Pemko Banda Aceh Dorong Ekraf, Komite Ekonomi Kreatif Dibentuk
Font: Ukuran: - +
Reporter : Arn
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh, yang juga Penjabat (Pj) Wali Kota Banda Aceh, Almuniza Kamal, menegaskan pembentukan Komite Ekonomi Kreatif bertujuan memperkuat sektor ekonomi terbarukan. [Foto: dokumen untuk dialeksis.com]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh, yang juga Penjabat (Pj) Wali Kota Banda Aceh, Almuniza Kamal, menegaskan pembentukan Komite Ekonomi Kreatif bertujuan memperkuat sektor ekonomi terbarukan. Langkah ini menjadi upaya konkret Pemerintah Kota Banda Aceh dalam menggali potensi ekonomi berbasis kreativitas dan inovasi.
Melalui penyampaian secara khusus kepada Dialeksis.com, Minggu (19/1/2025), Almuniza menyampaikan bahwa ekonomi kreatif (Ekraf) di Banda Aceh memiliki potensi besar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi lokal, terutama melalui 17 subsektor yang telah diidentifikasi.
“Subsektor tersebut meliputi pengembang permainan, arsitektur, desain interior, musik, seni rupa, desain produk, fesyen, kuliner, film, animasi, fotografi, desain komunikasi visual, televisi dan radio, kriya, periklanan, seni pertunjukan, penerbitan, hingga aplikasi,” rinci Almuniza.
Sebagai contoh keberhasilan, Almuniza menyebut keterlibatan pelaku usaha asal Aceh dalam ajang Muslim Fashion Festival di Jakarta, yang kemudian membuka peluang untuk tampil di ajang mode internasional seperti Paris Fashion Week.
“Ini menunjukkan bahwa potensi pelaku ekonomi kreatif Aceh mampu bersaing, bahkan di kancah global. Tinggal bagaimana kita terus memberikan dukungan berupa pelatihan, pameran, dan akses ke pasar yang lebih luas,” ujarnya.
Untuk mendukung pengembangan ekonomi kreatif, Pemerintah Kota Banda Aceh telah menyusun sejumlah langkah strategis.
Ia menjelaskan langkah nyatanya dimulai berbagai pelatihan telah disiapkan untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan pelaku ekonomi kreatif. Program ini mencakup teknik produksi, pemasaran digital, hingga pengelolaan bisnis kreatif secara profesional.
“Pelaku ekonomi kreatif dilibatkan dalam berbagai pameran dan expo tingkat nasional maupun internasional. Hal ini bertujuan memperluas jaringan sekaligus mempromosikan produk kreatif asal Aceh kepada pasar yang lebih luas,” ungkap langkah strategis lainnya.
Bahkan lebih dari itu sudah dikerjakan Almuniza yakni, Pemerintah telah menyusun buku peta jalan pengembangan ekonomi kreatif yang berfungsi sebagai panduan dalam mendukung proses penciptaan, produksi, hingga distribusi barang dan jasa berbasis kreativitas.
Meski memiliki potensi besar, Almuniza tidak memungkiri bahwa sektor ekonomi kreatif di Aceh masih menghadapi berbagai tantangan, seperti kurangnya akses ke modal, minimnya sarana dan prasarana pendukung, serta terbatasnya penguasaan teknologi di kalangan pelaku usaha.
“Kita harus bersama-sama mencari solusi, termasuk dengan melibatkan dunia usaha, komunitas kreatif, dan pemerintah pusat. Kolaborasi adalah kunci agar ekonomi kreatif di Aceh dapat terus berkembang,” tambah Almuniza.
Ketika ditanyakan Dialeksis.com harapan masa mendatang, menurut Almuniza, pembentukan Komite Ekonomi Kreatif ini diharapkan mampu menciptakan ekosistem yang mendukung tumbuhnya industri kreatif secara berkelanjutan.
“Ekonomi kreatif bukan hanya soal keuntungan ekonomi, tetapi juga bagaimana memperkuat identitas budaya dan kreativitas masyarakat. Jika dikelola dengan baik, ekonomi kreatif dapat menjadi motor penggerak utama dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat Banda Aceh,” pungkasnya. [ar]