Senin, 28 April 2025
Beranda / Pemerintahan / Pecah! Meulaboh Selangkah Lagi Jadi Kota Mandiri

Pecah! Meulaboh Selangkah Lagi Jadi Kota Mandiri

Minggu, 27 April 2025 09:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Arn

Akademisi Universitas Teuku Umar (UTU) Meulaboh, Aduwina Pakeh MSc. Foto: for Dialeksis


DIALEKSIS.COM | Meulaboh - Pemerintah Indonesia bersiap mencabut kebijakan moratorium pemekaran daerah sebagai langkah strategis mempercepat pembangunan berbasis wilayah. Salah satu prioritas utama dalam agenda ini adalah realisasi Daerah Otonomi Baru (DOB) Kota Meulaboh di Aceh Barat Selatan, yang dinilai telah matang sebagai pusat pertumbuhan ekonomi dan pelayanan publik di kawasan tersebut.

Kebijakan ini diperkuat dengan percepatan finalisasi dua Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP), yakni RPP tentang Penataan Daerah dan RPP tentang Desain Besar Penataan Daerah. Keduanya diharapkan menjadi landasan hukum penataan daerah yang terukur, guna memperkuat tata kelola pemerintahan dan meningkatkan kualitas layanan publik.

“Penerbitan PP terkait penataan daerah akan menjadi dasar hukum kuat untuk mewujudkan DOB yang benar-benar dibutuhkan masyarakat dan memiliki kesiapan komprehensif. Kota Meulaboh adalah salah satu wilayah di Aceh yang paling siap,” tegas Aduwina Pakeh, M.Sc, akademisi Universitas Teuku Umar dan Pengurus Pusat FORKONAS PPDOB Seluruh Indonesia, dalam keterangan kepada Dialeksis, Minggu (27/04/2025).

Pencabutan moratorium ini, menurut pemerintah, bukan sekadar kebijakan populis, melainkan bagian dari strategi makro pembangunan nasional melalui penguatan otonomi daerah. Setiap usulan pemekaran wajib melalui seleksi ketat berbasis data, analisis kebijakan, serta prinsip keadilan, efisiensi, dan keberlanjutan.

Sebagai calon DOB, Meulaboh dinilai unggul dalam aspek administratif, ekonomi, dan sumber daya manusia. Kota ini telah lama menjadi pusat aktivitas perdagangan, pariwisata, dan pengelolaan sumber daya alam di Aceh Barat Selatan. Sejak 2017, dokumen administratif pemekaran Meulaboh telah dinyatakan lengkap pada masa kepemimpinan Bupati Aceh Barat, Dr. (HC) T. H. Alaidinsyah (Haji Tito).

“Pemekaran bukan sekadar aspirasi lokal, melainkan kebutuhan riil. Meulaboh butuh keleluasaan mengelola potensi daerah dan menjawab kompleksitas kebutuhan layanan publik akibat pertumbuhan penduduk yang pesat,” jelas Aduwina.

Ia menambahkan, perjuangan Meulaboh menjadi DOB telah melalui proses panjang, mulai dari pengumpulan dukungan masyarakat, penyusunan rencana induk pembangunan, hingga advokasi ke pemerintah pusat. 

“Kami optimis, pasca-pencabutan moratorium, Meulaboh dapat segera diajukan sebagai DOB,” ujarnya.

Meski dinilai siap secara administratif, Aduwina mengingatkan bahwa pemekaran daerah harus diikuti kesiapan infrastruktur, sumber daya manusia, dan penguatan ekonomi lokal. 

“Ini bukan sekadar perubahan struktur pemerintahan, tapi juga tentang bagaimana masyarakat mendapat akses lebih baik terhadap pendidikan, kesehatan, dan lapangan kerja,” tegasnya.

Sejarah mencatat, Meulaboh telah berkembang pesat pascatsunami 2004, dengan pembangunan infrastruktur seperti pelabuhan, dan kawasan industri. Namun, sebagai wilayah yang terpisah jauh dari ibu kota kabupaten, Meulaboh kerap terkendala dalam pengambilan keputusan strategis.

“Dengan status DOB, Meulaboh bisa lebih mandiri mengakselerasi pembangunan dan menjadi pintu gerbang ekonomi di Aceh Barat Selatan. Kami yakin, dengan dukungan pemerintah pusat dan masyarakat, wilayah ini akan tumbuh sebagai daerah yang mandiri dan berdaya saing,” tutup Aduwina.

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI