Jum`at, 30 Mei 2025
Beranda / Pemerintahan / Mantan Pangdam IM Hafil Fuddin Kritik Pemindahan 4 Pulau Aceh ke Sumut: 'Ini Langkah Keliru dan Abai Sejarah

Mantan Pangdam IM Hafil Fuddin Kritik Pemindahan 4 Pulau Aceh ke Sumut: 'Ini Langkah Keliru dan Abai Sejarah

Selasa, 27 Mei 2025 08:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Arn

Mayjen TNI (Purn) Teuku Abdul Hafil Fuddin, S.H., S.I.P., M.H, Mantan Pangdam Iskandar Muda, Pengamat Publik, Tokoh Barsela. Foto: for Dialeksis


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Mantan Pangdam Iskandar Muda, Mayjen TNI (Purn) Teuku Abdul Hafil Fuddin, S.H., S.I.P., M.H., mengecam keras Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 yang memindahkan status administratif empat pulau di Aceh Singkil Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek ke Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Menurutnya, keputusan ini tidak hanya mengabaikan bukti historis dan legal, tetapi juga berpotensi merusak integrasi wilayah Aceh yang telah terjalin puluhan tahun.

Hafil menegaskan, klaim Aceh atas keempat pulau tersebut didukung oleh dokumen otoritatif, termasuk Peta Topografi TNI AD Tahun 1978 yang secara tegas mencantumkan pulau-pulau tersebut sebagai bagian dari Kabupaten Aceh Singkil.

"Peta ini disusun berdasarkan kajian geospasial dan keamanan nasional, menjadikannya acuan hukum yang sah," tegasnya. Selain itu, kesepakatan batas wilayah antara Gubernur Aceh dan Sumatera Utara tahun 1992, yang disaksikan Mendagri kala itu, juga menegaskan kepemilikan Aceh atas keempat pulau tersebut.

"Bagaimana mungkin kesepakatan yang difasilitasi pemerintah pusat selama puluhan tahun tiba-tiba diabaikan? Ini jelas mencederai prinsip keadilan administratif," tambah Fuddin.

Pemerintah Aceh telah membangun sejumlah infrastruktur di pulau-pulau tersebut sejak tahun 1960-an, seperti dermaga, mushala, rumah singgah, dan tugu penanda wilayah. Misalnya, di Pulau Panjang, terdapat tugu koordinat yang dibangun Dinas Cipta Karya Aceh pada 2012 dan dermaga tahun 2015.

"Ini adalah bukti konkret pengelolaan berkelanjutan oleh Aceh, sesuai prinsip effectivités dalam hukum internasional," ujar Fuddin, merujuk pada kasus Sipadan Ligitan yang dimenangkan Malaysia karena pengelolaan aktif.

Keempat pulau ini memiliki nilai strategis bagi pengembangan ekonomi maritim, konservasi laut, dan potensi energi di kawasan Barat Selatan Aceh (Barsela). Fuddin memperingatkan, kehilangan pulau-pulau ini bukan hanya merugikan secara geografis, tetapi juga menghambat visi Aceh sebagai poros maritim nasional.

"Ini soal martabat dan hak historis rakyat Aceh. Generasi mendatang tidak boleh mewarisi kehilangan ini," tegasnya.

Sebagai tokoh masyarakat Barsela, Hafil mendesak Pemerintah Aceh untuk, mengajukan gugatan ke Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi atas dasar maladministrasi. Selain itu kata Hafil dapat menggunakan Peta TNI AD 1978 dan dokumen kepemilikan aset sebagai bukti hukum.

“Melakukan mobilisasi opini publik nasional-internasional untuk mencegah preseden buruk,” saran lainnya.

Ia juga meminta Presiden RI turun tangan meninjau ulang keputusan ini secara transparan. "Aceh telah berkorban untuk NKRI. Kini, negara harus hadir menjaga keutuhannya," tegasnya.

Hafil menyoroti ketiadaan konsultasi publik dan proses hukum terbuka dalam keputusan ini. Menurutnya, prinsip uti possidetis juris yang mengamanatkan batas wilayah sejak kemerdekaan harus dihormati. "Jika Aceh diamini mengelola pulau-pulau ini sejak 1978, mengapa tiba-tiba diubah tanpa dialog?" tanyanya.

Sebagai mantan Pangdam Iskandar Muda, Hafil menekankan pentingnya kejelasan batas wilayah untuk keamanan nasional.

"Wilayah ini adalah garda terdepan Aceh. Ketidakpastian administratif hanya membuka celah konflik," ujarnya.

Kasus ini mengingatkan pada pentingnya konsistensi hukum dan penghargaan atas sejarah. Dengan dukungan bukti kuat dan prinsip internasional, Hafil yakin Aceh mampu memenangkan perjuangan ini. "Ini bukan sekadar garis di peta, tapi identitas dan martabat kami," pungkasnya.


Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
hardiknas