Senin, 28 April 2025
Beranda / Pemerintahan / PETA Aceh Dukung Pemekaran ALA dan ABAS: Upaya Strategis Tingkatkan Kesejahteraan dan Antisipasi Isu Separatisme

PETA Aceh Dukung Pemekaran ALA dan ABAS: Upaya Strategis Tingkatkan Kesejahteraan dan Antisipasi Isu Separatisme

Minggu, 27 April 2025 08:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Ratnalia

 Sekretaris Jenderal PETA Aceh, Amiruddin ST. Foto: doc Dialeksis


DIALEKSIS.COM | Aceh Barat - Organisasi Pembela Tanah Air (PETA) Aceh secara resmi mendeklarasikan dukungan penuh terhadap percepatan pemekaran dua provinsi baru di ujung barat Indonesia: Aceh Leuser Antara (ALA) dan Aceh Barat Selatan (ABAS). Dukungan ini disampaikan langsung oleh Sekretaris Jenderal PETA Aceh, Amiruddin ST, dalam konferensi pers di Kantor Pusat PETA Aceh, Sabtu (26/4/2025).

Amiruddin menegaskan bahwa pemekaran dua wilayah tersebut bukan hanya sekadar pembentukan daerah administratif baru, melainkan langkah strategis untuk menjawab ketimpangan pembangunan, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan memperkuat tata kelola pemerintahan.

“Pemekaran adalah upaya memperpendek rentang kendali birokrasi, mendorong kemandirian daerah, serta mengoptimalkan potensi lokal yang selama ini terabaikan,” tegasnya.

Dia menyoroti fakta bahwa wilayah ALA dan ABAS, yang mencakup kawasan Pantai Barat Selatan dan Leuser Antara, memiliki kekayaan sumber daya alam melimpah, seperti perkebunan, perikanan, dan pariwisata. Namun, akses pembangunan dan pelayanan publik di kedua wilayah tersebut masih tertinggal jauh dibandingkan wilayah lain di Aceh.

Usulan pemekaran ALA dan ABAS telah menjadi perjuangan panjang masyarakat setempat selama lebih dari 20 tahun. Aspirasi ini semakin menguat seiring kebijakan terbaru pemerintah pusat yang membuka kembali moratorium (pembekuan sementara) pemekaran daerah. Kebijakan ini diatur melalui revisi Peraturan Pemerintah (PP) tentang persyaratan pemekaran, dengan kriteria lebih objektif seperti kapasitas fiskal, ketersediaan infrastruktur, dan dukungan masyarakat.

Pada 24 April 2025, dalam rapat dengar pendapat Komisi II DPR-RI dengan Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri, pemerintah menyatakan kesiapan merampungkan naskah urgensi rancangan peraturan terkait penataan daerah. 

“Ini momentum bersejarah. Proses pemekaran kini memiliki jalur hukum yang jelas,” ujar Amiruddin kepada Dialeksis.

Ketika ditanya mengenai alasan di balik penguatan isu pemekaran saat ini, Amiruddin mengaitkannya dengan dua faktor: pembukaan kran pemekaran oleh pemerintah pusat dan upaya antisipasi terhadap isu separatisme yang kerap diangkat di forum internasional, seperti kasus Free Papua dan status Aceh di PBB.

“Pemekaran adalah bentuk konkret otonomi daerah yang inklusif. Ini menjadi jawaban atas dinamika global yang kerap mempolitisasi isu kemandirian wilayah. Dengan pemekaran, kita buktikan bahwa Indonesia mampu mengakomodasi aspirasi daerah melalui mekanisme konstitusional, bukan disintegrasi,” jelas Amiruddin tegas.

Kabar pembukaan moratorium ini disambut euforia oleh ribuan masyarakat dan Komite Percepatan Pemekaran Provinsi (KP3) ALA-ABAS. 

“Kami sudah menunggu puluhan tahun. Pemekaran adalah jalan menuju pemerataan yang adil,” ujar Safrida, salah satu aktivis KP3 ABAS.

PETA Aceh juga menyerukan seluruh kepala daerah di wilayah ALA dan ABAS untuk bersinergi mendukung proses ini. “Dukungan politik dari elit lokal dan kesiapan infrastruktur administrasi menjadi kunci sukses,” tambah Amiruddin.

Dengan lampu hijau dari Jakarta, tantangan kini beralih ke tingkat daerah. Penyiapan dokumen administratif, kajian kelayakan, hingga perumusan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) harus diselesaikan secara komprehensif. Masyarakat setempat berharap pemekaran tidak hanya sekadar wacana, tetapi menjadi titik awal pembangunan berbasis kearifan lokal.

“Provinsi baru harus lahir dari kebutuhan riil masyarakat, bukan kepentingan politik sesaat. Ini saatnya kita membangun Aceh yang lebih merata dan berdaulat,” pungkas Amiruddin.

Keyword:


Editor :
Redaksi

Berita Terkait
    riset-JSI