Beranda / Pemerintahan / Prabowo Didesak Koreksi Kebijakan: "Super BUMN dan Skandal Pertamina Ancaman Legitimasi"

Prabowo Didesak Koreksi Kebijakan: "Super BUMN dan Skandal Pertamina Ancaman Legitimasi"

Rabu, 26 Februari 2025 22:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Arn

Teuku Kemal Fasya, Dosen FISIP Universitas Malikussaleh dan Pengurus Lakpesdam Aceh. Foto: doc Dialeksis


DIALEKSIS.COM | Aceh - Kebijakan Presiden Prabowo Subianto dalam membentuk holding BUMN raksasa "Danantara" dengan mengalokasikan dana APBN hingga Rp750 triliun menuai kritik tajam dari akademisi. Teuku Kemal Fasya, Dosen FISIP Universitas Malikussaleh, menilai langkah tersebut justru menjerat Prabowo pada krisis legitimasi politik, bahkan sebelum genap satu tahun memimpin.

"Pembentukan Danantara dengan mengoreksi APBN secara masif adalah ide ketinggalan zaman. Ini bukan solusi, melainkan pengulangan skema neoliberalisme yang lebih ekstrem daripada Orde Baru. Alih-alih memacu pertumbuhan, efisiensi ala neoliberal justru meminggirkan rakyat melalui PHK massal tenaga outsourcing di kementerian dan BUMN," ujar Kemal saat dihubungi Dialeksis, Rabu (26/2).

Ia menyoroti dampak kebijakan ini terhadap ketimpangan sosial. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, pengangguran terbuka di Indonesia meningkat 0,33% pada kuartal IV 2023, dengan sektor formal kehilangan 1,2 juta lapangan kerja.

"Di tengah angka kemiskinan yang stagnan di sekitar 9%, PHK akibat rasionalisasi anggaran adalah bom waktu bagi stabilitas nasional," tambahnya.

Kemal mengaitkan krisis legitimasi Prabowo dengan terungkapnya skandal tata kelola niaga Pertamina yang disebut merugikan negara hingga Rp193 triliun.

"Skandal ini membuktikan bahwa pemerintahan ini melanjutkan pola governmentality Jokowi yang abai terhadap transparansi. Prabowo tidak belajar dari kesalahan pendahulunya, malah memperdalam kubangan korupsi struktural," tegas Kemal Pengurus Lakpesdam Aceh.

Menurutnya, kasus Pertamina hanyalah puncak gunung es. Audit BPK tahun 2023 mencatat, 74% BUMN memiliki temuan ketidakpatuhan pengadaan barang/jasa, dengan potensi kerugian negara mencapai Rp427 triliun.

"Membentuk Danantara tanpa memperbaiki tata kelola BUMN yang bobrok ibarat membangun menara di atas lumpur. Rakyat yang akan tenggelam," sindir Kemal.

Kritik juga ditujukan ke program andalan Prabowo, Makan Bergizi Gratis, yang dinilai tidak didukung kajian matang. Kemal mengutip analisis CSIS yang menyebut anggaran program ini berpotensi membengkak hingga Rp120 triliun per tahun tanpa mekanisme monitoring jelas.

"Ini kebijakan populis yang hanya mengandalkan retorika. Jika gagal, Prabowo akan menuai kekecewaan lebih cepat dari perkiraan. Sinyalnya sudah terlihat dari penurunan approval rating-nya sebesar 8% dalam tiga bulan terakhir," paparnya.

Ia memperingatkan, kombinasi antara kebijakan ekonomi neoliberal dan program sosial tanpa perencanaan akan memperparah defisit fiskal.

"APBN 2024 diprediksi defisit 3,5% dari PDB. Jika Prabowo terus memaksakan proyek mercusuaran dan cash transfer, Indonesia bisa kembali ke jerat utang seperti era 1990-an," imbuhnya.

Kemal mendesak Prabowo segera mengoreksi haluan kebijakan dengan tiga langkah konkret: menghentikan pembentukan Danantara hingga ada audit komprehensif BUMN, membentuk tim independen penyelidikan skandal Pertamina, dan merevisi program Makan Bergizi Gratis berbasis data inklusif.

"Jika tidak, krisis legitimasi ini akan berubah menjadi krisis kepercayaan permanen. Rakyat tidak akan memberi waktu dua tahun untuk pemimpin yang tak mau belajar dari kesalahan," tegasnya.

Ia mengingatkan, sejarah politik Indonesia menunjukkan bahwa kepemimpinan yang abai terhadap koreksi hanya akan berujung pada kejatuhan.

"Reformasi 1998 adalah bukti: rezim yang tuli terhadap suara rakyat akhirnya tumbang. Prabowo harus memilih: menjadi presiden yang mendengar atau dikenang sebagai pemimpin yang gagal memanfaatkan mandatnya," pungkas Kemal.


Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI