, tanggung jawab untuk memastikan keadilan ini berada di pundak Direktur RSUZA. “Direktur harus transparan menghitung distribusi jasa medis dan membandingkannya dengan nilai TPP. Pilih mana yang lebih menguntungkan bagi pegawai, lalu sampaikan ke gubernur. Bukan malah mendiamkan masalah hingga seolah Gubernur Aceh dianggap zalim,” kritiknya.

Ia menyayangkan sikap diam Direktur RSUZA yang dinilai dapat memicu konflik horizontal antara pegawai rumah sakit dengan pemerintah Aceh.

“Jika direktur tidak bertindak, ini seperti membenturkan Gubernur dengan pegawai RSUZA. Padahal, yang tahu detail alokasi jasa medis adalah direktur dan wakilnya, bukan pihak eksternal,” tambahnya.

Polemik ini muncul setelah sejumlah pegawai RSUZA mengeluh belum menerima TPP maupun jasa medis sejak Pergub diterbitkan. Padahal, aturan tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan tenaga medis tanpa mengorbankan prinsip keadilan.

Nasrul mendesak manajemen RSUZA segera membuka data pendapatan jasa medis dan memutuskan opsi terbaik bagi pegawai. 

“Transparansi adalah kunci. Jika jasa medis lebih besar dari TPP, pilih itu. Jika tidak, pertahankan TPP sebagai dasar minimal. Jangan biarkan ketidakpastian ini terus merugikan tenaga medis,” pungkasnya.

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
dishub