Lima Tahun Kepemimpinan Affan Alfian-Salmaza Dinilai Gagal Tekan Kemiskinan Signifikan di Subulussalam
Font: Ukuran: - +
Reporter : Redaksi
Pengamat sosial, politik dan pembangunan Dr. Usman Lamreung, MSi. [Foto: dokumen untuk dialeksis.com]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Tingkat kemiskinan di Kota Subulussalam menunjukkan penurunan yang lambat dan tidak signifikan meski Wali Kota Affan Alfian Bintang, yang terpilih bersama Wakil Wali Kota Salmaza pada Pilkada 2018, telah menjabat selama hampir lima tahun.
Merespon kondisi kemiskinan di Subulussalam, pengamat sosial, politik dan pembangunan dari Universitas Abulyatama (Unaya), Dr. Usman Lamreung, MSi, mengemukakan keprihatinannya terkait upaya pemerintah daerah dalam mengatasi permasalahan sosial ini.
Menurutnya, kemiskinan dan stunting yang tinggi memperlihatkan kurangnya perhatian serta implementasi kebijakan yang efektif dari Pemko Subulussalam.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), angka kemiskinan di Subulussalam pada tahun 2018 tercatat sebesar 20,39 persen, kemudian berangsur-angsur turun hingga mencapai 16,38 persen pada 2023.
Meski ada perbaikan, namun Usman Lamreung menilai, penurunan tersebut tidak cukup signifikan dalam mendekati target nasional yang ditetapkan oleh Presiden RI Joko Widodo kala itu.
Jokowi menargetkan agar angka kemiskinan di seluruh Indonesia turun menjadi 7,5 persen dan kemiskinan ekstrem berada di bawah 0 persen pada 2024.
Ia menekankan, arahan Presiden Joko Widodo saat itu agar angka kemiskinan ekstrem mencapai 0 persen di tahun 2024 adalah tantangan besar bagi Pemda.
Namun, lanjutnya, ini justru seharusnya menjadi pemacu bagi Pemko Subulussalam untuk bekerja lebih keras dengan memaksimalkan potensi ekonomi lokal.
Menurut Usman Lamreung, keterbatasan anggaran bukan satu-satunya alasan melambatnya capaian target ini. Ia menilai perlu ada perubahan strategi yang lebih terarah dan responsif terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat.
Selain masalah kemiskinan, tingginya angka stunting di Kota Subulussalam menjadi sorotan. Pada 2023, angka stunting di Subulussalam tercatat mencapai 47,90 persen, jauh di atas angka nasional yang berada pada 21,6 persen.
Kondisi ini, menurut Akademisi Unaya itu, menunjukkan ketidakmampuan Pemko dalam memperhatikan kesehatan anak-anak dan generasi muda, yang tentunya berdampak pada kualitas sumber daya manusia (SDM) di masa depan.
"Stunting bukan hanya masalah kesehatan, tetapi juga investasi masa depan. Tingkat stunting yang tinggi berarti kita sedang merusak potensi SDM yang akan mempengaruhi daya saing daerah,” katanya.
Presiden Jokowi sebelumnya telah menargetkan agar prevalensi stunting di Indonesia mampu ditekan hingga di bawah 14 persen pada 2024.
Namun, tingginya angka stunting di Subulussalam menggambarkan adanya kendala besar dalam implementasi kebijakan kesehatan dan gizi di daerah tersebut.
Menurut Usman Lamreung, perlu langkah-langkah yang terstruktur dalam memberikan intervensi gizi dan edukasi kesehatan kepada keluarga-keluarga miskin, serta dukungan kesehatan yang merata hingga tingkat desa.
Dalam hal Indeks Pembangunan Manusia (IPM), terdapat peningkatan moderat dari 63,48 pada 2018 menjadi 66,00 pada 2023.
Meski tren IPM menunjukkan perbaikan, Usman Lamreung menilai, angka ini masih perlu didorong lebih tinggi melalui perbaikan pada aspek pendidikan, kesehatan, dan pendapatan masyarakat.
“Perkembangan IPM yang lambat mengindikasikan bahwa kualitas hidup masyarakat Subulussalam masih perlu ditingkatkan, terutama di sektor pendidikan dan kesehatan. Tanpa perbaikan di dua sektor tersebut, sulit mencapai tingkat kesejahteraan yang berkelanjutan,” ungkapnya.
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) juga mengalami penurunan, dari 7,50 persen pada 2018 menjadi 5,56 persen pada 2023.
Penurunan ini mengindikasikan perbaikan, meski demikian, Usman Lamreung melihat kualitas lapangan kerja dan kesempatan kerja yang ada di Subulussalam masih perlu lebih diperluas dan ditingkatkan.
Ia mengusulkan agar Pemko Subulussalam menyusun strategi pembangunan yang berbasis pada potensi ekonomi lokal dan karakteristik sosial masyarakat setempat.
"Pemko perlu melakukan kajian yang mendalam terkait sektor-sektor unggulan yang mampu menyerap tenaga kerja dan mengurangi kemiskinan secara berkelanjutan. Program pemberdayaan ekonomi, pelatihan keterampilan, dan dukungan usaha kecil bisa menjadi langkah efektif untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat," katanya.
Menurutnya, jika pemerintah hanya mengandalkan dana bantuan tanpa memberikan pelatihan dan pemberdayaan, maka tingkat kemiskinan dan stunting akan sulit ditekan.
Dengan tingginya angka stunting dan tingkat kemiskinan yang masih jauh dari target nasional, Pemko Subulussalam di bawah kepemimpinan Affan Alfian Bintang dihadapkan pada tantangan besar untuk segera mengejar target yang ditetapkan pemerintah pusat.
“Kita perlu program yang berkelanjutan, bukan hanya bantuan sesaat. Setiap kebijakan harus berdampak langsung kepada masyarakat, terutama kepada anak-anak dan keluarga kurang mampu,” pungkas Usman Lamreung.[red]