Fachrul Razi Soroti Beda Aturan Kepala Desa Aceh-Nasional
Font: Ukuran: - +
Reporter : biyu
Ketua Komite I DPD RI H. Fachrul Razi, MIP. Foto: net
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Senator DPD RI Fachrul Razi mempertanyakan perbedaan aturan masa jabatan kepala desa antara Aceh dan nasional. Secara khusus melalui Dialeksis.com, Fachrul menyoroti revisi Undang-undang Desa telah membawa perubahan signifikan terhadap kesejahteraan desa. Dana desa meningkat dari Rp 1 miliar menjadi Rp 5 miliar per desa. Tak hanya itu, masa bakti kepala desa pun diperpanjang dari enam tahun menjadi delapan tahun per periode dengan maksimal dua periode.
Namun, di Aceh, Qanun Nomor 11 Tahun 2006 masih membatasi masa jabatan kepala desa hingga dua periode dengan masing-masing enam tahun.
"Solusi utamanya adalah merevisi UU Nomor 11/2006 agar masa jabatan kepala desa di Aceh bisa disamakan dengan nasional, yakni delapan tahun," ujar Fachrul kepada Dialeksis.com (16/04/2024).
Fachrul mengkhawatirkan Aceh akan dirugikan jika tidak mengikuti Undang-undang Desa yang baru, terutama soal peningkatan dana desa. Lebih lanjut, dia mencontohkan inkonsistensi penerapan aturan di Aceh. Seperti persyaratan sekretaris gampong (desa) yang menurut UU Pemerintahan Aceh harus pegawai negeri sipil. Tetapi kenyataannya, masih banyak yang tidak berstatus PNS, mengikuti aturan nasional.
"Jika undang-undang nasional diikuti dalam hal Pilkada, maka undang-undang desa yang baru juga harus diikuti untuk kesejahteraan kepala desa dan perangkat desa di Aceh," tegas Fachrul.
Dia berharap Gubernur atau Penjabat Gubernur Aceh segera mengeluarkan peraturan untuk menyesuaikan aturan lokal dengan Undang-undang Desa. Dengan begitu, kepala desa di Aceh bisa mendapatkan fasilitas yang sama dengan di daerah lain.
Fachrul mengajak semua pihak mencari solusi terbaik demi kemajuan desa di Aceh. Perubahan Undang-undang Desa, menurutnya, harus berdampak juga di Aceh guna meningkatkan kesejahteraan desa dan kepala desa di bumi Serambi Mekah itu.
"Revisi UU Pemerintahan Aceh atau penyesuaian melalui peraturan gubernur bisa menjadi langkah untuk menyamakan perlakuan antara nasional dan Aceh sesuai semangat otonomi khusus di provinsi tersebut," tutupnya.