Pakar Hukum: Program Makan Siang Gratis Prabowo Perlu Evaluasi untuk Optimalisasi
Font: Ukuran: - +
Reporter : Arn
Muhammad Nafis, S.H., M.H., Dosen Program Studi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Agama Islam (FAI), Universitas Islam Malang (Unisma). Foto: Times Indonesia
DIALEKSIS.COM | Malang - Program makan siang bergizi gratis yang diinisiasi oleh Presiden Prabowo Subianto mendapat apresiasi dari berbagai pihak. Muhammad Nafis, S.H., M.H., Dosen Program Studi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Agama Islam (FAI), Universitas Islam Malang (Unisma), menilai bahwa program ini merupakan langkah konkret dalam menanggulangi malnutrisi, terutama bagi anak-anak dan kelompok rentan.
"Program ini memberikan sinyal kuat bahwa pemerintah hadir untuk memastikan kesejahteraan rakyat, terutama dalam pemenuhan kebutuhan dasar. Namun, meskipun tujuannya sangat baik, ada beberapa aspek yang perlu dievaluasi agar implementasinya lebih optimal dan berdampak luas," ujar Nafis dikutip Dialeksis dalam tulisan berjudul Kritik Konstruktif untuk Program Makan Siang Bergizi Gratis diterbitkan Times Indonesia, Selasa (4/2/2025).
Menurutnya, makan siang bergizi gratis berpotensi meningkatkan kualitas gizi masyarakat, khususnya di daerah dengan tingkat kemiskinan tinggi. Banyak penelitian menunjukkan bahwa malnutrisi menjadi penyebab utama berbagai masalah kesehatan pada anak-anak, lansia, dan ibu hamil. Dengan adanya program ini, diharapkan angka stunting dan gizi buruk dapat ditekan.
Namun, Nafis menekankan pentingnya perencanaan yang matang, terutama dalam distribusi makanan.
"Makanan yang diberikan harus memenuhi standar gizi yang seimbang, tidak hanya karbohidrat dan protein, tetapi juga vitamin dan mineral dari berbagai sumber. Keberagaman menu juga penting agar tidak terjadi ketergantungan pada satu jenis makanan saja," jelasnya.
Selain itu, Nafis mengingatkan agar pemerintah memperhatikan perbedaan budaya dan kebiasaan makan di setiap daerah.
"Indonesia memiliki kekayaan kuliner yang beragam. Jika menu makan siang tidak disesuaikan dengan selera dan kebiasaan masyarakat setempat, efektivitas program bisa menurun," tambahnya.
Tantangan lain yang perlu diantisipasi adalah ketepatan sasaran penerima manfaat. "Bantuan ini harus benar-benar menjangkau masyarakat yang membutuhkan. Untuk itu, diperlukan sistem pendataan yang akurat dan transparan, serta pengawasan ketat guna mencegah penyimpangan," kata Nafis.
Lebih lanjut, Nafis menyarankan agar program ini juga berkontribusi pada peningkatan ekonomi lokal. "Pemerintah bisa memberdayakan masyarakat setempat dalam pengolahan dan distribusi makanan. Ini akan menciptakan lapangan kerja baru dan memperkuat kemandirian ekonomi," katanya.
Namun, ia juga menyoroti aspek pembiayaan program yang memerlukan anggaran besar. "Keberlanjutan program harus dipikirkan dengan matang. Pemerintah perlu memastikan anggaran digunakan secara efisien dan tidak mengganggu program prioritas lainnya," ujar Nafis.
Ia menegaskan bahwa keterlibatan masyarakat dalam evaluasi dan pengawasan sangat penting. "Masyarakat sebagai penerima manfaat bisa memberikan umpan balik yang konstruktif untuk penyempurnaan program ini ke depan," tuturnya.
Secara keseluruhan, Nafis menilai bahwa program makan siang gratis ini memiliki potensi besar dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun, agar program ini benar-benar efektif, perlu perhatian khusus pada aspek teknis pelaksanaan, distribusi, ketepatan sasaran, keberagaman makanan, serta keberlanjutannya.
"Evaluasi yang berkelanjutan dan masukan dari berbagai pihak sangat dibutuhkan agar program ini memberikan manfaat maksimal bagi seluruh masyarakat Indonesia," pungkasnya.