Kamis, 10 April 2025
Beranda / Pemerintahan / Kasibun Daulay Kritik Alokasi Hibah Aceh ke Instansi Vertikal: Berpotensi Langgar Hierarki Hukum

Kasibun Daulay Kritik Alokasi Hibah Aceh ke Instansi Vertikal: Berpotensi Langgar Hierarki Hukum

Kamis, 03 April 2025 18:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : RBD

 Kasibun Daulay, SH, praktisi hukum dan pengacara senior. Foto: Ist


DIALEKSIS.COM | Aceh - Pemerintah Aceh mengalokasikan dana hibah senilai Rp32,179 miliar untuk sembilan proyek pembangunan dan rehabilitasi gedung instansi vertikal dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) 2025. Alokasi ini menuai sorotan dari Transparansi Tender Indonesia (TTI), yang mengingatkan adanya potensi pelanggaran terhadap Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 Tahun 2019, khususnya Pasal 54, 93, dan 97. Aturan tersebut melarang pemberian hibah kepada instansi vertikal, yakni lembaga yang berada di bawah kendali pemerintah pusat.

Merespon hal itu, Kasibun Daulay, SH, praktisi hukum dan pengacara senior, menilai langkah Pemerintah Aceh ini berisiko menabrak ketentuan hukum. 

“Instansi vertikal seharusnya dibiayai oleh APBN, bukan APBA. Hibah dari daerah ke instansi pusat bisa menimbulkan tumpang-tindih wewenang dan pelanggaran prinsip akuntabilitas keuangan negara,” tegas Daulay saat dihubungi Dialeksis, Kamis (03 April 2025).

Menurut Pasal 54 Perpres 12/2019, hibah daerah hanya boleh diberikan kepada pemerintah desa, badan hukum nirlaba, atau masyarakat. Sementara Pasal 93 dan 97 secara eksplisit melarang alokasi dana hibah untuk instansi vertikal. TTI mencatat, sembilan proyek yang diusulkan mencakup rehabilitasi kantor kepolisian, pengadilan, dan kantor imigrasi semuanya merupakan instansi di bawah pemerintah pusat.

Daulay menambahkan, meskipun Aceh memiliki status khusus melalui UU Pemerintahan Aceh, pemberian hibah tetap harus mengacu pada peraturan nasional. 

“Otonomi khusus bukan berarti bisa mengabaikan hierarki perundang-undangan. Jika ada kebutuhan mendesak, seharusnya pemerintah pusat dan daerah berkoordinasi melalui mekanisme APBN atau transfer dana khusus,” ujarnya.

“Proyek-proyek ini untuk kepentingan masyarakat Aceh, seperti perbaikan gedung dan lain lain yang rusak. Kami yakin ada celah hukum yang memungkinkan,” katanya lagi.

TTI mendesak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Kementerian Dalam Negeri untuk mengkaji ulang pengalokasian dana tersebut sebelum APBA 2025 disahkan. Sementara Daulay mengingatkan, pelanggaran Perpres 12/2019 bisa berujung pada pembatalan anggaran oleh Kementerian Keuangan atau tuntutan pidana jika terbukti ada penyalahgunaan.

“Pemerintah Aceh perlu segera mengevaluasi keputusan ini. Jangan sampai niat baik membangun infrastruktur justru menjadi bumerang karena melanggar aturan,” pungkas Daulay.

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI