DIALEKSIS.COM | Aceh - Komite Pemekaran Provinsi Aceh Leuser Antara (KP3ALA) Pusat mendesak pemerintah pusat segera mencabut moratorium pemekaran daerah. Langkah ini dinilai krusial untuk mempercepat hilirisasi ekonomi strategis Aceh, yang hingga kini dinilai belum optimal mengelola potensi sumber daya alam (SDA).
Sehubungan hal itu Zam Zam Mubarak, Pengurus KP3ALA, menegaskan bahwa pemekaran Provinsi Aceh Leuser Antara (ALA) menjadi jawaban konkret pembangunan ekonomi nasional sekaligus menjaga integrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
"Selama ini, pemerintah Aceh tidak fokus mengelola potensi kawasan tengah, seperti wilayah Gayo yang menyimpan sejarah besar peradaban Aceh. Titik Nol Peradaban Aceh justru berada di Gayo, bagian tertua ALA. Sayangnya, kekayaan alam dan sejarah ini terbengkalai," ujar Zam Zam dalam wawancara bersama Dialeksis, Minggu (30/3/2025).
Para tokoh pemekaran Aceh dikabarkan kembali menggelar pertemuan strategis di penghujung Ramadhan 1446 H. Menurut Zam Zam, momentum ini dimanfaatkan untuk konsolidasi perjuangan sekaligus memperkuat sistem perjuangan melalui dialog antar-elit dan masyarakat.
"Ramadhan adalah bulan penuh berkah untuk merekatkan silaturahmi dan memperkuat komitmen," tambahnya.
Pertemuan ini bertepatan dengan jadwal buka puasa di Aceh yang memasuki hari terakhir, 30 Maret 2025, dengan waktu Maghrib pukul 18:51 WIB. Zam Zam menyebut, sinergi antara nilai spiritual dan perjuangan politik menjadi kunci untuk mendorong kesadaran publik akan urgensi pemekaran.
KP3ALA menilai Provinsi ALA bukan hanya kaya SDA seperti energi terbarukan, pertanian, dan pertambangan, tetapi juga memiliki nilai historis sebagai pusat peradaban Aceh.
"Gayo adalah bukti bahwa ALA bukan sekadar wilayah administratif, melainkan simpul peradaban yang harus dilestarikan," tegas Zam Zam.
Ia menyebut beberapa indikator yang bisa diukur jika ALA dimekarkan:
Komite ALA mendesak pemerintah mengesahkan Peraturan Pemerintah (PP) tentang persiapan pembentukan Provinsi ALA. Moratorium pemekaran yang berlaku sejak 2014 dinilai menghambat pemerataan pembangunan.
"Moratorium hanya memperpanjang ketimpangan. Aceh butuh solusi, bukan penundaan," tegas Zam Zam.
Meski optimis, Zam Zam mengakui bahwa perjuangan pemekaran masih menghadapi tantangan politik, termasuk resistensi dari pihak yang berkepentingan dengan status quo.
"Kami yakin dengan dukungan masyarakat dan data objektif, pemekaran ALA akan terwujud sebagai hadiah untuk generasi mendatang," tutupnya.