DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Pemerintah Kota Banda Aceh bersama Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Aceh sukses menggelar Festival Kemerdekaan Pasar Atjeh & Al Mahirah 2025. Mengusung tema “Pasar Aceh Naik Kelas, Rayakan Kemerdekaan bersama Pasar Lokal” serta tagline “Saatnya Kembali ke Pasar”, kegiatan yang berlangsung selama dua pekan ini disambut antusias ribuan warga.
Festival ini bukan hanya meriah, tetapi juga menghadirkan solusi nyata bagi pasar tradisional di tengah tantangan digitalisasi. Selama acara berlangsung, setiap pengunjung yang berbelanja minimal Rp100 ribu mendapatkan satu kupon berhadiah untuk pembayaran tunai, dan dua kupon jika menggunakan QRIS.
Hasilnya, lebih dari 7.600 voucher terjual hanya dalam dua minggu -- jauh melampaui target awal 3.000 voucher. Perputaran uang diproyeksikan mencapai Rp1 miliar melalui transaksi tunai maupun digital.
“Hari ini, Pasar Aceh terasa istimewa. Ramai, meriah, dan penuh warna. Sejak festival ini digelar, jumlah pengunjung melonjak hingga 40 persen. Artinya, bukan hanya suasana pasar yang hidup, tetapi omzet para pedagang pun ikut bangkit. Inilah yang kita sebut kemerdekaan ekonomi -- ketika rakyat berdaulat atas usaha dan rezekinya sendiri,” ujar Wali Kota Banda Aceh, Illiza Sa’aduddin Djamal pada Minggu (17/8/2025).
Kolaborasi Lintas Pihak
Festival ini lahir dari sinergi multipihak: lebih dari 30 mitra dari perbankan, pemerintah, BUMD, industri kreatif, hingga komunitas orang muda. Dukungan ini menghasilkan 300 hadiah dan merchandise bagi pengunjung, sekaligus membuka ruang kolaborasi untuk menjawab tantangan keberlangsungan pasar tradisional.
Kepala BI Provinsi Aceh, Agus Chusaini, menegaskan bahwa festival ini tidak hanya soal belanja, tetapi juga literasi digital.
“Festival ini menjadi ruang inklusif yang melibatkan orang muda, perempuan, hingga kelompok disabilitas untuk menjaga eksistensi pasar tradisional sekaligus mendorong adopsi pembayaran digital yang Cepat, Mudah, Murah, Aman, dan Andal (CEMUMUAH),” ungkapnya.
Festival Inklusif ini menghasilkan beberapa capaian:
- 160 anak (termasuk anak panti dan disabilitas) mengikuti lomba mewarnai.
- 100 pemuda komunitas ikut diskusi ide masa depan Pasar Atjeh.
- 70 pedagang dilatih menjadi konten kreator digital.
- Lomba khas pasar diikuti puluhan pedagang, ditambah lomba masak sehat oleh 9 tim PKK se-Banda Aceh & 1 tim pedagang Al Mahirah.
- 32 merchant tampil dalam fashion show bersama Dekranasda, didukung 30 model profesional & 30 MUA.
- 24 UMKM bazar dan 10 booth promosi hadirkan kuliner serta produk lokal.
CEO Ate Fulawan Production, Bayu Satria, yang dipercaya mengelola festival, menyampaikan apresiasi kepada seluruh mitra.
“Festival ini menjadi pembuktian bahwa Kota Kolaborasi benar-benar bisa diwujudkan melalui keterlibatan multipihak. Dalam pelaksanaan, lebih dari 20 tim yang terdiri dari orang muda, perempuan muda, Tuli, lintas iman, serta saya sendiri sebagai penyandang disabilitas fisik, berkolaborasi bersama tim Pasar Atjeh. Inilah wajah kolaborasi nyata yang inklusif dan penuh semangat gotong royong,” ujarnya.
Bayu menegaskan bahwa keterlibatan lintas keberagaman adalah kunci agar pasar tradisional tidak tergerus, melainkan mampu bertransformasi menjadi lebih relevan, digital, dan tetap dicintai masyarakat. [*]